Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tito Karnavian
Mendagri, Muhammad Tito Karnavian dorong peran aktif pemda sukseskan program PSEL. (Dok. Puspen Kemendagri)

Intinya sih...

  • Mendagri Tito menegaskan, dirinya belum bisa memberikan jawaban, karena masih belum ada data resmi dari pihak terkait. Namun ia menekankan perlu ada investigasi lebih lanjut dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas.

  • Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebut kayu gelondongan yang hanyut terseret banjir di Sumatra Utara diduga berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang berada di areal penggunaan lain (APL).

  • WALHI Sumatra Utara menyebut tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, menanggapi soal munculnya gelondongan kayu di tengah bencana yang melanda Pulau Sumatra. Fenomena ini menjadi viral karena diduga kayu-kayu berukuran besar itu berasal pembabatan hutan (illegal logging) yang jadi penyebab bencana.

Tito mengaku belum mengetahui asal muasal kayu tersebut. Ia tak menampik fenomena ini munculkan berbagai persepsi publik.

"Kalau masalah kayu gelondongan, saya jujur aja belum tahu jawabannya. Ada yang berkembang bahwa itu katanya illegal logging, ada juga yang itu katanya kayu yang sudah lapuk. Itu belum tahu," kata dia menjawab pertanyaan IDN Times saat jumpa pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).

1. Mendagri belum mendapatkan data resmi dan tekankan perlu investigasi

Warga satu persatu melewati jembatan kayu darurat (dok.Pendam I/BB)

Tito menegaskan, dirinya belum bisa memberikan jawaban, karena masih belum ada data resmi dari pihak terkait. Namun ia menekankan perlu ada investigasi lebih lanjut dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas.

"Saya gak bisa menjawab sesuatu yang saya sendiri belum melihat, mendapatkan data resmi, dan itu saya perlu investigasi dari aparat penegak hukum yang ada di sana. Kami gak bisa menjawabnya dulu sekarang," tuturnya.

2. Kemenhut sebut gelondongan kayu terbawa banjir di Sumut dari PHAT

Penebangan kayu ilegal atau illegal logging. (dok. Kementrian Hutan)

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebut kayu gelondongan yang hanyut terseret banjir di Sumatra Utara diduga berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang berada di areal penggunaan lain (APL).

Hal tersebut diungkap Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho merespons video kayu gelondongan yang viral di media sosial.

"Kita deteksi itu dari PHAT di APL, area penebangan yang kita deteksi dari PHAT itu di APL, memang secara mekanisme untuk kayu-kayu yang tumbuh alami itu mengikuti regulasi kehutanan dalam hal ini adalah SIPU, Sistem Informasi Penataan Hasil Hutan," kata Dwi Januanto Nugroho di Kemenhut, Jumat, 28 November 2025.

3. Kayu yang sudah lapuk terbawa arus

Material kayu yang terbawa arus saat banjir bandang di Kota Padang (Foto: BNPB)

Dwi menduga, kayu yang terbawa arus merupakan bekas tebangan yang sudah lapuk, dan kemudian terseret banjir. Namun demikian, Gakkum Kemenhut mesih perlu mendalaminya lebih lanjut.

Dia mengakui Gakkum Kemenhut kerap melakukan operasi membongkar modus operandi pencucian kayu ilegal hasil pembalakan liar melalui PHAT.

Termasuk menemukan sejumlah kasus di wilayah yang sekarang terdampak banjir di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

Dwi pun tak membantah kemungkinan kayu-kayu tersebut merupakan hasil pencucian kayu ilegal lewat skema PHAT.

"Kawan-kawan masih ngecek, ya tapi kita sinyalir ke situ," jelasnya.

Sementara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Utara menyebut tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli.

Bencana tersebut paling parah melanda wilayah-wilayah yang berada di Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru), yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga.

Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatra Utara. Secara administratif, 66,7 persen berada di Tapanuli Utara, 22,6 persen di Tapanuli Selatan, dan 10,7 persen di Tapanuli Tengah.

Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat Daerah Aliran Sungai (DAS) menuju wilayah hilir.

“Kami mengindikasikan tujuh perusahaan sebagai pemicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, lewat keterangan tertulisnya, Jumat.

Rianda menjelaskan, ketujuhnya beroperasi di atau sekitar ekosistem Batang Toru, habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatra, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.

Editorial Team