Material kayu yang terbawa arus saat banjir bandang di Kota Padang (Foto: BNPB)
Dwi menduga, kayu yang terbawa arus merupakan bekas tebangan yang sudah lapuk, dan kemudian terseret banjir. Namun demikian, Gakkum Kemenhut mesih perlu mendalaminya lebih lanjut.
Dia mengakui Gakkum Kemenhut kerap melakukan operasi membongkar modus operandi pencucian kayu ilegal hasil pembalakan liar melalui PHAT.
Termasuk menemukan sejumlah kasus di wilayah yang sekarang terdampak banjir di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Dwi pun tak membantah kemungkinan kayu-kayu tersebut merupakan hasil pencucian kayu ilegal lewat skema PHAT.
"Kawan-kawan masih ngecek, ya tapi kita sinyalir ke situ," jelasnya.
Sementara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Utara menyebut tujuh perusahaan sebagai pihak yang diduga menjadi penyebab utama bencana ekologis yang melanda kawasan Tapanuli.
Bencana tersebut paling parah melanda wilayah-wilayah yang berada di Ekosistem Harangan Tapanuli (Ekosistem Batang Toru), yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga.
Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatra Utara. Secara administratif, 66,7 persen berada di Tapanuli Utara, 22,6 persen di Tapanuli Selatan, dan 10,7 persen di Tapanuli Tengah.
Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, mencegah banjir dan erosi, serta menjadi pusat Daerah Aliran Sungai (DAS) menuju wilayah hilir.
“Kami mengindikasikan tujuh perusahaan sebagai pemicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, lewat keterangan tertulisnya, Jumat.
Rianda menjelaskan, ketujuhnya beroperasi di atau sekitar ekosistem Batang Toru, habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatra, tapir, dan spesies dilindungi lainnya.