Mengenal Wana Alamsyah, Millennial Muda Aktivis Antikorupsi

Punya hobi naik gunung dan mendengarkan musik

Jakarta, IDN Times - IDN Times menggelar Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019. Acara dengan tema "Shaping Indonesia's Future" ini dilangsungkan pada 19 Januari 2019 di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta. 

IMS 2019 menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial. Ajang millennial terbesar di tanah air ini akan dihadiri oleh 1500-an pemimpin millennial.

Menjalani hari sebagai aktivis bukan hal biasa untuk dipilih millennial. Tapi tidak untuk pria 26 tahun, Wana Alamsyah. Di usianya yang muda, ia memilih untuk bekerja sebagai aktivis di isu yang ia sukai.

Wana saat ini bekerja di Indonesia Corruption Watch (ICW), sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang punya misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia. Wana sendiri bekerja di CW sejak 2014.

Saat dijumpai IDN Times di kantornya, kasawan Kalibata, Jakarta Selatan, Wana bercerita bagaimana ia menjalani harinya sebagai seorang aktivis.

Penasaran? Simak wawancara IDN Times bersama Wana Alamsyah.

1. Kenapa seorang Wana tertarik sama isu korupsi?

Kenapa gue terarik dalam isu korupsi? Ya, sebenernya normatif, maksudnya melihat kondisi indonesia sangat buruk gitu kan dan kemudian juga kita melihat sebenernya sektor publik ini, sektor pelayan publik ini rawan untuk di korupsi.

Sektor pelayanan publik itu seperti apa sih? Misalkan pendidikan kayak administrasi kependudukan dan sebagainya. Yang menggerakkan gue, seandainya gue bisa berpartisipasi aktif dalam isu tersebut, ya kenapa gak?

2. Dulu kuliah jurusannya sejalan gak?

Dulu kuliah di Binus ngambil komputer akuntansi. Ya, memang sangat bertabrakan sih, jauh sih dari isu politik yang sebenernya profit banget gitu 'kan?

3. Di ICW menjabat sebagai apa sekarang?

ICW sebagai staf divisi investigasi, jadi tugasnya itu menerima laporan masyarakat, atau membuat kajian terkait dengan sebenernya kayak membuat peta korupsi selama satu semester itu kemudian menganilisa dokumen dokumen dari masyarakat.

4. Sulit gak kak menyebrang ilmu begitu kerja dan kuliahnya?

Sebenernya perlu [usaha] ekstra. Karena kalau background gue komputer, gue kan di audit sistem, itu kan belajarnya sangat teknis, jadi gue hanya melihat kodingan pemograman dan sebagainya. Tapi kalau disini gue juga harus bisa melakukan analisis sosial dan pisau analisis yang gue perlukan harus banyak, artinya banyak sekali buku yang harus gue kejar dibandingkan dengan teman teman yang sudah menggeluti isu tersebut.

5. Begitu lulus di ICW langsung jadi staff?

Mengenal Wana Alamsyah, Millennial Muda Aktivis AntikorupsiIDN Times/Margith Damanik

Oleh karna itu setelah lulus kuliah gue coba bergabung di sini. Sebelumnya gue menjadi volunteer selama 6 bulan di ICW. Karena background gue bukan politik atau hukum atau sosial, karena 3 komponen ini sangat beraitan erat, jadi selama 6 bulan itu proses belajar.

Gue memahami korupsi itu sebenernya seperti apa. Kemudian modus-modusnya bagaimana dan sebagainya, dan itu juga membuka cakrawala gue juga. Berbicara dalam dengan tanda kutip komputer mencoba untuk berkomunikasi aktif dengan laporan laporan khusus yang coba di sampaikan ICW dari masyarakat.

6. Hobi kamu apa sih sebenarnya?

Hobi mah kaya naik gunung, dengerin musik. Ya kalo seandainya dengerin musik mah, saya misalkan sambil kerja bisa kan dengerin musik. Kecuali kalau sambi kerja, naik gunung kan gak bisa.

7. Masih sempat bagi waktu antara kerja dan menjalankan hobi?

Ya, sebenernya kalo bisa dibilang ketika gue bergabung di ICW ini gue menemukan hobi baru. Pertama kali gue mencoba untuk masuk coba di investigasi Karna gue di ICW ini mencoba untuk bergabung di divisi investigasi

8. Keluarga bisa mengerti kesibukan itu gak?

Nah itu ya emang apa, jadi latar belakang keluarga gue bokap jadi aktivis juga kan? Dia pun juga mendukung dan paham apa yg gue kerjakan, jadi kalo misalkan weekend sulit untuk si hubungi jangan kagetlah, jadi dia 'oh ya anak gue begini nih', jadi dia paham.

Nyokap, ya kalo seandainya gue cerita sedikit ketika gue lulus kuliah nyokap ngedorong gue untuk ke PNS, tapi ya gue nolak. Ya PNS hidupnya udah nyaman, ya terkadang jadi anomali juga, ketika kita udah nyaman terus ngeliat kondisi sekitar kayak jalanan rusak dan sebagainya, dan kita gak coba untuk peduli sedikit, ya itu kan akan sangat sulit juga sebenernya ya gue bilang gue gak mau.

Dan nyokap sebenernya terkadang juga khawatir gitu, waktu itu ada kasusnya Save KPK 2015 sangat bersitegang kan? Khawatir tetep ada tapi itu bisa dikomunikasikan lah.

9. Keluarga bisa langsung menerima keputusan jadi aktivis?

Langsung diterima terima aja sih. Karena prinsip di keluarga gue pilihan itu ada di tangan lo, jadi ketika pilihan itu udah lo ambil lo harus bertanggung jawab sama pilihan lo.

Baca Juga: Suara Lantang Nur Hidayati Perjuangkan Lingkungan

10. Kalau soal media sosial, tim mana? Tim FB, Twitter atau Instagram? Atau kombininasi?

Mengenal Wana Alamsyah, Millennial Muda Aktivis AntikorupsiIDN Times/Margith Damanik

Semuanya sih sebenernya karena clustering media sosial itu cukup unik kalo seandainya IG lebih, bukan jarang sih banyak juga yang ngebahas tentang politik kecenderungan lebih kearah fashion, travel, social life gitu.

Biasanya yang gue pantengin Twitter sama FB. Yang satu kubu senior yang satu lagi anak muda. Karena di satu sisi gue lagi kerja suntuk ada bahan ketawa, kadang kadang netizen ngeselin juga, bisa juga jadi bahan ketawa bahkan sampai ada info twitwar, ya itu biasanya yang gue suka dengan platform twitter.

Kalau di Facebook biasanya cenderung agak serius karna dengan keterbatasan karakter di twitter gitu biasanya beralihnya ke FB, memang yang menarik dari FB adalah bisa menjadi bagus ketika subtansi atau konten berita yang di sebarkan bukan hoaks atau fake news gitu. Ketika gue buka FB udah jadi toxic aja udah.

11. Mem-private akun sosial media gak?

Gak, karna ketika lo mem-private akun lo di medsos, akan sulit menjangkau orang orang yang mencoba memiliki frekuensi yang sama, yaa cenderung ekslusif jadinya. Dan gue tidak suka dengan kata ekslusif itu.

12. Dunia aktivis butuh millennial gak sih sebenarnya?

Kalau menurut gue itu penting sih, karena balik lagi iklim yang ada di Indonesia sekarang lebih menitik beratkan social media. Itu yang pertama. Sedangkan di satu sisi aktor yang sangat kerajinan menggunakan medsos adalah millennial, jadi sebenernya kebutuh millennial dalam dunia aktivis itu penting juga.

Karena kita juga harus melihat peta politik anak anak millennial ini ke arah mana sih, jangan sampai di-grab sama laporan politik yang seakan akan dia membawa berkah, malah dijadikan sebagai suara aja.

13. Masalah utama yang dihadapi Indonesia untuk isu itu apa sih?

Sebenarnya terkadang di satu sisi kalau gue bilang integritas itu sangat normatif. Karena integritas barang yang sangat mengawang.

Tapi kalau dilihat secara komplit yang menjadi personal utama adalah, jadi kalau kita bicara tentang korupsi kan ada korupsi by grid karena kerakusan. Gue rasa salah satu penyebab utamanya kerakusan.

14. Implikasi dari korupsi itu sendiri apa?

Sebenarnya banyak. Salah satu hal yang bisa gue contohkan adalah, anak millennial sering banget nongkrong. Pasti bawa kendaraan, dong? Ya, ada juga sebagian yang gak bawa kendaraan, tapi pasti ada yang bawa kendaraan. Ketika lu markir misalkan, dan lu dikutip uang parker lu, lu yakin gak itu masuk ke dishub? Yakin ga itu masuk ke pemerintah?

