Kasus Gontor, KPAI Soroti Pola Kekerasan Sistematis di Pesantren

KPAI minta saran Menteri Agama didalami

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Jasra Putra, menyoroti soal pola kekerasan sistematis yang terjadi di pesantren. Hal ini menyusul terjadinya  penganiayaan yang menewaskan AM (17), salah seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) 1 di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. 

Menurut Jasra, di lembaga pendidikan berasrama, kerap kali banyak santri yang sudah lulus diperbantukan untuk menertibkan santri yang masih mengenyam pendidikan. Istilah ini biasa disebut sebagai pengabdian setelah lulus.

Dalam konteks ini, kata Jasra, harus jelas tugas mantan santri dalam menertibkan adik-adiknya dan siapa saja yang memberikan mandat penugasan.

"Tentu karena terjadi di lembaga, ada kewajiban yang tidak boleh lepas, karena selama ini mereka baik korban maupun pelaku dididik di sana dengan tujuan pendidikan karakter. Pertanyaannya, pendidikan karakter yang mana dengan terjadinya sekian banyak pelaku kekerasan," kata dia, kepada IDN Times, Kamis (8/9/2022).

Baca Juga: Penganiayaan Santri Gontor, KemenPPPA: Korban Ditendang di Dada

1. Melihat kekerasan dengan dugaan sistematis

Kasus Gontor, KPAI Soroti Pola Kekerasan Sistematis di Pesantrenilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Jasra mengatakan, penting untuk mendalami saran dari Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dalam melihat kekerasan di lingkungan pesantren tersebut berlangsung sistematis.

"Saya kira penting didalami saran Menag ini. Dengan pondok mengeluarkan pelaku, ada dugaan berlangsung sistemik karena menjauhkan ‘apa yang sebenarnya terjadi di Ponpes?' Lalu apakah dengan mengeluarkan anak, warisan penegakan disiplin dengan kekerasan akan berhenti atau ini peristiwa yang sering terjadi, hanya kali ini yang sangat fatal?" ujarnya.

Selain itu, kata dia, perlu ditelusuri apakah ada surat perjanjian kepada orangtua, saat serah terima anak ke Ponpes sehingga orangtua santri yang menjadi korban memilih menahan diri tidak melapor.

"Hal ini bisa jadi pelengkap kepolisian dalam membuktikan, apakah benar sehingga ketakutan untuk melapor," ujarnya.

Baca Juga: Autopsi Santri Gontor Libatkan Tiga Dokter dari Tiga Rumah Sakit

2. Ubah penanganan kekerasan ranah privat jadi ranah hukum

Kasus Gontor, KPAI Soroti Pola Kekerasan Sistematis di PesantrenKomisioner KPAI Jasra Putra (Dok/Istimewa)

Dia juga menyoroti bagaimana para terduga pelaku penganiayaan dipulangkan. Menurut dia, hal tersebut perlu diperdalam, apakah pelaku dibujuk agar mau pulang sementara atau memang dikeluarkan.

"Karena peran mereka tentu sudah banyak membantu pesantren dalam soal menegakkan kedisiplinan selama ini," katanya.

Jasra mengatakan, KPAI mencatat peristiwa yang hampir serupa, yakni kekerasan seksual selama setahun di rumah agama yang ada di Alor NTT oleh seorang calon pendeta. 

"Sehingga sangat penting mengubah kekerasan di lembaga yang selalu di bawah ke ranah privat, dikembalikan ke ranah hukum," ujar dia.

Kemudian, kata dia, pola pemikiran bahwa kekerasan adalah cara untuk disiplin juga perlu diedukasi oleh para pendidik sebaya di lingkungan pondok pesantren.

"Ayo jangan rusak imajinasi anak tentang pesantren, tapi kembalikan dengan hentikan kekerasan secara sistemik," katanya.

Baca Juga: Selidiki Penganiayaan Santri Gontor, Polisi Autopsi Korban

3. Cabut izin belum tentu cabut akar kekerasan di pesantren

Kasus Gontor, KPAI Soroti Pola Kekerasan Sistematis di PesantrenIDN Times/Galih Persiana

Dalam kasus ini, terdapat tiga santri yang mengalami penganiayaan hingga menewaskan salah satunya, yakni AM.

Para senior yang disebut jadi pelaku penganiayaan, kata Jasra, merupakan saksi kunci dalam mengembalikan pemahaman anak bahwa pendidikan kekerasan bukan hal yang benar.

"Jangan sampai, justru dua pelaku senior ini sebenarnya sehari-hari yang paling diandalkan karena paling berani menghadapi ketidaktertiban santri-santri, misalnya," kata dia.

Menurut Jasra, mencabut izin operasi sebuah pondok pesantren, bukan berarti mencabut akar kekerasan di sana.

"Kemenag harus fokus pada menghentikan kekerasan dengan sejak awal memperhatikan kembali 'syarat yang penting' tentang izin pesantren dan peningkatan akreditasi pesantren yang menuntut keterbukaan penanganan kekerasan," ujarnya.

Baca Juga: Siswi di Yogya Dipaksa Berhijab, KPAI Segera Panggil Disdik-Sekolah

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya