Sembahyang leluhur umat Buddha. IDN Times/Sherlina Purnamasari
Salah seorang warga, Yani Sidharta, mengaku rutin sembahyang di wihara tersebut dua kali dalam setiap bulan.
“Bentuknya berubah, dulu kan di belakang, sekarang di belakang lagi renovasi, jadi [tempat sembahyang] pindah ke atas,” ucap Yani saat ditanya IDN Times mengenai perubahan bentuk bangunan Wihara Dharma Bakti, Selasa, 6 Februari 2024.
Ada yang sembah sujud atau dinamakan dalam bahasa Khow Sou (叩首) dalam Bahasa Tionghoa. Hal ini menjadi ritual penting ketika sembahyang untuk memfokuskan hati umat kepada Sang Dewi. Tidak hanya itu, warga juga diberikan tempat untuk bersembahyang kepada leluhur.
Selain untuk beribadah, wihara ini juga menjadi destinasi yang wajib dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara.
Masyarakat yang beribadah di wihara tersebut juga memiliki tradisi kuno, meminta ramalan oleh seorang Suhu untuk membaca nasib dan peruntungan seseorang pada pergantian tahun. Tradisi ini dinamakan Ciam Si.
“Ciam Si itu kayak kocok nomor, itu kan ada kayak satu kertas bacaannya artinya apa, itu biasanya ada Bahasa Mandarinnya sama bahasa yang lumayan puitis, nah biasanya mereka (pengunjung) nanya ke Suhu langsung buat dilihat artinya gimana,” jelas Hani.
Pada 2024, Imlek 2575, Wihara Dharma Bakti menyelenggarakan Sembahyang Thai Swe kepada Dewa Li Seng. Uniknya, setiap warga dengan Shio berbeda perlu membawa buah tangan yang sudah ditetapkan dari wihara.
Shio naga, anjing, kerbau, dan kambing, diminta membawa tiga macam buah dan tiga macam kue. Kemudian, untuk shio tikus diminta membawa tahu, telur, dan samcan atau daging babi tiga lapis yang dimasak dengan kecap. Selanjutnya, shio monyet perlu membawa lima macam buah dan kue. Untuk shio macan, dapat membawa ayam, ikan, dan daging.