PUSKAPA: Mekanisme Sekolah Belum Cukup Tangani Kasus Bullying

Penanganan bullying tak hanya bisa dilakukan sekolah

Jakarta, IDN Times - Belakangan ramai tentang adanya seorang siswa SMP yang membakar sekolahnya karena kerap dirundung atau di-bully oleh guru dan teman-temannya. 

Menanggapi hal tersebut, Research and Advocacy Associate Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), Shaila Tieken, mengatakan, sistem respons harus diperhatikan dalam kasus semacam itu.

Hal ini adalah tentang bagaimana lingkungan merespons anak usai dirundung atau mengalami tindakan yang merugikan mereka. Menurutnya, mekanisme yang ada di sekolah saat ini belum cukup membantu anak yang mengalami hal tersebut.

"Memang mekanisme yang tersedia di sekolah mungkin belum cukup untuk dapat membantu anak menghadapi perundungan yang dia hadapi," kata dia dalam program Ngobrol Seru by IDN Times, dilansir Jumat (7/7/2023). 

Baca Juga: KemenPPPA: Periksa Psikologis-Psikis Anak Bakar Sekolah di Temanggung

1. Mekanisme sekolah dalam tangan bullying

PUSKAPA: Mekanisme Sekolah Belum Cukup Tangani Kasus BullyingResearch and Advocacy Associate, Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) Shaila Tieken alam program Ngobrol Seru by IDN Times, Rabu (6/7/2023) (Youtube/IDN Times)

Ia pun mempertanyakan, apakah sekolah mempunyai mekanisme untuk mengidentifikasi hal-hal yang ada dalam unsur bullying.

Salah satunya adalah adanya ketimpangan relasi kuasa. Termasuk juga apakah sekolah memiliki sistem pengadilan yang melindungi anak.

"Kalau kita sudah tahu ada peristiwa perundungan, mekanisme di dalam sekolah sendiri, apakah ada yang menentukan bagaimana konsekuensi selanjutnya bagi anak yang terlibat di dalamnya?" kata Shaila.

Baca Juga: Siswa SMP di Temanggung Nekat Bakar Sekolah, Ngaku Sakit Hati Dibuli

2. Respons pemulihan serta perlindungan

PUSKAPA: Mekanisme Sekolah Belum Cukup Tangani Kasus BullyingIlustrasi pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah dasar. (ANTARA FOTO/Fransisco Carolio)

Meskipun sekolah sudah punya mekanisme penanganan perundungan, kata Shaila, tetap perlu ada mekanisme perlindungan serta konsekuensi bagi pelaku bully. Hal itu tidak terkecuali solusi alternatif yang bisa disediakan sekolah.

"Apakah sekolah cukup luas untuk merespons dengan respons memulihkan, ya, bukan hanya menghukum dengan skorsing ataupun mengeluarkan anak dari sekolah yang mungkin tidak begitu sulit," katanya.

Baca Juga: Psikolog: Karakteristik Bullying, Pengulangan kepada Korban yang Sama

3. Bullying seharusnya tidak hanya ditangani oleh sekolah

PUSKAPA: Mekanisme Sekolah Belum Cukup Tangani Kasus BullyingIlustrasi PTM (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Menurut dia, sekolah juga perlu memahami bahwa perundungan mempunyai pola yang berulang. Oleh karena itu, harus ada tanggung jawab dari pihak sekolah untuk menghadapi hal tersebut.

PUSKAPA, kata dia, merasa penanganan kasus bully tidak hanya menjadi kerja unsur di sekolah saja, tetapi juga hingga ke ranah pemerintah, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Apakah Kementerian Pendidikan punya cara untuk atau mekanisme yang dapat dilakukan, diterapkan di setiap sekolah di Indonesia dengan sumber daya yang beragam itu? Kita tidak bisa memaksakan setiap sekolah punya mekanisme," ucap dia.

Baca Juga: Marak Kasus Bullying, KemenPPPA Jelaskan Upaya Perlindungan Anak

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya