Ini Tuntutan Buruh Perempuan di Penolakan UMP DKI Jakarta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Buruh perempuan ikut buka suara terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta yang sudah ditetapkan 1 November 2017 lalu oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
UMP baru yang sudah ditetapkan sebesar Rp 3,6 juta tersebut, dinilai masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup layak di Jakarta.
Penolakan ini tidak hanya diungkapan oleh para buruh laki-laki saja, namun buruh perempuan yang tergabung dalam Kelompok Kerja Buruh Perempuan yang menolak keputusan tersebut. Bagi mereka, masih sangat merugikan dan mengorbankan hak buruh.
Mutiara Ika Pratiwi, Sekertaris Nasional Perempuan Mahardika mengatakan peraturan pemerintah (PP) 78 tahun 2015 yang diberlakukan tersebut, sebenarnya menghilangkan standar kebutuhan hidup layak.
“Perlu diingat, kebutuhan hidup layak tidak hanya berkaitan dengan pangan namun juga kesehatan,” katanya.
Editor’s picks
UMP yang rendah mengakibatkan buruh perempuan tidak terpenuhi haknya dalam beberapa hal, di antaranya kesehatan organ produksi dan ibu hamil.
Selain itu, logika pemerintah dan pengusaha lainnya yang ditolak oleh POKJA Buruh Perempuan adalah mengenai diskriminasi di sektor padat karya.
Di beberapa daerah di Indonesia, upah buruh dari sektor padat karya lebih rendah dibandingkan dengan UMP yang ada di daerah tersebut.Dan ini sudah terjadi di Jawa Barat.
“Tempat kerja yang bebas dari pelecehan bagi perempuan juga menjadi bagian dari tuntutan kami. Namun bukan menjadi agenda utama,” katanya lagi.
Rencananya pada Jumat(10/11), Seluruh serikat buruh akan melakukan aksi unjuk rasa untuk menyuarakan tuntutan mereka termasuk POKJA Buruh Perempuan.