[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku Paser

Jangan ulangi kasus Tiongkok di Afrika

Jakarta, IDN Times – Pemindahan Ibu Kota Negara sudah di depan mata. Presiden Joko 'Jokowi' Widodo memilih Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.  Di Penajam Paser Utara, sekitar 80 persen lahan ibu kota baru ditengarai milik masyarakat adat.

Sedikitnya menurut, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi kepada IDN Times saat wawancara khusus pada 20 Februari 2020 lalu, ada 21 komunitas anggota AMAN di sana.

Bagaimana nasib masyarakat adat ini dengan pembangunan ibu kota, Rukka tidak bisa memberikan gambaran pasti. Semuanya tergantung bagaimana perubahan  yang akan terjadi di sana nantinya. Hanya saja ia memastikan masyarakat adat di Panajam Paser Utara sudah beradaptasi dengan perubahan sejak abad keempat, ketika kerajaan-kerajaan Hindu masuk ke Indonesia.

Seperti apa pandangan Rukka lainnya?

Baca Juga: Nasib Suku Paser, Penjaga Tradisi di Calon Ibu Kota Negara

1. Soal sejarah dan eksistensi masyarakat adat Paser selama ini

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserSekjen Aliansi Masayrakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi (IDN Times/Kevin Handoko)

Saat ini masyarakat adat Paser sama dengan masyarakat adat di seluruh Nusantara, seluruh Indonesia. Situasi mereka itu sangat tergantung bagaimana perubahan-perubahan terjadi karena berbagai faktor selama ini.

Kalau kita lihat di masyarakat adat Paser, mereka sudah berkenalan, sudah berinteraksi dengan faktor-faktor perubahan, bahkan mulai dari abad ke-4 ketika kerajaan-kerajaan Hindu mulai masuk di Indonesia. Lalu kemudian ada kesultanan-kesultanan dari daerah yang sekarang kita kenal sebagai Kalimantan Selatan, Banjar.

Kemudian masuk zaman penjajahan Eropa. Kemudian masuk ke masa Indonesia di mana banyak sekali wilayah-wilayah itu yang sudah diberikan kepada perusahaan-perusahaan dalam bentuk konsesi. Tak hanya itu, juga banyak sekali warga Indonesia dari luar Paser, dari Sulawesi, dari Pulau Jawa, dari Maluku, dari Sumatera yang sudah tinggal di situ begitu lama.

Sehingga kalau kita melihat kondisi masyarakat adat Paser saat ini, kita melihat mereka dalam konteks bagaimana pengaruh-pengaruh ini sudah mempengaruhi perubahan-perubahan di Masyarakat Adat Paser.

Secara fisik kita bisa melihat klaim mereka atas wilayah adat mereka, bukti-bukti fisik seperti keramat-keramat masih ada, mereka masih melakukan ritual, identitas budaya . Mereka mengidentifikasi diri sebagai orang Paser dengan masih sangat kuat.

Tapi secara fisik wilayah-wilayah itu sudah banyak sekali rusak. Jadi rusak justru karena dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari negara.

2. Negara tidak mengakui bahwa lahan konsesi yang diberikan ke pengusaha milik masyarakat adat

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserGrafis pemilik konsesi di wilayah Ibu Kota Negara baru (IDN Times/Arief Rahmat)

Jadi negara sampai hari ini tidak mengakui bahwa itu adalah tanah-tanah masyarakat adat Paser, tanah-tanah dari leluhur mereka.

Persoalannya adalah ini persoalan yang tidak hanya khas di masyarakat adat Paser. Kalau kita lihat dalam sejarah berdirinya Indonesia, keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, hak-hak turun temurun, hak-hak bawaan, itu diakui dalam Undang-Undang Dasar.

Kalau kita lihat sekarang yang hasil amandemen kedua, itu ada dua ayat yang menyatakan menjamin hak konstitusional masyarakat adat, yaitu ayat 18b ayat 2 dan 28i.

Akan tetapi yang terjadi adalah, sejak UUD ada, sejak Indonesia merdeka, belum ada satu pun undang-undang yang khusus memastikan Indonesia atau pemerintah, negara ini mendapatkan panduan bagaimana caranya memenuhi hak konstitusional masyarakat adat.

Bahkan tidak ada mekanisme yang berlaku di seluruh Indonesia bagaimana caranya mengidentifikasi dan mengakui hak masyarakat adat. Itulah sehingga sampai hari ini seluruh wilayah-wilayah adat, hampir 90 persen, hampir 100 persen, masih disebut, diklaim sebagai tanah-tanah negara.

Sejak lahirnya Indonesia yang muncul kemudian adalah berbagai undang-undang yang justru digunakan untuk melegitimasi, melegalkan perampasan wilayah adat. Tanah-tanah yang dulu lahir disebut tanah domain verklaring secara otomatis dikuasai, disebut sebagai tanah-tanah negara, tetapi diperluas menjadi di luar domain verklaring itu, yaitu wilayah-wilayah adat.

Nah wilayah-wilayah inilah yang semua kemudian secara sepihak itu oleh pemerintah, khususnya pemerintah di pusat, dianggap sebagai tanah kosong dan dibagi dalam bentuk konsesi kepada perusahaan-perusahaan. Ada juga yang ditetapkan secara sepihak sebagai taman nasional. Dan itu hampir semuanya tanpa sepengetahuan masyarakat adat. Itu juga terjadi di Paser.

Jadi saya masih ingat di Paser itu ada kasus di mana perusahaan tambang, waktu itu Kideco Jaya Agung itu masuk ke wilayah adat Paser dan bahkan menutup akses wilayah masyarakat adat untuk pergi ke Paser. Jadi dibikin dam, dibikin danau, yang kalau masyarakat bahkan menyeberang di situ, mereka harus menandatangani ada yang mereka sebut “surat bunuh diri”.

Karena mereka menandatangani sebuah surat yang menyatakan apapun yang terjadi, bahkan kalau mereka meninggal dalam perjalanan dari satu titik ke titik itu yang berada dalam konsesi perusahaan, maka mereka, perusahaan, tidak bertanggung jawab. Itu adalah tanggung jawab pribadi, personal, dari masyarakat adat yang menyeberang di situ.

Ada juga kasus di mana masyarakat kemudian harus diusir dari kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai taman nasional. Belum lagi yang menghilangnya hutan-hutan karena ditebang, diserahkan kepada konsesi-konsesi HPH, dan kemudian tambang dan sawit.

Jadi saat ini kalau kita melihat situasi masyarakat adat Paser mereka itu bahkan kalau tidak pemerintah segera bertindak maka mereka bisa masuk dalam komunitas masyarakat adat yang terancam punah.

3. Masyarakat Adat Paser yang tadinya ada di tiga zona, kian terpinggirkan

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserKetua Lembaga Adat Paser Desa Sepan, Yossie Samban (IDN Times/Vanny El Rahman)

Di tiga zona itu semuanya ada masyarakat adat. Klaimnya masih ada. Tetapi memang dia masuk di zona-zona yang khususnya sudah agak ke pinggir.

Nah, kenapa begitu? Karena zona yang sekarang ini, sebelum masuk sebagai IKN, itu wilayah sudah dibagi-bagi. Bahkan ada izin-izin yang overlap, tumpang tindih. Itulah kenapa pemerintah dengan percaya diri mengatakan bahwa wilayah IKN ini adalah wilayah yang dikuasai oleh pemerintah. Karena ada kawasan lindung, konservasi di situ dan juga wilayah-wilayah yang sudah diberikan izin kepada berbagai perusahaan yang oleh pemerintah nantinya akan dibeli kembali. Diambil izinnya, diberi kompensasi.

Artinya, wilayah-wilayah itu diperdagangkan oleh perusahaan-perusahaan yang belum tentu mereka masih ada di situ, belum tentu mereka sejak beroperasi masih ada di situ secara efektif mengokupasi wilayah-wilayah itu. Jadi yang diuntungkan dalam situasi ini adalah pemerintah dan pihak swasta. Sementara Masyarakat Adat Paser adalah pihak yang kemudian buntung.

Masalah banyaknya lubang tambang, lahan sawit?

Yang di pinggiran pun itu. Sebenarnya masih banyak masyarakat adat di situ. Justru banyak di situ. Tapi kan mereka dianggap gak ada karena itu tambang, itu banyak yang harus menyingkir karena lubang-lubang tambang, banyak yang menyingkir karena memang digusur untuk lahan sawit.

4. Soal bergeraknya mafia-mafia tanah sesudah rencana pemindahan lokasi Ibu Kota Negara

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserGrafis Ibu Kota pindah siapa yang untung? (IDN Times/Arief Rahmat)

Kalau sejauh ini yang terjadi adalah memang sudah terjadi pendekatan ke masyarakat. Sudah banyak sekali mafia-mafia tanah yang sudah mulai bergerak dan melakukan pembelian tanah sebesar-besarnya bahkan di kawasan-kawasan yang sebelumnya sudah ada izin.

Jadi ada transaksi-transaksi aneh yang sedang terjadi yang justru entah diketahui atau tidak oleh pemerintah, tapi ini sedang terjadi dengan marak. Dan biasa, pasti kelakuan mafia tanah ya, sama dengan ketika Kalimantan Tengah, Palangkaraya, disebutkan sebagai calon ibu kota negara. Di sekitar Palangkaraya itu AMAN banyak mendapat laporan bahwa mafia tanah sudah bergerak.

Sementara, masyarakat sendiri menolak IKN. Persoalannya adalah bagaimana IKN ini tidak akan semakin melanggengkan perampasan wilayah adat, tidak semakin membuat mereka tersingkir. Karena proses yang terjadi sampai hari ini sebelum IKN adalah mereka sudah tergusur, mereka sudah terpinggirkan, hak-hak mereka sudah dirampas begitu saja. Dan dalam sejarah di AMAN ada banyak sekali kasus-kasus di mana masyarakat adat itu mengalami penggusuran, dipinggirkan, dan bahkan mengalami kekerasan-kekerasan.

5. Soal isu tukar guling lahan peruntukan IKN untuk perusahaan. Masyarakat adat dapat apa?

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserSekjen Aliansi Masayrakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi (IDN Times/Kevin Handoko)

Pertama, ini adalah sesuatu yang menurut saya pemerintah prinsipnya gali lubang, tutup lubang. Jadi menutup lubang di IKN, lubang ditukar guling dengan pihak swasta, tapi dia akan menimbulkan masalah di tempat lain.

Perusahaan-perusahaan yang berada di kawasan lokasi calon IKN saat ini itu sudah menikmati hasil di atas penggusuran masyarakat adat. Di atas hak-hak masyarakat adat.

Nah, berikutnya, pindah ke tempat lain mereka mau pindah ke mana lagi? Mereka mau pindah ke mana lagi? Mereka akan diberikan apa lagi? Justru tugas pemerintah yang mendesak saat ini adalah mereview semua izin-izin itu. Artinya kan ada pembiaran dari pemerintah dengan membiarkan perusahaan-perusahaan seperti itu.

Sekarang baru mereka bermunculan kembali melambaikan izin-izinnya dan mengatakan "Hei, itu punya kami”. Padahal itu bukan punya mereka. Izin yang tidak pernah mereka kerjakan.

Atau pun kalau mereka kerjakan ada banyak sekali hal-hal yang mustinya di luar batas-batas yang bisa ditolerir. Perusakan alam misalnya, pelanggaran HAM menggusur masyarakat, pencemaran, ini segala macam.Nah, mustinya mereka ini dibersihkan dulu.

Dalam konteks masyarakat adat kalau pun disebutkan sebagai tukar guling, pertama pertanyaannya sama, tukar guling dengan tanah siapa? Akan dibawa ke mana mereka?

Dan ini banyak sekali masyarakat adat yang memang tergantung dengan hidup dari alam, sehingga kalau tempat mereka dalam hal ini adalah selalu yang dikatakan oleh pemerintah sebagai ganti untung, bukan ganti rugi.

Nah menurut saya ini adalah jargon yang menyesatkan. Karena saya perlu bertanya ke pemerintah di mana contoh analisa potongan ganti untung yang sudah pernah ada dalam sejarah Indonesia pada saat ini? Yang ada itu adalah buntung terus masyarakatnya.

Mereka tidak akan pernah mendapat keadilan. Bahkan ketika berjuang memperjuangkan keadilan saja pun mereka bisa menjadi dianggap kriminal. Itulah yang menurut saya mengkhawatirkan di dalam kasus-kasus IKN ini.

Dan sudah banyak sekali masalah yang muncul ada berapa asumsi-asumsi landasan berpikir pemerintah Untuk memindahkan IKN ke situ. Pertama, itu sudah terbantahkan, misalnya, bencana alam dan gempa bumi. Nyatanya ada banyak banjir dan longsor ke tempat itu. Dan kemudian kita bisa lihat Kalimantan sejarah konflik horizontal di Kalimantan kan masih segar dalam ingatan kita.

Tahun lalu juga antara masyarakat adat Paser dan pendatang dari pulau lain sudah pernah terjadi masalah besar. Jadi menurut saya kalau pemerintah masih menutup mata untuk hal-hal yang seperti ini maka memang pemerintah sengaja menyimpang api dalam sekam.

Sekarang ini pertanyaannya masyarakat adat yang ada di situ belum diakui oleh pemerintah sebagai pemilik sah di tempat itu. Jadi belum ada Perda. Bahwa sampai saat ini belum ada Undang-Undang masyarakat adat yang berlaku secara nasional. Saat ini belum ada mekanisme pemerintah untuk mengidentifikasi dan menetapkan wilayah wilayah adat yang ada di Paser itu.

Nanti bisa jadi pemerintah bilang "Well, kamu tidak punya sertifikat". Jadi hanya akan orang-orang yang memiliki bukti kepemilikan atas tanah itu bukti izin-izin perusahaan yang akan mendapatkan keuntungan dari yang disebut dengan tukar guling itu.

6. Kekhawatiran konflik dengan pendatang jika IKN baru direalisasikan

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserSuasana hutan di calon Ibu Kota Negara, Penajam Paser Utara (IDN Times/Vanny El Rahman)

Kalau saya melihat yang kita biasa disebut dengan konflik horizontal ya. Akar masalah yang menjadi konflik horizontal itu justru pada dasarnya kalau kita lihat di Kalimantan dan di beberapa tempat itu asalnya adalah karena ada ketidakpuasan, ada kekecewaan yang sangat mendalam terhadap pemerintah, terhadap perusahaan.
Masyarakat dalam situasi yang sangat tidak puas, sangat kecewa, tetapi juga yang sangat lemah. Yang akan terjadi di Paser itu adalah pihak-pihak lain yang dianggap mungkin bisa dikalahkan power-nya.

Di situ kemudian pilihannya adalah sesama rakyat Indonesia. Karena para pendatang itu juga powerless. Juga tidak dalam posisi yang jauh lebih kuat bahkan dari masyarakat adat yang ada di tempat-tempat konflik itu terjadi.

Itu yang terjadi dan saya ingatkan pemerintah untuk belajar dari kasus-kasus investasi Tiongkok di Afrika. Ketika pemerintah Tiongkok memberikan pinjaman kepada negara-negara di Afrika mereka menyasar di pembangunan infrastruktur, jalan, gedung-gedung pemerintah, segala macam.

Yang terjadi adalah seluruh bahan untuk infrastruktur itu bahkan tenaga kerja itu disuplai dari pemerintah Tiongkok. Pekerja-pekerja dari daratan Tiongkok itu banyak sekali dimobilisasi ke Afrika, bahkan sampai makanannya, bahkan sampai tukang masaknya dibawa dari Tiongkok.

Ini kemudian secara langsung menyingkirkan orang-orang lokal di Afrika. Itulah yang kemudian menimbulkan ketidakpuasan.

Orang-orang Afrika ini tidak berdaya melawan pemerintahnya apalagi mereka jauh di ibukota, mereka tidak berdaya melawan Pemerintah Tiongkok karena mereka tidak kelihatan. Yang bisa mereka sasar di lapangan ya pekerja-pekerja dari Tiongkok itu.

Melihat kekerasan dari konflik horizontal seperti itu harusnya dilihat secara struktural bahwa ada persoalan struktural yang terjadi yang memicu masyarakat itu kemudian tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan kekerasan terhadap sesamanya. Masyarakat yang tidak berdaya juga.

Seberapa jauh IKN akan mempengaruhi kebebasan masyarakat adat di sana?

Kerja sama masyarakat adat yang ada di situ bahkan sebelum ada IKN pun sudah terbatas. Dengan adanya berbagai konflik-konflik di wilayah konservasi, mereka tidak boleh mengakses. Kemudian di konsesi-konsesi perusahaan, kalau mereka tidak mau menjadi pekerja perusahaan yang mereka tidak boleh berada di situ. Bahkan bisa dianggap sebagai penduduk ilegal. Bahkan banyak sekali konflik-konflik yang sudah terjadi selama ini.

Model seperti ini akan terus terjadi kalau memang pemerintah tidak terbuka untuk berdialog untuk membangun jembatan dengan masyarakat adat. Ini harus seperti apa? Kita balik lagi, pembangunan ini kan katanya untuk rakyat Indonesia. Nah ini rakyat Indonesia yang mana?

Kecuali kalau pemerintah Indonesia sudah mengatakan bahwa masyarakat Paser bukanlah rakyat Indonesia.

7. Warga tidak menolak IKN, mereka punya harapan-harapan

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserBanjir di Penajam Paser Utara (dok.BNPB)

Itu yang tidak dibicarakan secara terbuka. Di mana mana janji pembangunan bukan hanya di IKN ketika perusahaan perusahaan masuk, waduk-waduk dibangun, janji itu adalah janji peningkatan taraf hidup, janji lapangan kerja, janji bahwa ekonomi akan semakin membaik.

Tapi kita lihat kita cek baik-baik siapa yang mendapat peningkatan taraf hidup yang betul-betul bermakna?

Masyarakat adat yang kemudian sudah menyerahkan tanahnya pertama secara kualitas ini adalah masyarakat adat yang sudah berdekade-dekade, secara struktural dipinggirkan. Tidak punya akses terhadap pendidikan yang layak, pendidikan yang berkualitas yang mampu membuat mereka menjadi apa yang dimaksud sebagai standar pembangunan sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.

Di banyak kasus-kasus di wilayah adat, pada saat masih memerlukan tenaga kerja kasar pekerjaan itu masih dipenuhi. Tetapi begitu masuk ke dalam tahap pekerjaan yang membutuhkan keahlian keahlian khusus yang hanya bisa diperoleh dari pelatihan, yang hanya bisa diperoleh dari sekolah setinggi-tingginya di situlah mulai tersingkir.

Silakan dicek, perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah adat, ada berapa persen masyarakat adat yang misalnya menjadi pegawai kantor. HRD misalnya. Apa yang menjadi top level manager sampai supervisor. Yang biasanya itu yang saya perhatikan justru masyarakat adat itu ada elitnya yang dicapture untuk menjadi humas perusahaan.

Dan inilah yang saya dengar banyak terjadi. Jadi memang direkrut banyak orang untuk keliling di kampung-kampung untuk kampanye. Jadi memang itu adalah janji-janji yang masih harus diuji kebenarannya.

Sampai pemerintah membuka proses yang secara terbuka bisa di uji asumsi asumsi itu bahwa dipastikan masyarakat adat misalnya ada kuota 30 persen untuk masyarakat adat menempati posisi posisi kunci.

Kemudian ada kuota untuk memastikan masyarakat adat anak-anaknya yang akan lahir itu bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Model beasiswa.

Ada kuota yang memastikan misalnya usaha usaha kecil masyarakat adat itu bisa disupport dan bisa diberikan layanan-layanan dan kemudahan oleh pemerintah. untuk mereka bisa memastikan bisa catching up dengan rakyat Indonesia yang lain yang jauh lebih maju.

Karena orang pas hari ini kan masyarakat adat itu dalam berbagai level, karena berbagai masalah-masalah struktural, posisinya jauh di belakang. Pendidikan rendah itu gak bisa dibandingkan dengan ASN-ASN dari Jakarta yang punya privilege. Atau anak-anak pejabat atau anak-anak dari wilayah lain yang punya privilege untuk bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Pembangunnan ibu kota di Jakarta bisa jadi pembelajaran. Kan dulu punya Betawi. Ini juga daerah yang sudah berevolusi. Diklaim juga sebagai Pasundan.

Masyarakat adatnya tampak terpinggirkan dan seolah hilang. Memang setiap ibu kota dibangun di suatu tempat akan terjadi seperti itu?

Itu tergantung dari belajar dari Jakarta kan. Pertama, memang tidak ada proteksi khusus, mekanisme proteksi khusus untuk memastikan bahwa orang-orang Betawi, masyarakat yang sudah lama berdiam di sini, sebelum Indonesia ada, bisa dipastikan untuk tidak mengalami penurunan kualitas kehidupan.

Beberapa kali saya dengar dari suara masyarakat adat Paser adalah "kami tidak mau seperti orang Betawi,"

Bagaimana supaya kami masih tetap berdaulat, masih tetap mandiri secara ekonomi, dan masih tetap bermartabat secara budaya sebagai orang Paser.

Mereka sudah berkaca dari masyarakat Betawi. Tapi itu dia, ada gerakan-gerakan, ada aksi-aksi di lapangan, di mana pemerintah banyak sekali melakukan propaganda tentang janji-janji pembangunan, janji-janji ekonomi, tidak ada informasi yang berimbang.

Informasi yang berimbang itu kan dia harus dijelaskan "oke ini akan kita lakukan di tanah mu, ini dampaknya. Kamu akan begini," jadi keuntungan dan kekurangan semua disampaikan.

Supaya masyarakat bisa secara jernih menganalisa situasinya dan kemudian berubah, ini pasti akan berubah. Tapi perubahan itu kan harus dilewati, dimasuki dan dilakukan secara sadar berdasarkan informasi yang sebenar-benarnya.

Sekarang ini kan mana pemerintah pernah mengatakan, menyampaikan informasi apa kerugiannya, jadi yang ada sekarang ini kan hanya untungnya aja yang dibicarakan tentang IKN. Tapi buntungnya tidak pernah dibicarakan.

8. Sementara RUU Masyarakat belum rampung, apakah tepat memindahkan IKN?

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserSekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Rukka Sombolinggi (IDN Times/Kevin Handoko)

Kalau urusan pemindahan ibu kota, kalau pindah itu kan pasti akan ada dalam wilayah Indonesia. Gak mungkin kita memindahkan ibukota ke negara lain. Gak mungkin kita memindahkan ibukota ke Singapura, atau ke Malaysia, atau ke Papua Nugini, atau ke Australia. Gak mungkin.

Pasti itu ke dalam wilayah Indonesia. Persoalan yang harus dipastikan adalah bagaimana mekanisme dan proses-proses itu bisa berjalan supaya tidak merugikan masyarakat yang ada di situ.

Yang sekarang ini kalau kita lihat, termasuk omnibus law yang ada saat ini justru berbahaya dan justru akan kemungkinan bisa ketika digunakan untuk konteks ibu kota untuk menciptakan lapangan lapangan kerja katanya, yang kami sebutkan Omnibus Cilaka itu, nanti ini digunakan untuk "Sudah, gak ada siapa-siapa di sini,"

Faktor yang disebut dengan berkelanjutan dan berkeadilan itu gak perlu ada karena ada omnibus law, demi investasi yang memang beri karpet merah buat para investor. Memindahkan ibu kota tidak boleh seperti itu. Sehingga undang-undangnya pun, Undang-Undang IKN ini harus memastikan bagaimana bisa melindungi pihak-pihak bagian dari negara Indonesia, rakyat Indonesia yang dalam situasi paling rentan dalam pemindahan ibu kota ini. Karena merekalah yang justru harus mendapat perlindungan.

9. Soal berlarut-larutnya pembahasan RUU Masyarakat Adat

[Wansus] Sekjen AMAN: Pemerintah Harus Akui Lahan Adat Suku PaserSekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Rukka Sombolinggi (IDN Times/Kevin Handoko)

Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat ini kan sudah 10 tahun ada di DPR. mulai dari dulu dibahas sebagai usulan dari PDIP kemudian dibahas di DPR jatuh di tangan pemerintah, pemerintah tidak bekerja.

Kemudian di masa pemerintahan Presiden Jokowi di periode pertama juga, meskipun Presiden Jokowi berjanji, tapi janji itu tidak terpenuhi dan lagi-lagi tidak terpenuhi karena pasukan pemerintah Presiden Jokowi, kementerian-kementerian yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi justru tidak mengerjakan perintah presiden untuk memberikan DIM yang akan menjadi bahan untuk lanjut bekerja di DPR.

Jadi justru situasi seperti inilah yang kita melihat bagaimana sebenarnya pemerintah menunjukkan sikapnya. Bagaimana sebenarnya rezim ini, Presiden Jokowi menunjukkan sikapnya.

Memang jelas-jelas dengan ada IKN, dengan ada undang-undang pertanahan yang tahun lalu untungnya dihentikan, dan adanya Undang-Undang omnibus bahwa presiden ini, pemerintah ini, periode ini memang untuk investor. Bukan untuk rakyat Indonesia. Apalagi untuk masyarakat adat.

 

Baca Juga: Dikejar Makelar, Melonjaknya Harga Tanah di Calon Ibu Kota Negara

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya