Perludem: Politik Asal Comot Jadi Tantangan bagi Caleg Perempuan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengungkap tantangan yang masih dihadapi perempuan dalam dunia politik Indonesia. Salah satunya adalah pola politik asal comot yang masih terjadi.
“Jadi perempuan masih didekati sebagai persyaratan untuk memenuhi kebutuhan pencalonan formal. Jadi politik asal comot itu masih ditemukan dan masih terjadi. Dan yang penting adalah bagaimana memenuhi kebutuhan perempuan di daftar caleg,” kata dia dalam webinar bertajuk Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024, Senin (5/2/2024).
1. Ada beberapa perempuan yang serius melaju meski asal dicomot
Dia mengatakan proses rekrutmen perempuan kerap terjadi menjelang pemilu, bukan sebagai upaya berkelanjutan. Namun, dia tak menampik ada beberapa perempuan memasuki dunia politik dengan serius, meski mendadak ditarik imbas pola politik asal comot.
“Dia belajar, dia menganggap itu sebagai penghargaan. Akhirnya dia mengalami akselerasi politik,” katanya.
Tetapi, tak sedikit pula perempuan yang dianggap sebagai pelengkap memenuhi kebutuhan kuota caleg.
Baca Juga: Andika Kangen Band Menikah Lagi, Kenal Saat Kampanye Caleg
2. Objektifikasi mewarnai kehadiran perempuan
Editor’s picks
Titi juga menyoroti relasi antara caleg perempuan dan pemilih yang masih didasarkan pada pendekatan objektifikasi.
Kerap kali penampilan fisik perempuan menjadi fokus, dan media sosial sering menjadi sarana kekerasan verbal dengan kata-kata objektif seperti cantik atau semok.
“Jadi objektifikasi itu masih mewarnai kehadiran perempuan politik,” kata dia.
3. Melanggengkan seksisme politik
Pemilu yang masih diramaikan dengan narasi seksisme, yang merugikan perempuan, tidak memberi edukasi pada masyarakat. Tetapi juga melanggengkan seksisme politik.
“Jadi hal-hal yang tidak edukatif pun masih mewarnai dan melanggengkan seksisme politik di pemilu kita. Jadi itu memang masih menjadi tantangan,” kata dia.
Titi menilai bahwa situasi ini semakin tidak ideal terutama dalam kampanye yang hanya berlangsung 75 hari, di mana fokus sering terpecah oleh perubahan isu, narasi, dan kontroversi yang terus berganti.
Baca Juga: TKN Minta Relawan Tak Berhenti Kawal Prabowo-Gibran Saat Pemilu