LSI Denny JA: Lapangan Pekerjaan Rapor Merah Prabowo-Gibran

- 87 persen warga Maluku dan Papua menyatakan lapangan kerja langka
- Keresahan ini melintasi kelas sosial dan latar pendidikan, dari warga berpenghasilan di bawah Rp2 juta hingga yang bergaji di atas Rp4 juta per bulan.
- Banyak program unggulan masih dalam tahap uji coba, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat di bawah lima pers
Jakarta, IDN Times - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei tujuh bulan pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Hasilnya, terdapat lima rapor biru dan dua rapor merah.
Salah satu rapor merah, yakni sulitnya mencari lapangan pekerjaan di pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Sebanyak 60,8 persen masyarakat merasa mencari pekerjaan saat ini lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya. Hanya 11 persen yang merasa lebih mudah, sementara sisanya tidak melihat perubahan berarti,” kata Peneliti Senior LSI Denny JA Adjie Alfaraby, Kamis (5/6/2025).
1. 87 persen warga Maluku dan Papua menyatakan lapangan kerja langka

Ia menjelaskan, keresahan ini melintasi kelas sosial dan latar pendidikan. Dari warga berpenghasilan di bawah Rp2 juta hingga mereka yang bergaji di atas Rp4 juta per bulan, dari lulusan SMA hingga D3 ke atas.
“Mayoritas menyatakan sulitnya mencari pekerjaan. Bahkan wilayah seperti Maluku dan Papua mencatatkan angka tertinggi: 87 persen warganya menyatakan bahwa lapangan kerja semakin langka,” ujar dia.
2. Lima rapor biru Prabowo-Gibran

Sementara itu, lima rapor biru Prabowo-Gibran, yakni seluruh responden 95,1 persen menilai kondisi sosial budaya nasional berada dalam keadaan baik hingga sangat baik.
Kepuasan terhadap keamanan nasional mencapai 83,1 persen. Diikuti penegakan hukum 67,8 persen, stabilitas politik 70,8 persen, dan kinerja ekonomi makro 67,4 persen.
“Kelima indikator ini membentuk kerangka kokoh dari legitimasi awal. Dalam tradisi sosiologi politik, rasa aman, hukum yang berjalan, dan politik yang stabil adalah fondasi tak terlihat namun terasa. Mereka adalah dinding kepercayaan yang menopang rumah demokrasi,” ujar Adjie.
3. Terdapat 4 alasan tekanan di fase awal pemerintahan

Terdapat empat alasan utama mengapa tekanan ini muncul dalam fase awal pemerintahan. Pertama, banyak program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis, Hilirisasi, Danantara, dan Koperasi Merah Putih masih dalam tahap uji coba.
“Dampak nyatanya belum dirasakan publik. Ini program besar yang manfaatnya akan terasa tapi memerlukan waktu lebih panjang,” kata dia.
Kedua, di kuartal ini, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat di bawah 5 persen, terlalu lemah untuk menyerap tenaga kerja secara masif. Dalam politik ekonomi, angka 5 persen adalah garis batas antara harapan dan kekhawatiran.
Ketiga, terpilihnya Prabowo dengan dukungan besar memantik harapan rakyat yang menjulang. Namun teori psikologi politik mengingatkan, semakin tinggi harapan, semakin keras bunyi kecewa saat realitas belum menyusul.
Terakhir, hanya dalam dua bulan pertama tahun ini (1 Januari – 10 Maret), 73.992 kasus PHK tercatat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia. Di balik angka itu, ada cerita anak putus sekolah, cicilan rumah macet, dan warung yang tak jadi buka.
“PHK tak hanya melanda buruh, industri hotel dan restoran, tapi juga pekerja intelektual seperti wartawan,” ujar Adjie.
Survei ini dilakukan pada 16–31 Mei 2025, menggunakan metode multi-stage random sampling terhadap 1.200 responden, menampilkan dua wajah dari pemerintahan Prabowo-Gibran. Survei ini memiliki margin of error 2,9 persen.