Kemendikbud: Kekerasan Seksual Bisa Terjadi saat Bimbingan Skripsi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Inspektur Investigasi Itjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Lindung Saut Maruli Sirait, mengatakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan kerap terjadi.
Dia mencontohkan titik rawan kekerasan seksual bisa terjadi di perguruan tinggi. Salah satunya bisa terjadi saat bimbingan tugas atau skripsi.
“Ini titik rawan terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi. Ini biasanya terjadi waktu bimbingan tugas, skripsi kemudian pengajuan judul. Ini kondisi-kondisi yang sering terjadi,” kata dia dalam agenda All About Respect yang diselenggarakan di IDN Media HQ, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Baca Juga: Dosen Terdakwa Kekerasan Seksual di Buleleng Bantah Dakwaan Jaksa
1. Berhubungan dengan relasi kuasa
Kejadian kekerasan seksual juga terjadi saat mahasiswa atau mahasiswi mengerjakan penelitian, pengabdian masyarakat. Bahkan terjadi saat mereka perbaikan nilai ujian.
“Ini semua berhubungan dengan relasi kuasa,” kata Lindung.
2. Tidak boleh ada bimbingan di atas pukul 16.00
Editor’s picks
Maka itu, Lindung menekankan, agar perguruan tinggi tidak memperbolehkan bimbingan di luar kampus, dan membatasi waktu pertemuan antara dosen dengan mahasiswa.
“Tidak boleh ada bimbingan di atas jam 16.00, tidak boleh ada bimbingan di ruang tertutup. Ini yang kita coba dan kami akan selalu patroli menyidak beberapa perguruan tinggi negeri,” katanya.
Baca Juga: Hari Disabilitas, Komnas Perempuan Dorong Partisipasi Akses yang Adil
3. Sanksi penurunan akreditasi bagi perguruan tinggi
Lindung menjelaskan soal sanksi sudah diatur dalam Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS).
Ada sanksi berat yang termuat dalam Pasal 19 bagi perguruan tinggi, saat mereka tak melakukan pencegahan dan penangan kekerasan seksual, yakni dikenai sanksi mulai sanksi administratif, berupa penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana. Bahkan diatur juga sanksi berupa penurunan tingkat akreditasi.
“Bukan hanya PTN, PTS (Perguruan Tinggi Swasta) apabila tidak melakukan pencegahan penanganan kekerasan seksual dikenakan sanksi, ini yang berupa penurunan tingkat akreditasi,” kata Lindung.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), IDN Times, dan Yayasan Kalyana Shira menyuarakan kondisi kekerasan seksual yang kerap terjadi di lingkup pendidikan dan industri kreatif.
Kegiatan bertajuk All About Respect ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP).
Kegiatan ini menghadirkan berbagai instansi pemerintahan seperti KemenPPPA, Kemendikbudristek, Kemenaker, dan Kemenparekraf. Serta menghadirkan perspekti dari psikolog, ahli hukum, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), pelaku industri kreatif, hingga komunitas perempuan.