Uji Kesungguhan Jokowi Tangani Kasus Munir, KontraS Usulkan 5 Langkah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani, mempertanyakan kesungguhan dan keberanian presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Salah satunya kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir.
"Kita gunakan momen menuju pemerintahan Jokowi yang kedua untuk menguji kemampuannya, keberaniannya," kata Yati dalam diskusi yang diadakan di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat pada Senin (23/9).
"Apakah dia masih terus menempatkan kekuasaannya untuk para pelaku terduga pelanggar HAM dalam kasus Munir, kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu lainnya?" kata Yati lagi. Ia juga menjabarkan langkah-langkah politis dan hukum yang dapat diambil Jokowi untuk menyelesaikan kasus Munir.
1. Jokowi dapat memanggil anggota TPF
Yati mengatakan, penagihan secara politik untuk Jokowi menyelesaikan kasus pembunuhan Munir dapat dilakukan dengan memanggil anggota yang pernah tergabung dalam Tim Pencari Fakta (TPF) Munir.
"Mohon Pak Jokowi kalau memang masih ragu, masih takut untuk mengumumkan, untuk menyampaikan hasil dokumen TPF Munir atau menindaklanjutinya, Pak Jokowi bisa memanggil para mantan anggota TPF," kata Yati.
Salah satu sosok yang tergabung di dalam anggota TPF Munir adalah Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid. "Kita tunggu keberanian Jokowi untuk bisa melakukan itu kalau memang punya kesungguhan untuk menindaklanjuti kasus ini," tegas Yati.
2. Panggil yang menghilangkan dokumen negara
Dokumen negara terkait hasil temuan TPF Munir disebut-sebut hilang. Namun menurut Yati bagi dirinya dan aktivis pendukung Munir, dokumen tersebut dihilangkan.
"Kalau Jokowi berani ambil tindakan maka siapa pun institusi di negara ini yang menghilangkan dokumen itu, panggil. Cek siapa mereka, di mana mereka," kata Yati.
"Kalau Jokowi berani melakukan itu maka turning point kita akan sangat positif untuk bisa mengungkap kasus ini," lanjut dia.
Baca Juga: Komnas HAM: Kasus Munir Lebih Mudah Diungkap Ketimbang Pollycarpus
3. Jokowi dapat perintahkan Kapolri dan Jaksa Agung untuk tindak lanjuti temuan TPF
Editor’s picks
Yati juga mengatakan, sebagai atasan dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Jaksa Agung, Jokowi dapat memanggil keduanya dan memerintahkan keduanya untuk menindaklanjuti temuan yang sudah didapatkan oleh TPF.
"Itu bukan sesuatu yang di luar hukum, itu bukan sesuatu yang tidak relevan itu sesuatu yang sangat mungkin secara politis dan secara hukum dilakukan oleh Pak Jokowi," kata Yati.
Hingga kini, menurut Yati, inisiatif-inisiatif sejenis itu belum tampak dalam satu periode pemerintahan Jokowi.
4. Ombudsman dapat turut membantu
Ombudsman menurut Yati dapat menjadi sangat penting mengambil peran untuk penyelesaian kasus Munir. Utamanya terkait dengan dokumen TPF Munir yang menurut KontraS dihilangkan.
"Ini merupakan mal-administrasi. Sebuah akses publik hak publik yang dihilangkan," kata yati. "Ombudsman bisa memotret ini, kok bisa ya negara kita ini menghilangkan sebuah dokumen dan dengan enaknya bilang karena dokumennya tidak ada maka kami tidak perlu mengumumkan," lanjut dia.
5. Komnas HAM dapat beri eksaminasi
Satu lagi lembaga Negara yang dirasa Yati dapat turut berpartisipasi adalah Komnas HAM. Menurut dia, Komnas HAM dapat saja melakukan tindakan penyelidikan lebih lanjut karena Munir dapat dikategorikan sebagai Pembela HAM yang dilindungi haknya.
"Komnas HAM dalam hal ini sangat mungkin untuk bisa melakukan setidaknya eksaminasi terhadap putusan Muchdi Purwoprandjono yang divonis bebas padahal 41 kali dia melakukan telepon dengan Pollycarpus," kata Yati.
"Ombudsman dan Komnas HAM saya rasa sebagai lembaga-lembaga korektif negara, sebagai lembaga-lembaga independen negara, punya peran yang penting untuk bersama kita membongkar sedikit demi sedikit kebuntuan-kebuntuan ini," lanjut dia.
Baca Juga: Ini Perbedaan Penanganan Kasus Munir Era Jokowi dan SBY Versi Amnesty