Ilustrasi jet tempur membentuk formasi arrow head untuk fly pass di HUT RI (www.tni-au.mil.id)
Sejumlah pihak menyayangkan bila Prabowo jadi membeli alutsista bekas. Tetapi, dalam pandangan analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, TNI menghadapi dilema untuk perbaruan.
Menurut Fahmi, proses belanja alutsista kembali bisa diaktifkan pada Renstra III. Sebab, sebelumnya, sudah ada sejumlah pembelian alutsista yang mandeg. Sehingga, ada perbedaan yang sangat jauh dari capaian Minimum Essential Force (MEF) dengan rencana awal.
"Adanya delay ini menyebabkan ada gap antara kekuatan faktual dengan kebutuhan. Untuk cukup kebutuhan ini, kita harus belanja. Tentu saja idealnya beli yang baru. Masalahnya (alutsista) yang baru itu datangnya tiga sampai empat tahun kemudian usai dibayar," ungkap Fahmi kepada IDN Times melalui pesan pendek.
Sedangkan, kata dia, kebutuhan faktual TNI tidak bisa ditunda. Di sisi lain, jet tempur milik Indonesia yang siap tempur juga sangat terbatas.
"Celah ini mendesak untuk secepatnya diatasi. Ya, betul kita sudah pesan jet tempur Rafale. Tapi, kan paling cepat jet tempur itu tiba pada 2026. Selama masa transisi ini diperlukan kekuatan penopang," tutur dia.