KontraS Kecam Tindakan Pembungkaman Polri Terhadap Demo Omnibus Law

KontraS temukan tindakan kekerasan aparat dan pembungkaman

Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut gelombang besar aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) direspons oleh Polri dengan berbagai bentuk pembungkaman.

"Aksi-aksi protes tersebut direspons dengan berbagai macam bentuk pembungkaman," tulis KontraS, seperti dikutip IDN Times, Senin (26/10/2020).

Ada beberapa bentuk-bentuk pembungkaman yang dilakukan oleh polisi menurut KontraS, berikut rangkumannya.

1. Sejumlah imbauan yang diterbitkan Polri dan Kemendikbud

KontraS Kecam Tindakan Pembungkaman Polri Terhadap Demo Omnibus LawSeorang massa aksi mengecat wajahnya dengan warna merah dan putih saat mengikuti aksi blokir Jalan Nasional dalam rangka menolak UU Cipta Kerja di Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Dimulai dari terbitnya surat telegram oleh Mabes Polri jelang pengesahan UU Omnibus Law mengeluarkan STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020. Surat tersebut berisi perintah Kapolri Jenderal Idham Azis untuk melakukan pencegahan bahkan penindakan untuk melakukan aksi unjuk rasa.

"Perintah-perintah ini benar-benar dilaksanakan dalam bentuk pengerahan kekuatan berlebih dalam penanganan aksi demonstrasi, patroli siber dengan menangkap secara sewenang-wenang warga yang menyuarakan pendapat menolak Omnibus Law diiringi dengan dibangunnya narasi bahwa rakyat yang menolak belum membaca hingga demonstran yang turun ke jalan dituding didalangi dan berbayar," tulis KontraS.

Selain itu ada juga imbauan dari Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Surat edaran No. 1035/E/KM/2020 perihal Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja. 

Baca Juga: Polri Bantah Survei Indikator yang Sebut Polisi Makin Semena-Mena

2. Ancaman dari bidang pendidikan

KontraS Kecam Tindakan Pembungkaman Polri Terhadap Demo Omnibus LawSejumlah buruh perempuan melakukan aksi damai menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (8/10/2020) (ANTARA FOTO/ Ardiansyah)

KontraS juga melihat adanya ancaman melalui pendidikan, yakni penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak rektorat dan mahasiswa yang menyatakan akan ada pemecatan Drop Out (DO) dan pencabutan beasiswa bagi mahasiswa yang ikut aksi demo.

"Ancaman oleh kepolisian yang tidak akan mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi pelajar yang mengikuti demonstrasi," ungkap KontraS.

Hingga sejumlah selembaran pada orang tua jika anak mereka ikut demonstrasi.

3. Adanya penghalangan massa menuju ke tempat demo

KontraS Kecam Tindakan Pembungkaman Polri Terhadap Demo Omnibus LawDemonstran mengikuti aksi jalan kaki menuju Istana Merdeka di Jalan Salemba, Jakarta, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Kemudian, KontraS juga menyoroti adanya penghalangan, pencegatan dan penangkapan sewenang-wenang peserta aksi di berbagai tempat sebelum sampai ke lokasi demo.

"Sering kali anggota Polri melakukan perburuan dan menangkap secara sewenang-wenang para massa aksi dengan dalih “pengamanan” padahal menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak dikenal istilah pengamanan, yang ada ialah penangkapan," tulis KontraS.

Selain itu juga ada framing buruk ada aktivis yang menggunakan media sosial sebagai alat bantu dalam mengabarkan situasi nyata aksi di lapangan.

4. Polri dinilai melanggar HAM dan tak sesuai dengan hukum

KontraS Kecam Tindakan Pembungkaman Polri Terhadap Demo Omnibus Laweorang pengunjuk rasa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) memakai masker bertuliskan Tolak Omnibus Law saat berunjuk rasa menuju Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Menurut KontraS pada Pasal 5 Perkap Nomor 1 Tahun 2009, tujuan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian adalah untuk mencegah, menghambat, dan menghentikan tindakan yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum.

Tindakan-tindakan aparat kepolisian di atas merupakan bentuk tindak pelanggaran HAM serta mengandung unsur abuse of power.

"Pengadangan aksi dan upaya-upaya pembungkaman tersebut di atas juga merupakan pembatasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi. Dalam hal ini Negara telah melakukan pelanggaran HAM sesuai dengan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi di antaranya di dalam UUD 1945 pasal 28," ujar KontraS

5. Sejumlah rekomendasi dari KontraS

KontraS Kecam Tindakan Pembungkaman Polri Terhadap Demo Omnibus LawMahasiswa berunjuk rasa di halaman Kantor DPRD Sumatera Selatan di Palembang, Sumsel, Kamis (8/10/2020) (ANTARA FOTO/Feny Selly)

Maka dari itu, KontraS memberi rekomendasi terkait hal ini. Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis diminta untuk mereformasi kepolisian secara menyeluruh serta menghentikan penggunaan kekuatan berlebihan serta menjalankan ketentuan penanganan aksi massa yang tidak melanggar HAM. 

Ombudsman Republik Indonesia, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk segera membentuk tim gabungan pencari fakta atas tindakan-tindakan pelanggaran HAM selama aksi unjuk rasa ini berlangsung.

"Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemendikbud) mencabut dan membatalkan kebijakan-kebijakan yang bersifat menghalangi kebebasan bersuara, berpendapat dan  berkumpul baik bagi para pelajar, mahasiswa maupun guru dan dosen yang menyatakan menolak Omnibus Law," ungkap KontraS.

Dewan HAM PBB (UN Human Rights Council) juga diminta menanggapi tindakan-tindakan kekerasan, pembatasan kebebasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi serta penangkapan yang tidak berdasar dengan memberikan teguran keras kepada Pemerintah Indonesia.

Baca Juga: Pengakuan Relawan Ambulans Dianiaya Aparat, Dipaksa Mengaku Bawa Batu

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya