Keren! Naskah Keagamaan Masih Bertahan di Sulawesi, Ini Penjelasannya

Naskah keagamaan jadi hal fundamental dalam berkehidupan

Jakarta, IDN Times - Naskah keagamaan dalam tradisi dan sejarah masyarakat Sulawesi Selatan serta Sulawesi Barat merupakan hal fundamental yang menjadi dasar dalam bersikap, berperilaku, bermasyarakat, sekaligus menjadi nilai idealitas kehidupan secara luas. 

Makna dan keberadaan naskah keagamaan menunjukkan tetap relevan dalam menjalani kehidupan dan persoalan kekinian dalam upaya membangun jati diri dan penguatan karakter bangsa, sekaligus nilai yang mampu digunakan untuk menjalani kehidupan dan tantangan masa mendatang.

Karena itu, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar melakukan riset terkait naskah-naskah keagamaan yang masih bertahan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Yuk disimak!

1. Terdapat naskah terbuka dan tertutup

Keren! Naskah Keagamaan Masih Bertahan di Sulawesi, Ini PenjelasannyaIlustrasi naskah keagamaan. (inspaonline.com)

Berdasarkan hasil penelitian yang mendalam dengan berbagai metode analisis yang dipergunakan, temuan penelitian ini adalah terdapat naskah yang terbuka dan naskah yang tertutup. 

Naskah terbuka adalah naskah yang dibacakan pada ritual tertentu, seperti naskah Hikayat Syekh Yusuf yang dibacakan pada ritual nazar dan tolak bala kampung, Barakong dibacakan pada ritual untuk doa pembawa berkah dan tolak bala, dan Miqrajeq dibacakan untuk memperingati Isra Miraj Nabi Muhammad saw pada bulan Rajab.

Selain itu, ada juga naskah Jayalangkara yang dibacakan pada acara takziah, Meong Palo Karellae dibacakan pada ritual maddoja bine (menidurkan benih padi), dan naskah Lagaligo dibacakan pada tradisi maddoja bine (menidurkan benih padi), akikah, memasuki rumah baru, serta malam pesta pra-akad nikah.

Naskah yang digunakan sebagai pembelajaran secara terbuka adalah naskah Lontaraq Adeq-Adeqna Sawitto yang menekankan tentang pesan moral, naskah Sharafa Galappo yang menekankan pada dasar tata cara pembelajaran bahasa Arab, dan Kondowa na Bintapu yang mengajarkan tentang fikih. 

Untuk naskah tertutup yaitu Lontaraq Assilakabineng yang berisi tentang pengetahuan seksualitas yang berakhlak di masyarakat Bugis. Kesepuluh naskah keagamaan yang dikaji, sebagian besar naskah masih bertahan di masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat yang berpengaruh terhadap kehidupan spiritual masyarakat agraris dan pesisir. 

Adapun corak keberagaman naskah-naskah yang ada lebih pada pengaruh Islam yang bersentuhan dengan budaya lokal setempat.

Baca Juga: Kemenag Sumsel Izinkan Calon Jemaah Tarik Uang Pelunasan Haji

2. Naskah masih terpelihara dan berguna

Keren! Naskah Keagamaan Masih Bertahan di Sulawesi, Ini PenjelasannyaIlustrasi naskah keagamaan (IDN Times/Mohamad Ulil Albab)

Selain itu, temuan lainnya dari penelitian ini adalah transformasi dan ketergunaannya. Kesepuluh naskah yang menjadi korpus penelitian di masyarakat saat ini (modern) semuanya masih terpelihara dan berguna dalam masyarakat ketika naskah ini dibacakan, diperdengarkan, dan diajarkan. 

Akan tetapi, ketergunaan dan keberadaan naskah mengalami transformasi pada tingkat pelaksanaan tradisi ritual pembacaan naskah yang semakin menurun seiring dengan zaman yang serba modern. Pengenalan manuskrip dan aksaranya semakin terbatas pada generasi millennial, begitu pun dengan pembaca naskah yang usianya sudah sepuh dan minimnya regenerasi pembaca naskah. 

Padahal, kesepuluh naskah keagamaan yang telah dikaji mengandung nilai-nilai yang sangat kompleks, melingkupi segenap cara berpikir masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat dalam memandang dunia dan menjalani kehidupan. Esensi ajaran dari masa lalu, kehidupan masa kini, dan yang akan datang berakar dan termuat dalam naskah.

3. Rekomendasi kebijakan naskah keagamaan

Keren! Naskah Keagamaan Masih Bertahan di Sulawesi, Ini PenjelasannyaIlustrasi naskah keagamaan. (blasemarang.kemenag.go.id)

Substansi dari warisan naskah-naskah keagamaan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat layak menjadi dasar menghadapi tantangan dalam konteks kekinian, baik dalam ruang lokal, nasional maupun global. 

Transformasi keagungan dari naskah-naskah keagamaan itu harus menjadi dasar yang diperlukan dalam menyikapi dan mendukung pembangunan karakter bangsa di segala aspek kehidupan. Untuk mewujudkannya diperlukan berbagai usaha konkret yang tertuang dalam rekomendasi dari hasil riset yang dikeluarkan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar, yakni sebagai berikut.

  • Penulisan ulang (reproduksi) naskah Hikayat Syekh Yusuf; Lontaraq Akkalebineng; Lontara Adeq-adeqna Sawitto; Barakong; Sarafa’ Galappo; Kondowa na Bintapu; Mi’raje; Jayalangkara; Meong Palo Karellae; dan Naskah La Galigo oleh Balai Penelitian Agama. Kemudian diterbitkan dan disebarluaskan kepada komunitas pengguna naskah tersebut.
  • Naskah-naskah pada penelitian ini merupakan naskah kehadirannya sangat penting dalam suatu ritual dan pembelajaran keagamaan yang dapat dijadikan sebagai media pembentukan karakter bagi generasi muda yang ikut dalam prosesi tersebut, maka pembinaan yang berkenaan dengan hal tersebut, perlu dilakukan secara berkesinambungan.
  • Hal-hal yang belum dilakukan pada penelitian ini, baik dari segi metodologi sebagai prosedur penelitian, maupun hal-hal lain diharapkan memberi ruang bagi peneliti lain untuk melakukan kajian yang sama pada situasi yang berbeda.
  • BLA (Balai Litbang Agama) diharapkan melakukan peran aktif untuk melakukan pencatatan dan pemberdayaan terhadap komunitas adat pelaksana ritual sebagai salah satu agen dalam mempertahankan naskah-naskah keagamaan.
  • Diperlukan inovasi teknik secara khusus dalam pembelajaran naskah khususnya Sarafa Galappo dengan mengadopsi teknik dan metode pembelajaran modern tanpa mengabaikan metode tradisional seperti sorogan yang dianggap masih relevan dan mampu menghasilkan qari-qari kutub turats.
  • Teks-teks naskah yang mengandung pesan-pesan moral perlu dibuatkan wadah publikasi yang dikemas lebih menarik.
  • Perlu diadakan proses penerjemahan, perekaman/digitalisasi/ audio pembacaan agar dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat secara luas.
  • Perlu digalakkan promosi dan publikasi mengenai manuskrip kepada generasi millennial sehingga kekayaan Nusantara ini tidak terputus di generasi penggunanya.
  • Perlu dilakukan pelatihan pembacaan naskah pada generasi sekarang mengingat para pembaca naskah dominan dari kalangan tua yang sudah sepuh.
  • Teks-teks naskah yang telah dikaji perlu dikemas kembali untuk dijadikan bahan ajar di sekolah-sekolah. (WEB)

Baca Juga: Pandemik COVID-19 Masih Jadi Ancaman, Begini Kebijakan Pesantren

Topik:

  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya