Warga Tewas Usai Bentrok di Seruyan, YLBHI Minta Polisi Tanggung Jawab

Ada tiga korban tertembak dan satu meninggal

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa aparat kepolisian menunjukkan pengamanan oligarki dan penggunaan kekuatan berlebihan dalam pembubaran aksi massa.

Hal tersebut terkait dengan meninggalnya seorang warga yang terkena tembak dalam bentrokan antarwarga dengan aparat kepolisian di Kebun Kelapa Sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) di Desa Bangkal, Seruyan Raya, Seruyan, Kalimantan Tengah.

“Pembubaran aksi dilakukan dengan menembakkan gas air mata dan peluru tajam hingga saat ini terdapat informasi tiga orang korban tertembak peluru tajam dan satu orang korban meninggal dunia. Dari video yang kami dapatkan, instruksi untuk membidik kepala peserta aksi serta menyiapkan senjata laras panjang. Aksi massa raturan rakyat Desa Bangkal ini telah dilakukan selama 23 hari dengan tuntutan dipenuhinya janji penguasaan 20 persen kebun plasma,” tulis YLBHI dalam keterangannya, Senin (9/10/2023).

YLBHI menganggap polisi enggan belajar dari kesalahan dan terus menerapkan sikap represif dalam merespons massa. Pasalnya, penggunaan kekuatan berlebih masih tetap dilakukan, apalagi penggunaan gas air mata.

Baca Juga: Timbulkan Polusi, DLH DKI Awasi Cerobong Dua Industri Kelapa Sawit

1. Aturan soal penggunaan kekuatan berlebih dan senjata

Warga Tewas Usai Bentrok di Seruyan, YLBHI Minta Polisi Tanggung JawabANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

YLBHI mengatakan, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang untuk membawa senjata tajam dan peluru tajam.

Selain itu, penggunaan senjata api adalah pilihan terakhir. Hal ini termaktub dalam Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Tugas Kepolisian.

Penggunaan senjata api harus dalam kondisi yang sangat darurat untuk menyelamatkan nyawa berdasarkan prinsip proporsionalitas, nesesitas, dan legalitas. 

“Oleh karena itu, harus ada pertanggungjawaban dari tindakan brutal penembakan warga yang menyebabkan kematian oleh kepolisian tersebut secara transparan dan akuntabel. Terlebih tindakan penembakan ini dilakukan terhadap warga yang sedang menjalankan hak konstitusionalnya untuk aksi penyampaian pendapat,” ujar YLBHI.

Baca Juga: Pemprov DKI Konservasi Patung Pancoran Setelah 10 Tahun

2. PT HMBP disebut mobilisasi aparat pengamanan

Warga Tewas Usai Bentrok di Seruyan, YLBHI Minta Polisi Tanggung JawabKebun kelapa sawit di komplek Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Pangkalan Kerinci, Riau. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Dalam catatan YLBHI, konflik-konflik agraria dilegitimasi oleh pemerintah dengan dalih pengamanan objek vital nasional. Usaha perkebunan sawit menjadi salah satu objek yang dapat diamankan oleh aparat keamanan negara.

YLBHI mengungkap, usaha kebun sawit yang dilakukan oleh PT HMBP juga menyertakan mobilisasi institusi kepolisian dan tentara negara untuk mengamankan objek propertinya.

“Perusahaan dan aparat koersifnya memandang masyarakat Desa Bangkal yang menuntut sebagai kelompok yang inferior secara sosial dan merupakan ancaman terhadap sirkulasi modal. Penggunaan aparat koersif milik negara oleh perusahaan semakin menguntungkan bagi mereka mengingat semakin gemuknya anggaran kepolisian untuk perbelanjaan piranti-piranti pengaman,” ucap YLBHI.

Baca Juga: YLBHI: Proyek Strategis Nasional Era Jokowi Tidak Adil dan Menindas

3. Minta Kapolri tangkap pelaku penembakan

Warga Tewas Usai Bentrok di Seruyan, YLBHI Minta Polisi Tanggung JawabKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meresmikan 'Rumah Kebangsaan' yang digagas oleh pemuda dan mahasiswa dari kelompok Cipayung Plus. Peresmian itu digelar di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, Senin (27/6/2022). (dok. Humas Polri)

YLBHI pun meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit mempertanggungjawabkan peristiwa penembakan warga yang diduga dilakukan oleh aparat Polres Seruyan dan Polda Kalimantan Tengah.

“Segera melakukan penangkapan dan proses penegakan hukum dan etik terhadap pihak aparat kepolisian yang harus bertanggung jawab tentang penembakan warga Desa Bangkal,” kata YLBHI.

Mereka juga meminta Listyo Sigit memberhentikan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalimantan Tengah usai dinilai gagal lindungi keselamatan masyarakat.

Selain itu, YLBHI meminta polisi membebaskan tanpa syarat 20 warga Desa Bangkal dan pasukan merah Tariu Borneo Bangkule Rajank (TBBR) yang ditangkap paksa, namun sampai saat ini keberadaan mereka belum diketahui.

4. Hal yang dituntut warga kepada PT HMBP

Warga Tewas Usai Bentrok di Seruyan, YLBHI Minta Polisi Tanggung JawabIlustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Adapun aksi masyarakat Desa Bangkal dilakukan pada 16 September dan 25 September. Saat itu, ada pertemuan dengan perwakilan perusahaan yang juga didampingi oleh Kapolres Seruyan dan Komandan Distrik Militer 1015 Sampit.

Warga Desa Bangkal menuntut tindak lanjut kesepakatan tahun 2013 antara PT HMBP dengan warga tentang janji pemberian dua hektare lahan per kepala keluarga. Selain menuntut soal plasma, warga juga menuntut lahan seluas 1.175 hektare di luar izin HGU PT HMBP untuk dikelola masyarakat sendiri.

Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan sesuai dengan tuntutan warga Desa Bangkal, yaitu pemenuhan penguasaan 20 persen kebun plasma.

Baca Juga: Marak Kasus Kekerasan Anak, Kemen PPPA: Orangtua Harus Jadi Panutan 

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya