Pangkat Jenderal Prabowo Dikritik, Nagabonar Disebut Lebih Hebat

Dinilai lukai perasaan korban dan khianati Reformasi 1998

Jakarta, IDN Times - Pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat kepada Prabowo Subianto mendapat respons dari berbagai pihak. Para aktivis prihatin pada pemberian pangkat kehormatan pada Prabowo yang diduga terlibat kasus penculikan dan penghilangan paksa pada 1997-1998.

Salah satu yang menyatakan prihatin adalah pengamat militer yang juga Ketua Badan Pengurus Centra Initiative dan peneliti senior Impasial Al Araf. 

“Tentu kita berduka sekali, karena kemarin lagi-lagi ada jenderal baru,” kata dia dalam agenda Kamisan yang dikutip dari Youtube Jakartanicus, Jumat (1/3/2024).

Pada aksi Kamisan ke-806, Kamis 29 Februari 2024, tema yang diusung adalah Simfoni Kebohongan dan Impunitas Presiden Jokowi.

Dia mengatakan, Jenderal Nagabonar malah lebih baik dan hebat daripada Prabowo yang mendapatkan bintang tanpa menghadapi peperangan. Menurut Al Araf hal ini menyakitkan.

"Lebih hebat Jenderal Nagabonar pernah perang, pernah ikut perang. Berbeda dengan yang di seberang sana, tidak pernah ikut perang tetapi dapat Jenderal, yang justru terlibat dalam penculikan tetapi dapat jenderal, itu menyakitkan," ujarnya.

Baca Juga: Jadi Jenderal Kehormatan Bintang 4, Segini Gaji Prabowo Subianto

1. Pengadilan HAM tidak pernah dibentuk oleh negara

Pangkat Jenderal Prabowo Dikritik, Nagabonar Disebut Lebih HebatKetua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto hadiri acara Hari Ulang Tahun (HUT) Gerindra ke-15 di Kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa

Dia juga menyoroti kasus pelanggaran HAM yang hingga saat ini belum tuntas. Al Araf mengatakan, penanganan kasus pelanggaran HAM masih terkatung-katung. Rezim pemerintahan Jokowi, kata dia, malah memberikan pangkat pada orang yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM.

“Korban pelanggaran HAM ada, pelakunya ada, UU-nya ada tapi pengadilan tidak pernah dibentuk oleh negara, yang terjadi rezim pemerintahan Jokowi memberikan pangkat yang tentu melanggar undang-undang kepada dia yang diduga kuat terlibat kasus penculikan dan pelanggaran HAM berat. Itu melukai hati kita, melukai hati korban,” katanya.

2. Dokumen pemeriksaan Prabowo disebut tidak pernah diautorisasi

Pangkat Jenderal Prabowo Dikritik, Nagabonar Disebut Lebih Hebat17 tahun Aksi Kamisan di depan Istana Negara. (IDN Times/Sonya Michaella)

Penulis Zen RS juga mengatakan, hingga saat ini dokumen soal pemeriksaan Prabowo tidak pernah diautorisasi oleh institusi resmi yang ada. 

"Sampai hari ini misalnya, dokumen tentang pemeriksaan Pak Prabowo di dewan kehormatan perwira itu gak tahu ada di mana, yang teman-teman lihat di media sosial adalah dokumen yang tidak pernah diautorisasi oleh satupun institusi resmi," tambahnya.

Prabowo adalah purnawirawan TNI yang berpangkat jenderal bintang tiga atau letjen. Saat ini dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI dan juga calon presiden yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.

Prabowo diberhentikan dengan hormat dari TNI pada masa Presiden BJ Habibie. Namun, kata Zen, dokumen Keppres pemberhentian itu tidak diketahui keberadaannya.

"Surat Menhankam/Pangab kepada Presiden Habibie waktu itu juga gak ada barangnya ada di mana, dan Keppres pemberhentian dengan hormat Pak Prabowo yang ditandatangani oleh Pak Habibie juga dokumen aslinya gak tahu ada di mana. Keluarga korban itu bukan cuma nyari mereka yang masih hilang, bahkan mencari secarik kertas aja gak bisa nemu,” ujarnya.

3. Melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998

Pangkat Jenderal Prabowo Dikritik, Nagabonar Disebut Lebih HebatCapres nomor urut 2, Prabowo Subianto saat melakukan pencoblosan di TPS 33 Bojong Koneng pada Rabu (14/2/2024). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Kritik pada pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo juga dianggap tak tepat oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

“Tidak hanya tidak tepat tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998. Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru. Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karier militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu,” tulis KontraS dalam keterangan resminya.

Pemberian gelar tersebut dianggap jadi langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Jokowi, yang disebut menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya