Tolak Penambangan Emas di Pulau Sangihe, Warga Lapor ke Komnas HAM
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komnas HAM sudah menerima aduan masyarakat Kepulauan Sangihe yang tergabung dalam komunitas Save Sangihe Island, aduan ini terkait penolakan rencana penambangan emas di Kepulauan Sangihe oleh PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS).
Penolakan terhadap rencana tambang emas didasarkan pada rasa khawatir masyarakat pada ancaman kerusakan dan pencemaran lingkungan di pulau mereka yang adalah salah satu gugus kepulauan terdepan Indonesia.
“Rencana penambangan PT TMS berpotensi menimbulkan kerusakan dan pencemaran secara ekologis yang memiliki dampak lanjutan terhadap keberlangsungan hidup masyarakat yang mayoritas menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan dan perikanan,” tulis Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam keterangannya, dilansir Selasa (29/3/2022).
1. 56,98 persen luas Pulau Sangihe rencananya akan dijadikan lahan tambang
Perlu diketahui, Pulau Sangihe masuk dalam kategori pulau kecil dengan luas 736,8 kilometer persegi sedangkan kriteria pulau kecil luasnya tak lebih besar dari dua ribu kilometer persegi.
PT TMS ini punya kontrak karya Izin Usaha Pertambangan dari Kementerian ESDM. Luas wilayah konsesi tambangnya 420 kilometer persegi atau setara dengan 56,98 persen luas pulau Sangihe.
Sistem penambangannya dilakukan secara terbuka dengan alat berat seperti excavator dan dump truck kemudian dilakukan peledakan. PT TMS menggunakan ekstraksi emas dengan bahan sianida. Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TMS juga dirasa menimbulkan penolakan dari masyarakat adat dan agamawan.
Baca Juga: KLHK Sebut IKN Nusantara Dikelilingi 29 Ribu Hektare Lubang Tambang
2. Ada ancaman hilangnya lahan pertanian dan dampak sosial
Editor’s picks
Ahmad Taufan mengatakan ancaman akan hilangnya lahan pertanian dan perkebunan masyarakat. Termasuk juga pada ekosistem hutan lindung dan ekosistem pesisir beserta populasi flora dan fauna endemik Sangihe, serta ancaman ekologis lainnya seperti tercemarnya sumber mata air yang mengaliri sekitar 70 sungai dengan hampir 200 anak sungai serta bencana alam.
Penambangan PT TMS juga berpotensi terhadap dampak sosial dalam jangka panjang seperti menurunnya kualitas dan kesejahteraan hidup, menurunnya akses layanan sosial dasar, potensi konflik sosial, bahkan ancaman terjadinya pengusiran paksa secara sistematis terhadap permukiman penduduk.
3. Pengurangan lahan tambang bukan solusi
Masyarakat yang mengadu menolak adanya penyusutan izin konsesi PT Sangihe dari 42 ribu hektare jadi 25 hektar, karena dianggap bukan solusi dan tetap berdampak pada masyarakat Sangihe yang terdiri 80 kampung di tujuh kecamatan yang masuk kawasan konsesi.
“Saat ini PT TMS sedang bekerja melakukan pembebasan lahan dan fase konstruksi selama 3 tahun (2023) sebelum dilakukan proses penambangan dengan izin konsesi selama 30 tahun,” kata Ahmad Taufan.
Dia juga menjelaskan ada masyarakat sangihe demonstrasi menolak wilayah Sangihe dijadikan konsesi tambang emas PT TMS.
Baca Juga: Haris Azhar Serahkan 20 Bukti Baru Keterlibatan Luhut di Tambang Papua
4. Komnas HAM minta keterangan Kementerian ESDM
Warga telah menggugat Menteri (ESDM) Arifin Tasrif ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta berkaitan dengan kontrak karya (KK) PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe. Masyarakat Sangihe sedang mengajukan gugatan hukum terhadap Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara terkait proses perizinan PT TMS ke Pengadilan Tata Usaha Negara Manado.
Dalam kasus ini, Komnas HAM sudah melakukan beberapa langkah yakni mendalami keterangan pengadu, memanggil Kementerian ESDM dan pemantauan lapangan dengan keterangan dari warga hingga pemerintah kabupaten Sangihe. Rencananya Komnas HAM akan meminta keterangan polisi Sulawesi Utara dan Kementerian serta lembaga terkait.