Deret Pasal Pidana di UU PDP: Penjara 5 Tahun hingga Denda Rp6 Miliar

Pembuat data palsu juga bisa dipidana

Jakarta, IDN Times — DPR RI baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna pada hari ini, Selasa (20/9/2022).

Beleid usulan pemerintah ini diharapkan bisa melindungi data pribadi masyarakat Indonesia dari serangan hacker atau pembobolan data.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate, menilai UU PDP menjadi payung hukum bagi perlindungan data pribadi di Indonesia. Dengan pengesahan beleid ini, pihaknya bisa lebih mengawasi penggunaan data pribadi di perseorangan atau korporasi.

“Apabila terjadi insiden data pribadi, kebocoran data pribadi, maka yang akan dilakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara data pribadi, apakah mereka telah melaksanakan sesuai UU PDP, jika tidak maka mereka diberikan berbagai jenis sanksi sebagaimana yang diatur UU PDP,” kata Johnny di Kompleks Senayan, Selasa (20/9/2022).

Lantas bagaimana UU PDP mengatur penggunaan data pribadi?

1. UU PDP atur kewajiban pengendali data pribadi

Deret Pasal Pidana di UU PDP: Penjara 5 Tahun hingga Denda Rp6 Miliarilustrasi KTP-el (dispendukcapil.surakarta.go.id)

Pasal 27 UU PDP mengatur kewajiban pengendali data pribadi untuk melakukan pemroresan data pribadi secara terbatas, spesifik, sah secara hukum, dan transparan. Pengendali data pribadi juga diwajibkan melakukan pemroresan data pribadi sesuai tujuan pemberian data pribadi.

Artinya, beleid ini mengatur penggunaan data pribadi lebih spesifik oleh korporasi atau perorangan. Pengendali data pribadi juga wajib menjaga kerahasiaan data pribadi.

“Pengendali Data Pribadi wajib melindungi Data Pribadi dari pemrosesan yang tidak sah,” kutip pasal 38 beleid tersebut.

Baca Juga: UU PDP, Menkominfo Yakin Bisa Lindungi Data dari Serangan Hacker

2. Pasal-pasal pidana dalam UU PDP

Deret Pasal Pidana di UU PDP: Penjara 5 Tahun hingga Denda Rp6 MiliarIlustrasi KTP, salah satu dokumen syarat perpanjangan SIM A (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Ketentuan pidana dalam UU PDP diatur dalam pasal 67, 68, 69, 70, 71, 72, dan 73.

Berat hukuman pidana yang dibakal dijatuhkan akibat kebocoran data atau penyalahgunaan data bervariasi mulai dari pidana penjara hingga denda.

Dalam Pasal 67 ayat (1), pidana bagi setiap orang yang menyalahgunakan data pribadi sehingga mengakibatkan kerugian pemilik data bisa dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Kemudian dalam Pasal 67 ayat (2), diatur juga pemidanaan bagi setiap orang yang mengungkapkan data pribadi bukan miliknya sehingga menimbulkan kerugian subjek data pribadi, dipidana dengan pemenjaraan paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp4 miliar.

Pemidanaan bagi pembuat data pribadi palsu juga diatur dalam Pasal 68.

“Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud … dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar,” kutip pasal tersebut.

Kemudian, selain dijatuhi hukuman pidana, pihak berwajib juga bisa menjatuhkan pidana tambahan sesuai Pasal 69 UU PDP. Pelaku penyalahgunaan data atau pembobolan data bisa dikenakan pidana tambahan berupa perampasan kentungan dan atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.

3. Beda jerat pidana untuk korporasi

Deret Pasal Pidana di UU PDP: Penjara 5 Tahun hingga Denda Rp6 MiliarMenteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

UU PDP mengatur pembedaan tindak pidana bagi perseorangan dan korporasi. Khusus untuk korporasi, tindak pidana yang dijatuhkan hanya pidana denda, sesuai dengan Pasal 70 ayat (2).

“Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda,” ujarnya.

Korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana, pembekuan seluruh aset atau sebagian usaha korporasi, pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu, hingga pencabutan izin.

Baca Juga: Heboh Bjorka, Ini Besaran Gaji Hacker yang Bisa Bikin Kamu Ngiler

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya