Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Macan tutul masuk hotel
Macan tutul (commons.wikimedia.org/William Warby)

Intinya sih...

  • Macan tutul tidak cocok hidup dalam kandang

  • Kondisi tertekan dan ketergantungan makanan mendorong satwa mendekat ke manusia atau permukiman

  • IPB desak Kemenhut/BBKSDA perketat pengawasan lembaga konservasi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bogor, IDN Times – Pakar Ekologi Satwaliar dari IPB University Dr. Abdul Haris Mustari berpendapat, kemunculan satwa top predator seperti macan tutul di area hotel wilayah Bandung--yang berarti masuk lingkungan manusia, bukan hanya masalah keamanan kandang, tetapi juga mencerminkan kondisi kesejahteraan satwa di penangkaran dan sifat alami macan tutul itu sendiri.

Sebagaimana diketahui, seekor macan tutul dilaporkan masuk area Hotel Anugerah di Jalan Padasaluyu, Sukasari, Senin (6/10/2025). Satwa liar ini diduga kuat lepas dari Lembang Zoo sekitar sebulan sebelumnya.

Menurut Abdul Haris, fakta macan tutul ini bisa bertahan hidup selama beberapa minggu setelah lepas dari kandang, menunjukkan daya tahan alaminya. Namun, kejadian ini juga menjadi kritik terhadap pengelola lembaga konservasi. Ia mengingatkan kandang harus kuat dan nyaman.

“Peristiwa ini menegaskan perlunya kehati-hatian pengelola kebun binatang atau taman margasatwa. Kandang harus benar-benar representatif, dengan bahan yang kuat dan menciptakan rasa nyaman bagi satwa di dalamnya," kata dia, dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).

1. Macan tutul adalah satwa liar yang tidak cocok hidup terkurung

Macan tutul salju (commons.wikimedia.org/Jolanta Dyr)

Pakar dari IPB ini menjelasan macan tutul Jawa, baik tipe tutul maupun kumbang (Panthera pardus melas), adalah predator puncak yang dikenal ahli memanjat dan memiliki perilaku berburu kompleks. Kebutuhan untuk mengekspresikan perilaku alami, seperti berburu mangsa di alam, tidak dapat digantikan.

“Dari karakter tersebut, jelas bahwa macan tutul adalah satwa yang tidak cocok hidup dalam kandang, apalagi jika kandang itu tidak memenuhi syarat kesejahteraan satwa,” ujarnya.

“Meskipun satwa diberi makan setiap hari, kebutuhan mereka untuk mengekspresikan perilaku alami seperti berburu dan berinteraksi sosial tidak bisa digantikan," sambungnya.

2. Kondisi tertekan dan ketergantungan makanan mendorong satwa mendekat ke manusia

Macan tutul salju (commons.wikimedia.org/Photo by Greg Hume)

Kondisi tertekan di dalam kandang, di mana lima indikator kesejahteraan satwa (bebas rasa lapar, nyaman, bebas sakit, bebas takut, dan bebas berekspresi) tidak terpenuhi, sering menjadi alasan satwa berusaha keluar. Ironisnya, karena ketergantungan pakan, satwa yang lepas justru mendekati permukiman.

“Satwa yang sudah lama dikandangkan dan terbiasa diberi makan oleh manusia, akan memiliki ketergantungan pada suplai makanan tersebut. Karena itu, ketika lepas, mereka cenderung kembali mendekati lingkungan manusia," jelas Abdul Haris.

3. IPB desak Kemenhut/BBKSDA perketat pengawasan lembaga konservasi

Macan tutul (commons.wikimedia.org/flowcomm)

Abdul Haris menyoroti pentingnya konservasi in-situ (perlindungan di habitat asli) sebagai solusi utama jangka panjang. Untuk jangka pendek, ia mendesak pemerintah agar otoritas pengelola seperti Kementerian Kehutanan (Kemenhut)/BBKSDA lebih meningkatkan pengawasan ketat terhadap semua lembaga konservasi, termasuk taman satwa.

“Memelihara satwa liar predator tidaklah mudah, pihak pengelola hendaknya memperhatikan faktor keamanan dan kesejahteraan satwa," ungkapnya.

"Hendaknya lebih meningkatkan pengawasannya terhadap lembaga konservasi (LK), seperti kebun binatang, taman margasatwa, Taman Safari," imbau Abdul Haris.

Editorial Team