Balik lagi ini bukan persoalan uang, ini persoalan tentang ketika lu memberikan uang kepada orang yang seharusnya itu tidak lu kasih, itu nanti lu akan kebiasaan.

Tilang misalkan: 'Udah pak, damai aja pak, saya males, Pak.' Gue lebih baik tilang, karena kan gini; orang melakukan sesuatu karena dia tidak paham, misalkan, ini berpikirnya pragmatis ya, ketika lu ditilang, nyogok dengan tidak nyogok.

Lu berpikir pragmatis, tidak punya pemahaman tentang itu. 'Ya udah lah cepek (Rp100 ribu) doang kok, gue kasih ke polisi, daripada gue ikut sidang.'

Padahal kalau ikut sidang berapa? Rp70 ribu, Bos! Kalau motor ya. Kalau mobil Rp150 ribu kalau gak salah. Nyogok bisa Rp200 ribu sampai Rp500 ribu.

15. 5-10 tahun kedepan mungkin enggak masalah korupsi itu selesai?

Kalau seandainya optimistis atau tidak, harus melihat lagi anak mudanya. Kalau anak mudanya masih melihat bahwa korupsi bukan persoalan utama dari bobroknya negara ya itu akan sangat sulit.

Gue sebenarnya memiliki secercah harapan ketika ada anak muda yang mau terjun langsung ke isu antikorupsi. Itu gue masih memiliki harapan.

Sebenarnya gerakan antikorupsi harus bekerja sama dengan gerakan-gerakan lain. Misalnya seniman.

16. Apa sih yang utama di hadapi Indonesia sekarang?

Salah satunya partai politik sulit untuk mem-filter orang orang yang bermasalah dan tidak bermasalah.  Kalau seandainya bisa memfilter dan tidak ada mahar politik menurut gue itu, kita bisa berharap sedikit sih.

Karena kalau seandainya kita untuk mengubah satu kebijakan suatu negara balik lagi muaranya ke DPR, jadi artinya politik dijadikan sebagai kendaraan untuk mengubah suatu kondisi. Kalau seandainnya mereka memiliki integritas–habis itu nilai nilai yang diperjuangkan–itu jelas kita masih bisa berharap. Tapi kalau seandainya sudah ada campur tangan kepentingan dari berbagai pihak itu kan sulit.

17. Punya tokoh politik yang dikagumi?

Saya punya penulis yang dikagumi, kalau tokoh politik sulit. Hmm.. Moh. Hatta. Karena dia sampai akhir hayatnya dia gak bisa beli sepatu, karena dia gak mau terima sepersenpun dari negara.

18. Minat sama bidang politik gak?

Sebenarnya ketika gue masuk ICW itu udah masuk ranah politik, artinya gue minat tapi tidak dalam konteks masuk dalam gelanggang. Karena banyak banget politisi-politisi muda yang digawangin yang dari partai mawar merah itu.

Menurut gue itu juga jadi salah satu alternatif yang baik. Tapi perlu dipertimbangkan ketika anak muda masuk ke ranah politik mereka sudah punya konsep atau belum.

19. Gak minat masuk partai?

Gue gak minat masuk partai hehe... Gue lebih baik bikin partai sendiri.

Karena sudah banyak toxic, karena pertimbangan cuma dua: lo jadi kacung atau lo jadi koruptor. Maksud gue, gue tidak mengeneralisir bahwa seluruh anggota. Ya pilihannya cuman dua.

20. Kutipan kesukaan kak Wana?

Mengenal Wana Alamsyah, Millennial Muda Aktivis AntikorupsiIDN Times/Margith Damanik

A luta continua vitória é certa. Secara prinsip artinya lu tetap berjuang melawan.

Dalam IMS 2019, IDN Times meluncurkan Indonesia Millennial Report 2019. Survei ini dikerjakan bersama oleh IDN Research Institute bekerja sama dengan Alvara Research Center. Melalui survei yang melibatkan 1400-an responden di 12 kota ini, IDN Times menggali aspirasi dan DNA millennial Indonesia. Simak hasilnya di IMS 2019, dan ikuti perkembangannya di situs kami ya.

Kamu tertarik ingin menjadi bagian dari IMS 2019? Buruan klik ims.idntimes.com untuk mendapatkan tiket IMS. Tiket terbatas!

Baca Juga: Gaery Undarsa, Membangun Start Up yang Enggan Menjual Mimpi

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya