Ngerinya Polusi Udara Jakarta: Ganggu Kesehatan hingga Desakan WFH

Pengendalian pencemaran udara dengan uji emisi

Jakarta, IDN Times - Isu kualitas udara di wilayah DKI Jakarta belakangan menjadi pembahasan hingga muncul desakan Work From Home (WFH) yang digaungkan berbagai pihak. Masalah kesehatan jadi salah satu dampak yang dirasakan masyarakat dengan buruknya kualitas udara tersebut. 

Lembar fakta Komite Penghapusan Bensin Bertimbel  (KPBB) yang diterima IDN Times menjelaskan bagaimana pencemaran udara bisa mempengaruhi kesehatan masyarakat.

Studi yang dilakukan pada 2019 menunjukkan tingginya prevalensi kondisi pernapasan penduduk Jakarta. Di antaranya adalah 1,4 juta kasus asma, 200 ribu kasus bronkitis, 172.000 kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan 2,7 juta infeksi saluran pernapasan akut serta 1,3 juta jantung coroner.

Bukan hanya itu, masyarakat juga harus membayar biaya kesehatan Rp51,2 triliun per tahun. Studi juga menemukan bahwa 15,4 persen kematian di Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara dari sektor transportasi.

Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Makin Ngeri, Pemprov DKI Akan Keluarkan Ingub 

1. Aksi pengendalian pencemaran udara dengan uji emisi

Ngerinya Polusi Udara Jakarta: Ganggu Kesehatan hingga Desakan WFHIlustrasi polusi udara (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, mendesak aksi pengendalian pencemaran udara dilakukan. Dia mengatakan, sudah saatnya pengendalian dilakukan secara ketat dan konsisten. Mulai dari menjalankan razia emisi kendaraan, pabrik, power plant, pembakaran sampah, dan lainnya.

“Dari sini semua akan memahami bahwa kepedulian kita harus bangkit untuk konsisten pada proses ketaatan hukum dengan melaksanakan aksi pengendalian pencemaran udara secara real dan tidak sekadar seremoni dan pencitraan lagi," kata dia dalam keterangan yang diterima IDN Times, Sabtu (12/8/2023).

"Strict liability menghendaki hadirnya para penegak hukum dalam proses pengendalian pencemaran udara yang jujur, berintegritas, tegas, accountable, dan transparan serta tidak diskriminatif,” lanjut Ahmad.

Baca Juga: Perbaiki Kualitas Udara, KLHK Uji Emisi Serentak Sampai November 

2. Pemerintah serahkan pilihan WFH pada perusahaan

Ngerinya Polusi Udara Jakarta: Ganggu Kesehatan hingga Desakan WFHIlustrasi Rapat di Era New Normal (IDN Times/Aldila Muharma)

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro, meminta agar perusahaan rutin mengecek informasi kualitas udara sebelum mengambil kebijakan WFH. Pemerintah, kata dia, tak bisa menginterupsi aturan manajemen perusahaan.

"Informasi kualitas udara tadi kan sudah tersedia di berbagai website. Nah, itu bisa digunakan masing-masing manajemen untuk menentukan, apakah perlu WFH atau tidak," ujar Sigit dalam konferensi pers di Kantor Dirjen PPKL, Jakarta, Jumat (11/8/2023).

Baca Juga: Pemerintah Serahkan ke Perusahaan soal WFH untuk Kurangi Polusi Udara

3. Jakarta darurat polusi udara, harus ada tindakan pemerintah

Ngerinya Polusi Udara Jakarta: Ganggu Kesehatan hingga Desakan WFHIlustrasi Polusi Udara. (IDN Times/Anata)

Perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir mengungkapkan kualitas udara Jakarta pada Sabtu, 12 Agustus 2023 tidak sehat, yakni menyentuh angka 119 AQI US. Kualitas udara Jakarta, polutan utamanya masih di PM 2,5.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, William A. Sarana juga mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk mengeluarkan langkah cepat untuk masyarakat DKI dalam masalah kualitas udara ini. Mulai dari mitigasi hingga upaya mengurangi polusi di Ibu Kota.

"Jakarta sudah darurat polusi udara, harus ada tindakan drastis dari Pemprov untuk mengurangi polusi. Dalam keadaan seperti ini, Pemprov DKI harus menyerukan WFH untuk menyelamatkan warga DKI dari polusi udara," kata dia.

Baca Juga: Heru Kaji Wacana Masyarakat WFH saat KTT ASEAN Digelar di Jakarta

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya