Ilustrasi Mahkamah Agung (MA). (IDN Times/Hana Adi Perdana)
Kurnia menuturkan, ICW dan Lokataru pada periode Juli hingga September 2020, sempat dua kali mengirimkan surat ke MA. Akan tetapi, lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi itu sama sekali tidak merespons.
"Ini mengindikasikan bahwa MA menutup diri terhadap koreksi publik dalam penanganan perkara yang melibatkan Nurhadi," tuturnya.
Untuk diketahui, Nurhadi ditetapkan tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA. Adapun perkara yang dijadikan bancakan oleh Nurhadi di antaranya perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Kurnia melanjutkan, merujuk pada Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat Mahkamah Agung, tugas dan fungsi sekretariat MA tidak bersentuhan langsung dengan penanganan perkara.
"Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana Nurhadi bisa mengatur beberapa perkara di MA? Apakah ada oknum lain yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara juga terlibat?," kata dia.
"Maka dari itu, ICW dan Lokataru mendesak agar Ketua Mahkamah Agung segera membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki lebih lanjut perihal keterlibatan oknum lain dalam perkara yang melibatkan Nurhadi," sambungnya.