Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi Yehuwa

Tiga siswa ini bersekolah di SDN 051 Kota Tarakan

Jakarta, IDN Times - Dugaan kasus intoleransi mencuat di SDN 051 Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Tiga kakak beradik tidak naik kelas karena Saksi Yehuwa, hal ini diungkapkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Tiga siswa ini yakni M (14 tahun) kelas 5 SD, Y (13 tahun) kelas 4 SD dan YT (11 tahun) kelas 2 SD. Mereka tidak naik selama tiga tahun berturut-turut. Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, alasan tidak naik kelas berbeda-beda sejak 2018-2021, dan orang tua anak korban sudah melakukan perlawanan ke jalur hukum.

"Adapun alasan tidak naik kelas ketiga anak tersebut berbeda-beda alasannya setiap tahun. Mulai dari sekolah menolak memberikan pelajaran agama pada ketiga anak tersebut, sampai anak diminta menyanyikan lagu rohani yang tidak sesuai dengan keyakinannya," ujar dia dalam keterangan yang dikutip, Selasa (23/11/2021).

Baca Juga: Kemen PPPA: 1 dari 11 Anak Perempuan di RI Mengalami Kekerasan Seksual

1. Tinggal kelas pada tahun ajaran 2018/2019 karena absen tanpa keterangan

Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi YehuwaIDN Times/Galih Persiana

Retno menjelaskan, tiga anak tersebut tidak naik kelas karena dianggap absen tanpa alasan selama lebih dari tiga bulan. Padahal, ketiga anak tersebut tidak hadir karena dikeluarkan dari sekolah pada Desember 2018, dan baru dapat kembali setelah penetapan PTUN Samarinda pada April 2019.

"Melalui penetapan PTUN Samarinda (putusan sela) ketiga anak dikembalikan ke sekolah, hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pada kenaikan kelas tahun ajaran 2018-2019, anak-anak tinggal kelas," kata dia.

2. Putusan PTUN Samarinda batalkan keputusan sekolah

Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi YehuwaIlustrasi Sekolah (IDN Times/Galih Persiana)

Kemudian pada Agustus 2019, kata Retno, putusan PTUN Samarinda membatalkan keputusan sekolah, karena terbukti melanggar hak-hak anak atas pendidikan dan kebebasan melaksanakan keyakinannya.

Mengeluarkan anak-anak dari sekolah, menghukum mereka, menganggap pelaksanaan keyakinannya sebagai pelanggaran hukum, menurut Retno, tidak sejalan dengan perlindungan konstitusi atas keyakinan agama dan ibadah. Juga merupakan bentuk intoleransi di lingkungan pendidikan. Karena itu, kata dia, PTUN memutuskan mengembalikan anak ke sekolah.

“Meski hak-hak ketiga anak atas keyakinan beragama dan pendidikan dihormati dan diteguhkan di PTUN, sehingga mereka kembali ke sekolah, namun mereka diperlakukan secara tidak adil karena tidak naik kelas untuk alasan yang tidak sah,” kata Retno.

3. Tinggal kelas kedua 2019/2020 karena tak punya nilai agama

Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi YehuwaIlustrasi (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Sejak ketiga anak kembali ke sekolah, menurut Retno, mereka dibiarkan tanpa akses pada kelas pendidikan agama Kristen yang disediakan sekolah. AT, ayah ketiga anak korban berulang kali meminta agar ada pelajaran agama Kristen supaya bisa naik kelas, namun itu diduga dipersulit dengan berbagai syarat, akhirnya mereka tak punya nilai agama.

Sekolah, sambung Retno, memberi syarat agar AT mendapatkan rekomendasi dari Bimans Kristen Kota Tarakan agar dapat akses pada pelajaran agama Kristen. hingga mendapatkan Surat Rekomendasi dari Kementerian Agama No: B.017/KK.34.03/6/BA.03/01/2020 tanggal 3 Januari 2020.

4. Anak diberi upaya pelajaran agama non-formal tapi tetap tak naik kelas

Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi YehuwaIlustrasi Koridor Sekolah (IDN Times/Besse Fadhilah)

Karena ketiadaan pelajaran agama, Sidang Jemaat Kristen Saksi-Saksi Yehuwa Tarakan pernah mengeluarkan surat pada Juli 2021, agar tiga anak itu belajar agama di tempat ibadahnya.

“Sekolah bukan hanya tidak mampu memberikan pendidikan agama dari guru yang seagama bagi ketiga anak tersebut, sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundangan, namun dengan aktif menghalangi ketiga anak mendapatkannya," ujar Retno.

PTUN Samarinda, kata Retno, akhirnya memutuskan bahwa keputusan sekolah adalah yang keliru, sekolah akhirnya mengajukan banding atas putusan tersebut dan sekarang sedang dalam proses kasasi. Meski tahun ajaran 2019-2020 berakhir, ketiga anak tersebut masih belum naik kelas.

5. Tinggal kelas kali ketiga 2020/2021 karena lagu rohani

Siswa SD di Tarakan 3 Tahun Dibuat Tinggal Kelas, Diduga Saksi YehuwaIlustrasi siswa (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Meski telah diberikan pelajaran agama, kata Retno, nilai tiga anak ini rendah dan tidak naik kelas. Diduga ketiganya dipaksa menyanyikan lagu rohani, meskipun sang guru tahu bahwa itu tidak sesuai dengan akidah dan keyakinan agamanya. Karena tidak dapat melakukannya, mereka diberi nilai rendah dan tak naik kelas.

Pada Juli 2021, rapor ketiga anak terbit usai berminggu-minggu tahun ajaran baru mulai dan mereka tidak diperbolehkan masuk kelas karena tidak naik kelas. Dengan adanya kasus ini Itjen Kemendikbudristek bersama KPAI memantau langsung ke Tarakan pada 22-26 November 2021.

“Itjen Kemendikbudristek juga sudah mengajukan permohonan kepada Walikota Tarakan untuk difasilitasi rapat koordinasi, sekaligus FGD dengan seluruh instansi terkait di kantor Walikota, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan rehabilitasi psikologis terhadap ketiga anak korban,” pungkas Retno.

Baca Juga: Menteri PPPA Minta Pondok Pesantren Ramah Anak, Jangan Ada Kekerasan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya