Jakarta, IDN Times - Selain identik sebagai tokoh bangsa dan cendekiawan Islam, Ahmad Syafii Maarif juga dikenal vokal dalam mendukung pemberantasan korupsi. Pria yang akrab disapa Buya Syafii itu pernah terlibat menjadi anggota panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2010. Dari sana terpilih Abraham Samad yang menjadi ketua komisi rasuah pada 2011-2015.
Buya Syafii pada 2011 lalu juga pernah menjadi anggota komisi etik KPK. Ia dan pakar hukum Nono Anwar Makarim menjadi unsur eksternal organisasi yang duduk di dalam komisi etik.
Di saat isu pelemahan komisi antirasuah dengan melakukan revisi UU bergulir pada 2019, Buya Syafii tidak tinggal diam. Ia termasuk pihak yang mengkritisi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan DPR, lantaran tak mengajak pimpinan KPK ketika itu untuk mendiskusikan poin-poin yang perlu direvisi di UU Nomor 30 Tahun 2002 tersebut.
"Kelemahannya kemarin, prosedurnya. KPK tidak diajak berunding oleh Menteri HAM dan DPR," ujar Buya Syafii di Istana Negara kepada media pada September 2019.
Bahkan, Buya Syafii tegas menyebut meski KPK bukan lembaga yang suci, tetapi wajib dibela publik. "KPK itu wajib dibela dan diperkuat. Meski KPK itu bukan badan yang suci. Harus diingat itu," tutur dia, ketika itu.
Namun, Buya Syafii tak membicarakan soal kritiknya itu secara khusus kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Istana Negara. Ia diundang ke Istana ketika itu untuk memberikan masukan soal penyusunan kabinet periode kedua kepemimpinan Jokowi.
Meski kini kinerja komisi antirasuah sudah menurun drastis, Buya Syafii menolak KPK dirobohkan. Apa alasannya menolak agar KPK dibubarkan?