Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahfud MD: Ajakan Bubarkan DPR Terlalu Mengada-ada

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Tangkapan layar YouTube Mahfud MD Official)
Intinya sih...
  • Mahfud MD sebut Bung Karno cenderung jadi otoriter ketika mengusulkan pembubaran DPR
  • Mahfud menyebut gaji anggota DPR sudah berlebihan
  • Mahfud menilai anggota DPR 'kurang ajar' bila masih korupsi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menilai ajakan untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlalu berisiko dan mengada-ada. Sebab, kata dia, parlemen itu merupakan salah satu instrumen demokrasi. Namun, ia tak membantah kualitas parlemen dan partai politik di Tanah Air masih buruk.

"Tetapi masih jauh lebih baik, memiliki DPR yang buruk dan partai yang jelek, becek, dari pada tidak ada parpol dan DPR," ujar Mahfud seperti dikutip dari akun YouTube Mahfud MD official, Kamis (28/8/2025).

"Kita kritik DPR dan partai, tapi jangan bicara pembubaran DPR," sambung Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, untuk merespons gelombang desakan agar parlemen dibubarkan.

Sebagaimana diketahui, anggota DPR periode 2024-2029 mendapatkan tunjangan rumah dinas Rp50 juta per bulan. Kebijakan itu diambil karena rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan, dianggap tak lagi layak dihuni. Anggota DPR juga mendapat kenaikan tunjangan beras Rp12 juta dan bensin Rp7 juta, meski belakangan diralat.

Mahfud menyebut negara demokrasi justru bahaya tanpa ada keberadaan DPR. Meski suatu negara dipimpin pemimpin yang baik, tetap berisiko menjadi penguasa yang sewenang-wenang tanpa diimbangi parlemen.

"Bila ada DPR, seumpama (pemimpinnya) buruk masih ada waktu untuk mengevaluasi melalui pemilu," ujar dia.

1. Bung Karno cenderung jadi otoriter ketika mengusulkan pembubaran DPR

PDIP
Sekretaris PDIP Jateng Sumanto saat menutup acara puncak perayaan Bulan Bung Karno. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Lebih lanjut, Mahfud tak membantah pernah ada preseden pembubaran DPR yang dilakukan Presiden pertama, Bung Karno pada 1960, yang bermula dari Dekrit Presiden pada 1959. Padahal, Indonesia pernah menggelar Pemilu 1955 yang diklaim paling demokratis.

Tetapi, usai dikeluarkan dekrit, Bung Karno masih membolehkan DPR hasil Pemilu 1955 tetap bekerja asal menyetujui seluruh perombakan yang dilakukan pemerintah hingga terbentuk DPR yang baru. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan Bung Karno yakni penerapan sistem demokrasi terpimpin. Arti 'terpimpin' sesuai UUD 1945 adalah pemimpin terletak di tangan presiden selaku kepala negara.

Selain itu, kata Mahfud, Bung Karno juga cenderung menjadi pemimpin yang otoriter. Ia merestui penangkapan sejumlah tokoh seperti Buya Hamka hingga Mochtar Lubis tanpa lewat proses peradilan.

"Setiap kekuasaan tends to corrupt atau disalahgunakan. Itulah yang terjadi pada Bung Karno," katanya.

Mahfud juga menyebut pada era Bung Karno juga dikeluarkan kebijakan bernama Penetapan Presiden, yakni penetapan hukum setingkat dengan undang-undang. Penetapan presiden itu diambil tanpa meminta persetujuan DPR.

"Karena kalau meminta persetujuan ke DPR akan ditolak. Ya sudah Bung Karno buat undang-undang di situ lewat dewan nasional," katanya.

2. Mahfud nilai gaji anggota DPR sudah berlebihan

Ilustrasi gedung DPR di Senayan
Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)

Dalam obrolannya, Mahfud juga menyoroti soal nominal gaji anggota DPR yang diterima tiap bulan. Ia mendengar tiap anggota legislatif menerima gaji mencapai miliaran per bulan.

Padahal, kata Mahfud, berdasarkan data yang dianalisis Forum Transparansi Anggaran (FITRA), gaji anggota DPR periode 2024-2029 per bulan mencapai Rp230 juta. Namun, kata dia, di luar angka tersebut, ada pula dana reses.

"Waktu zaman saya (jadi anggota DPR), uang reses tiap tiga bulan sekali sudah mencapai Rp42 juta. Itu 2004. Itu masih dapat uang berkunjung ke konstituen, setiap satu undang-undang, satu kepala (yang hadir) dapat dana Rp5 juta. Berapa undang-undang yang disahkan dalam satu tahun?" kata Mahfud yang juga pernah menjadi anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Mahfud mengatakan ketika ia menjabat di parlemen, gaji pokok anggota DPR hanya Rp4,8 juta per bulan. Tetapi anggota DPR juga mendapat sederet tunjangan. Mulai dari dana listrik, tunjangan transportasi, beras, pulsa, hingga rumah dinas. Belum lagi, setiap anggota DPR berhak melakukan studi banding seandainya membahas undang-undang.

"Maka saya nilai gaji anggota DPR saat ini sudah berlebihan," tutur dia.

3. Mahfud nilai anggota DPR kurang ajar bila masih korupsi

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Tangkapan layar YouTube Mahfud MD)

Selain itu, Mahfud menilai, dengan nilai gaji yang jumbo yang diterima anggota DPR, maka 'kurang ajar' bila mereka masih korupsi. Ia menyebut salah satu tugas DPR yaitu melakukan fungsi pengawasan, melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU).

Meski begitu, Mahfud mengamini bila fungsi pengawasan itu mulai kabur. Sebab, mayoritas kebijakan pemerintah kerap dapat restu dari parlemen.

"Itu harus diperbaiki. Tidak boleh DPR tidak ada," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us