75 Tahun Indonesia Merdeka, UU Masyarakat Adat Mana?

Masyarakat adat belum punya perlindungan undang-undang

Jakarta, IDN Times - Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyinggung soal absennya undang-undang untuk Masyarakat Adat di tanah air, setelah Indonesia merdeka 75 tahun lamanya.

"Yang bikin makin tahun makin sesak, karena makin ke sini, sejak pemerintahan Jokowi, situasi masyarakat adat justru makin suram," kata Rukka dalam webinar bertajuk 75 Tahun Merdeka, Bagaimana Nasib Masyarakat Adat? yang ditayangkan live di kanal YouTube IDN Times, Selasa (18/8/2020).

1. Sindir nawacita Jokowi untuk masyarakat adat

75 Tahun Indonesia Merdeka, UU Masyarakat Adat Mana?YouTube/Sekretariat Presiden

Rukka juga menyindir perihal janji nawacita Presiden Joko "Jokowi" Widodo terhadap masyarakat adat, yang menurut dia hingga kini masih di awang-awang. Menurut dia, perampasan wilayah adat semakin marak saat ini.

"Masyarakat adat gak ingin berkonflik, tapi terpaksa harus berhadap-hadapan di tengah ketiadaan perlindungan hukum," kata dia.

Rukka menyebut janji-janji pembangunan sebagai janji bohong. Dia menyayangkan selama 75 tahun Indonesia merdeka, belum ada undang-undang bagi masyarakat adat.

Baca Juga: Kemensos Bantu Pengurusan KTP Suku Pedalaman Jambi dan Sumsel

2. Kealpaan dukungan pemerintah dalam aspek hukum bagi masyarakat adat dinilai mencederai janji kemerdekaan

75 Tahun Indonesia Merdeka, UU Masyarakat Adat Mana?Webinar Eps. 8 #MenjagaIndonesia by IDN Times dengan tema "75 Tahun Merdeka, Bagaimana Nasib Masyarakat Adat?" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Rukka, alih-alih mendapat perlindungan hukum dari pemerintah, lingkungan masyarakat adat justru rusak. Mereka menjadi miskin dan terpaksa pergi dari kampungnya hingga menjadi pengemis di kota-kota besar. Bahkan, masyarakat adat tergolong hampir punah.

"Ini jadi cedera janji kemerdekaan, cedera janji pembangunan," kata dia.

Rukka mengatakan masyarakat adat sangat memahami jika pemerintah tidak serius dalam mengurus masyarakat adat, mereka harus bisa menjaga diri sendiri.

Mereka juga menyayangkan Omnibus Law yang dipilih pemerintah untuk segera disahkan. Menurut dia, Omnibus Law juga dapat membahayakan masyarakat adat dan masyarakat Indonesia secara umum.

"Pemerintah dengan sengaja menjagal Indonesia. Tanpa Omnibus perampasan dan kekerasan banyak terjadi, apalagi dengan Omnibus," kata Rukka.

3. Apresiasi untuk Jokowi karena kerap menggunakan baju adat pada acara seremoni kenegaraan

75 Tahun Indonesia Merdeka, UU Masyarakat Adat Mana?Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPD dan DPR RI pada Jumat (14/8/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Kendati, Rukka mengapresiasi pilihan pemerintah dalam menggunakan pakaian adat pada setiap acara seremoni-seremoni kenegaraan. Menurut dia ini layak diapresiasi.

"Kita patut bangga pertama dalam sejarah pemimpin Indonesia dalam tiap ritual di Istana menggunakan pakaian adat. Karena setidaknya masyarakat adat berarti masih visible," kata dia.

4. Kemensos bantu pengurusan KTP suku pedalaman Jambi dan Sumsel

75 Tahun Indonesia Merdeka, UU Masyarakat Adat Mana?Warga Suku Baduy Luar mendapatkan bantuan sembako di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Senin (29/6/2020). (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Kementerian Sosial (Kemensos) tengah membantu warga yang tergabung di Komunitas Adat Terpencil (KAT) memperoleh data kependudukan, untuk mempermudah penerimaan bantuan sosial atau bansos.

"Dalam program (KAT) termasuk kita akan support mereka dalam masalah administrasi kependudukan, wajar mereka tinggal di pedalaman, jadi kita ini yang bantu," ujar Menteri Sosial Juliari P Batubara di Jakarta, Selasa 28 Juli 2020.

Juliari mengatakan administrasi yang dimaksud adalah pengurusan administrasi kependudukan, yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK). Menurut dia, banyaknya warga KAT yang belum terdata karena faktor jarak dan layanan fasilitas, serta kesulitan mengurus kelengkapan dokumen kependudukan.

Tahun ini, terdapat 2.500 warga yang tergabung dalam KAT yang akan menerima Bantuan Sosial Tunai (BST). Dari jumlah tersebut, KAT di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan sudah menerima bantuan ini. Dalam waktu dekat Kemensos akan memperluas bantuan ke KAT lainnya.

"Mereka itu saudara-saudara kita yang sering dilupakan, maka lakukan terobosan dan inovasi secara terukur dan akuntabel, jangan sampai mereka tidak dapat bantuan karena persoalan administratif," ucap Juliari.

Juliari menegaskan kunci penyaluran di daerah 3T atau terpencil, terdepan, dan terluar ada di tangan setiap daerah. Untuk itu, dia mengimbau pemerintah daerah segera mencairkan anggaran pemberdayaan untuk KAT.

"Anggaran sudah saya titip di daerah, saya harap penyaluran juga dipercepat," kata Mensos.

Juliari menambahkan dampak pandemik COVID-19 tidak hanya dirasakan masyarakat di perkotaan, namun juga seluruh lapisan, termasuk suku anak dalam yang tergabung dalam KAT.

"Program tersebut termasuk prioritas kementerian terkait sebab masyarakat yang tergabung di KAT harus mendapat perhatian yang sama, tanpa ada pengecualian, termasuk dalam hal pelayanan sosial," kata dia.

Baca Juga: Masyarakat Adat Minta Jokowi Agar Baduy Dicoret dari Destinasi Wisata

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya