ICW Catat Kontroversi DPR: Anggaran Janggal, Konflik Kepentingan PDIP

ICW sorot anggaran proyek pengadaan barang di DPR

Jakarta, IDN Times — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ragam kontroversi DPR RI selama tiga tahun terakhir (2019-2022). ICW menilai DPR RI justru lebih sering tampak karena kontroversi, bukan produk kebijakan.

“Selama tiga tahun terakhir hal yang paling sering tampak dari DPR RI adalah rangkaian kontroversi. Bukannya menjalankan fungsi sebagai produsen legislasi, pengawas pemerintah, atau penganggaran, anggota dewan justru larut dengan tindakan menyimpang,“ kata peneliti ICW, Wana Alamsyah, Rabu (26/10/2022).

1. Kontroversi oleh anggota PDIP: Publikasi Sprinlidik KPK dan tim hukum

ICW Catat Kontroversi DPR: Anggaran Janggal, Konflik Kepentingan PDIPPolitikus PDIP, Masinton Pasaribu saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/7/2022). (IDN Times/Melani Putri)

Pada awal tahun 2020 lalu, KPK menangani perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Komisioner KPU dan calon anggota legislatif PDIP, Harun Masiku.

Anggota DPR RI yang juga politikus PDIP, Masinton Pasaribu saat itu mempertontonkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) KPK. Padahal, Sprinlidik adalah informasi rahasia yang tidak boleh dipublikasikan.

“Patut diingat, berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Sprinlidik masuk pada kategori informasi yang dirahasikan karena bersinggungan dengan proses penegakan hukum. Bahkan regulasi itu turut mencantumkan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang mengumbar informasi tersebut,” ujar Wana.

Selain itu Fraksi PDIP di DPR RI juga disorot karena pembentukan tim hukum PDIP dalam sengkarut perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku. PDIP saat itu membentuk tim hukum dipimpin anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta.

Diketahui, tim tersebut melakukan sejumlah langkah, salah satunya menyambangi Dewan Pengawas KPK guna melaporkan dugaan pelanggaran kode etik pegawai.

“Hal ini tentu janggal, terutama adanya keterlibatan anggota DPR RI dalam tim tersebut. Sebab, hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan mengingat komisi hukum juga menjalankan fungsi pengawasan terhadap KPK,” kata Wana.

Baca Juga: ICW Sebut Jokowi Lindungi eks Wakil Ketua KPK Lili dari Kasus Etik

2. Pemberhentian hakim konstitusi Aswanto

ICW Catat Kontroversi DPR: Anggaran Janggal, Konflik Kepentingan PDIPKetua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul di Ruang Fraksi PDIP DPR RI, Selasa (12/7/2022). (IDNTimes/Melani Putri)

Di tahun 2022, DPR disorot karena dianggap mengintervesi sebab alasan politis dalam keputusan pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto. Saat itu, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto, mengutarakan alasan di balik pemberhentian itu karena Aswanto kerap menganulir produk hukum legislatif.

“Hal ini tentu cara pandang yang keliru dan tak berdasar hukum. Sebagaimana diketahui langkah DPR itu menabrak ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 terkait kemerdekaan lembaga kekuasaan kehakiman,” ujarnya.

Selain itu, Wana juga menyinggung mekanisme pemberhentian atau evaluasi yang hakim konstitusi yang tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, pemberhentian Hakim MK dilakukan bukan oleh lembaga pengusul (DPR) yakni oleh ketua MK.

“Misalnya, tata cara pemberhentian hakim bukan melalui lembaga pengusul, melainkan dari Ketua Mahkamah Konstitusi yang menyurati Presiden karena adanya kekosongan hakim,” tuturnya.

3. Deret anggaran janggal DPR

ICW Catat Kontroversi DPR: Anggaran Janggal, Konflik Kepentingan PDIPSuasana Kompleks Parlemen Senayan di Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

Sejumlah anggaran janggal juga menjadi sorotan ICW kepada kinerja DPR selama dua tiga tahun terakhir.

Anggaran janggal DPR RI yang menyita perhatian yakni proyek pergantian gorden dan blind rumah dinas anggota DPR RI senilai Rp48,7 miliar.

“Menariknya, tidak terdapat informasi jelas mengenai volume pekerjaan tersebut. Tentu hal itu tidak sesuai dengan prinsip transparansi informasi dalam pengadaan barang/jasa,” ucap Wana.

Selain itu, DPR juga sempat menganggarkan Rp2,09 miliar untuk pengadaan multivitamin untuk para pegawai Sekretariat Jenderal DPR, dan Rp4,5 miliar untuk pengecetan dome Gedung Nusantara. DPR RI juga pernah menganggarkan Rp955 juta untuk pencetakan kalender.

“Meskipun beberapa diantaranya sudah dibatalkan, namun kejadian itu memperlihatkan ketiadaan sense of crisis dari lembaga legislatif terhadap masyarakat terdampak pandemi COVID-19,” pungkasnya.

Baca Juga: Kritik Walhi untuk DPR: Tak Ada RUU Perubahan Iklim, Kami Kecewa!

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya