Mabes TNI: Bila Letjen Djaka Jadi Dirjen Bea Cukai, Harus Pensiun Dini

- Letjen Djaka dilantik sebagai Dirjen Bea Cukai pada Jumat esok
- Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI menyatakan Djaka harus mundur dari dinas militer atau pensiun dini
- Pengamat politik dan militer menilai pelantikan Djaka melanggar undang-undang dan mengancam demokrasi
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan, Letnan Jenderal (Letjen) Djaka Budi Utama harus mundur dari dinas militer atau mengajukan pensiun dini, seandainya benar ditunjuk menjadi Direktur Jenderal Bea Cukai di Kementerian Keuangan.
Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) Pasal 47 ayat (2). Kementerian Keuangan bukan termasuk ke dalam 14 instansi sipil yang bisa dimasuki oleh prajurit TNI aktif.
"Kalau memang betul diangkat (sebagai dirjen), tentu akan segera berproses pengunduran diri atau pensiun dini," ujar Kristomei kepada IDN Times melalui pesan pendek, Kamis (22/5/2025).
Ia kembali menegaskan perintah dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto agar semua prajurit TNI yang aktif dan duduk di luar 14 kementerian atau lembaga yang dibolehkan, harus mengundurkan diri dari kedinasan sebagai prajurit TNI aktif.
Namun, berdasarkan informasi yang diterima oleh IDN Times, Letjen Djaka akan dilantik bersama Bimo Wijayanto dan sejumlah pejabat tinggi eselon I lainnya pada Jumat (23/5/2025). Pelantikan dilakukan pukul 09.30 WIB di aula mezanine Kementerian Keuangan.
Hal ini mengulangi peristiwa yang terjadi pada Letjen Novi Helmy Prasetya yang dilantik menjadi Direktur Badan Urusan Logistik (BULOG). Hingga kini Novi belum pensiun dari TNI. Padahal, Bulog tidak termasuk ke dalam 14 instansi sipil yang boleh dimasuki oleh prajurit TNI aktif.
1. Pemberhentian Letjen Djaka dari TNI masih dalam proses

Sementara, dalam pandangan pengamat politik dan militer dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, pemberhentian Letnan Djaka dari TNI diyakini sedang berproses. Sebab, pemberhentiannya membutuhkan tanda tangan dari sejumlah pejabat tinggi.
"Proses seorang jenderal pensiun itu mesti ditandatangani pula oleh Presiden, Panglima TNI, dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Karena dia juga berdinas di BIN, maka harus ada persetujuan pula dari Kepala BIN," ujar Selamat kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini.
Letjen Djaka telah menghadap Presiden Prabowo Subianto bersama mantan Deputi di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Bimo Wijayanto, pada Selasa kemarin. Bimo membenarkan ia diberi amanah untuk membenahi urusan perpajakan, sedangkan Letjen Djaka akan mengurus bea cukai.
2. Letjen Djaka memiliki kedekatan dengan Prabowo sejak masih bertugas di Kopassus

Lebih lanjut, kata Selamat, alasan Prabowo mempercayakan pembenahan bea cukai kepada Djaka tidak terlepas dari kedekatan keduanya sejak masih bertugas di Kopassus TNI Angkatan Darat (AD) dulu. Djaka merupakan anak buah Prabowo sejak menjadi perwira pertama di Kopassus.
"Ketika itu Prabowo sudah menjadi Danjen Kopassus dengan pangkat Mayor Jenderal. Sedangkan, Djaka masih berpangkat kapten dan merupakan bagian dari tim Mawar di Kopassus TNI AD," ujarnya.
Dalam pandangannya, hubungan sebagai patron dan klien yang sudah terbangun dari dulu menyebabkan Prabowo menaruh kepercayaan kepada Djaka. Di sisi lain, Djaka yang merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1990 lalu itu lama berkecimpung di dunia intelijen.
"Sejak lama dia memang orang kepercayaan Prabowo," tutur dia.
Selamat juga menilai alasannya lebih memilih perwira tinggi TNI yang ditempatkan sebagai dirjen bea cukai lantaran sesuai dengan misinya yang ingin membongkar mafia di Kementerian Keuangan. Baik itu dari penerimaan pajak maupun nonpajak.
"Bea cukai adalah bagian yang disasar oleh Prabowo untuk penerimaan keuangan negara. Karena itu lah dia ingin melawan mafia keuangan," kata Selamat.
3. Penunjukan Letjen Djaka sebagai dirjen bea cukai bentuk pengingkaran terhadap HAM

Sementara, di dalam pernyataannya, Imparsial mengkritik keras penunjukan Letjen Djaka Budhi Utama sebagai calon direktur jenderal bea cukai di Kementerian Keuangan. Sebab, kebijakan itu melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra juga mengatakan, Letjen Djaka memiliki rekam jejak sebagai salah satu pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu. Ia merupakan salah satu anggota eks tim Mawar yang menculik sejumlah aktivis pro-demokrasi pada tahun 1998. Lantaran terbukti melakukan tindak pidana, Letjen Djaka pernah dijatuhi hukuman bui satu tahun dan empat bulan lantaran terbukti di Mahkamah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Penunjukan Letjen Djaka, kata Ardi, dianggap semakin melukai keluarga korban pelanggaran HAM berat. "Penunjukan ini semakin menjauhkan korban dari harapan mendapat keadilan. Bagaimana mungkin korban akan mendapat keadilan jika pelaku justru diberikan tempat dan jabatan strategis di pemerintahan," ujar Ardi kepada IDN Times melalui pesan pendek pada 21 Mei 2025 lalu.
Selain itu, rencana pelantikan Letjen Djaka sebagai dirjen bea cukai merupakan wujud nyata ancaman terhadap bagi demokrasi dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Merujuk pada ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2025, terdapat limitasi yang tegas dengan hanya memungkinkan 14 jabatan sipil ditempati oleh Prajurit TNI aktif. Dalam hal ini jabatan Dirjen Bea Cukai tidak termasuk dalam 14 jabatan sipil tersebut," tutur dia.