Siti Nurbaya: Mitigasi Perubahan Iklim Kerap Terkendala Politik

Siti Nurbaya klaim Indonesia fokus mitigasi perubahan iklim

Jakarta, IDN Times — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, menyebut aksi mitigasi perubahan iklim di lapangan sering terkendala hal teknis dan politis.

Hal itu dia sampaikan dalam sambutannya di pembukaan Paviliun Indonesia venue Tonino Lamborghini, Sharm El Sheikh International Congress Center, dalam rangkaian COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir, Minggu (6/11/2022).

“Terkadang dalam aksi mitigasi dan adaptasi aksi iklim di lapangan mengalami keterbatasan serta tantangan mencakup dimensi politik dalam pengambilan keputusan, serta adanya perselisihan karena kepentingan prioritas sosial-ekonomi dan lingkungan,” kata Siti.

1. Sebut ada paradoks dalam relevansi sosial

Siti Nurbaya: Mitigasi Perubahan Iklim Kerap Terkendala PolitikMenteri LHK Siti Nurbaya. (Dok/KLHK)

Siti menilai kondisi itu merupakan paradoks dalam menunaikan tanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan lingkungan.

Menurutnya ada ketidaksesuaian dalam relevansi sosial, sehingga tindakan sebuah kebijakan menjadi kurang efektif.

“Terkadang ini menjadi paradoks, bentuk ketidaksesuaian dalam relevansi sosial, sehingga kurang efektifnya kebijakan menjadi tindakan. Untuk itu, aksi bersama tentang perubahan iklim membutuhkan pemimpin untuk memandu aksi,” ucap dia.

Baca Juga: Sekjen PBB Sebut Dunia Sedang Menuju Neraka Iklim

2. Indonesia diklaim fokus mitigasi perubahan iklim melalui FOLU Net Sink

Siti Nurbaya: Mitigasi Perubahan Iklim Kerap Terkendala PolitikIlustrasi Polusi Udara. (IDN Times/Anata)

Siti mengklaim Indonesia telah memiliki pendirian yang kuat dalam agenda perubahan iklim, yang ditunjukkan dengan berbagai kebijakan dan aksi iklim.

Dia mengaku Indonesia juga siap berbagi pengalaman dengan negara lainnya di dunia berbasiskan hasil kerja nyata.

"Kami telah berbagi dan akan selalu membagikan pengalaman dari apa yang kami janjikan dan terapkan, bahwa orang lain dapat melakukannya. Kami mendorong setiap bangsa bekerja sama mengambil tindakan lebih jauh dan lebih berani untuk bumi kita," ucap Siti.

Siti kemudian menyinggung program kebijakan FOLU Net Sink 2030 melalui Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, Tata Kelola Lingkungan, dan Tata Kelola Karbon.

Selain konservasi dan pengelolaan hutan lestari, fokus pemerintah juga pada perlindungan dan restorasi lahan gambut, sink enhancement dengan mempercepat aforestasi, dan reboisasi lahan kritis di luar dan di dalam kawasan hutan, revegetasi perkotaan, keberhasilan replikasi ekosistem, dan rehabilitasi eko-riparian.

“Semua ini dilakukan dengan pelibatan peran pemerintah pusat dan daerah, akademisi, NGO, swasta dan kemitraan lintas sektoral. Semua elemen Bangsa diajak bekerja sama menyelamatkan bumi dengan mengembangkan aksi iklim nyata dan komitmen yang lebih kuat, serta jejaring yang lebih luas," ucap Siti.

3. Walhi kritik pemerintah tak punya RUU Perubahan Iklim

Siti Nurbaya: Mitigasi Perubahan Iklim Kerap Terkendala PolitikMenteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar di Cop 4.2 (IDN Times/Aryodamar)

Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Satrio Manggala, mengkritik peran legislasi DPR yang dinilai mengesampingkan perubahan iklim.

Padahal, menurut Walhi, DPR mempunyai peran penting untuk membuat kebijakan mencegah perubahan iklim yang mengancam kehidupan rakyat Indonesia.

Satrio menyorot kekosongan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Iklim sebagai aturan yang mengatur pengendalian dan pencegahan kerusakan iklim. Menurut Walhi, DPR hanya fokus pada kuantitas produk legislasi, bukan kualitasnya.

“Dari fungsi legislasi yang kami kecewakan adalah DPR tidak bertindak secara progresif untuk menciptakan satu regulasi yang jadi kebutuhan, salah satunya RUU Perubahan Iklim, ada yang pernah dengar? Gak ada,” kata Satrio.

Satrio menyoroti kualitas produk legislasi yang sejauh ini sudah dibuat oleh DPR. Menurut dia, produk legislasi itu hanya menguntungkan segelintir kelompok.

Dari sektor kelestarian lingkungan, produk legislasi yang dibuat DPR justru tak mengedepankan unsur lestari dan tak memprioritaskan masyarakat.

“Yang mereka pikirkan adalah bagaimana menjawab kebutuhan investasi untuk masuk, bagaimana mengeruk sumber daya alam,” kata Satrio.

Baca Juga: Kritik Walhi untuk DPR: Tak Ada RUU Perubahan Iklim, Kami Kecewa!

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya