Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
20250709_154225.
The Temple of Heaven di Beijing China. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Temple of Heaven berdiri di lahan seluas 273 hektarBangunan kuil yang sudah ditetapkan menjadi warisan budaya UNESCO ini masih berdiri kokoh menyambut jutaan wisatawan yang berkunjung setiap harinya. Wisatawan datang dari seluruh pelosok negeri tirai bambu dan belahan dunia lainnya.

  • Ada pohon cemara berusia ratusan tahunSetiap harinya, Temple of Heaven beroperasi mulai pukul 06.00 hingga 22.00 waktu setempat. Di dalam kompleks ini terdapat total 92 bangunan kuno dengan 600 ruangan. Pengunjung juga akan melihat beberapa pohon yang sudah berusia ratusan tahun.

  • Temple of Heaven menjadi situs warisan dunia yang dilindungiAlt

Beijing, IDN Times - Ratusan bus berjejer di pelataran Temple of Heaven pada Rabu (9/7/2025) sore waktu setempat. Jutaan warga mengantre masuk ke dalam kompleks kuil untuk melihat bangunan ikonik yang berdiri sejak kekaisaran Dinasti Ming dan Qing.

Menyusuri lorong menuju pintu masuk kawasan Temple, wisatawan lokal ternyata sudah memadati area tersebut. Maklum, sekolah di China saat ini tengah memulai liburan musim panas.

Mereka begitu antusias berkunjung sekaligus mempelajari warisan kekaisaran kuno China.

Tak ketinggalan, beberapa wisatawan asing dari berbagai manca negara juga tampak antusias menunggu giliran masuk ke dalam kawasan kuil. Mereka pengin melihat kemegahan bangunan yang telah berdiri ratusan abad silam.

Temple of Heaven sendiri merupakan salah satu destinasi favorit bagi warga lokal saat musim liburan sekolah tiba.

Bicara sejarahnya, The Temple of Heaven di era kekaisaran Dinasti Ming dan Qing (1368–1911 M), digunakan sebagai lokasi untuk mempersembahkan kurban kepada surga, sekaligus tempat berdoa memohon panen yang melimpah.

IDN Times berkesempatan untuk napak tilas menyusuri salah satu bangunan bersejarah di Beijing tersebut.

1. Temple of Heaven berdiri di lahan seluas 273 hektar

The Temple of Heaven di Beijing China. (IDN Times/Amir Faisol)

Bangunan kuil yang sudah ditetapkan menjadi warisan budaya UNESCO ini masih berdiri kokoh menyambut jutaan wisatawan yang berkunjung setiap harinya. Biasanya mereka datang dari seluruh pelosok negeri tirai bambu dan belahan dunia lainnya.

"Dalam sehari wisatawan yang datang bisa sampai satu juta pengunjung," ujar pemandu wisata, seketika membuat rombongan terkaget.

Kuil surga berdiri di lahan seluas 273 hektar, terbagi menjadi beberapa bagian, yakni Kuil Dalam dan Kuil Luar yang dipisahkan sebuah dinding ganda. Bangunan-bangunan utama terkonsentrasi di Kuil Dalam.

The Temple of Heavendianggap bukan hanya kuil semata, tapi mahakarya teknik bangunan Dinasti Ming dan Qing. Kuil Surga ini juga merupakan arsitektur kuno yang dinilai begitu berharga.

Saat musim liburan seperti sekarang, para wisawatan tidak diperbolehkan masuk ke dalam kuil. Pengunjung hanya bisa berada di pelataran kuli saja.

Sebagian wisatawan memadati pelataran kuil dan yang lainnya menaiki anak tangga untuk bisa menjangkau bangunan lebih dekat lagi. Hanya staf yang boleh masuk," ujarnya.

2. Ada pohon cemara berusia ratusan tahun

Pohon cemar di kompleks Temple of Heaven telah berusia ratusan tahun. (IDN Times/Amir Faisol)

Setiap harinya, Temple of Heaven beroperasi mulai pukul 06.00 hingga 22.00 waktu setempat. Sebelum memasuki kawasan tersebut, pengunjung harus memperlihatkan tiket masuk di pintu pemeriksaan.

Setelah masuk area kompleks, pengunjung juga diarahkan menuju circular mound altar yang berada di ketinggian empat meter,. Posisinya berada setelah melewati sebuah jempatan sepanjang kurang lebih 350 meter.

Di dalam kompleks ini terdapat total 92 bangunan kuno dengan 600 ruangan.

Di atas altar, terdapat sebuah batu kuno. Namun, pengunjung harus menunggu giliran untuk naik ke atas batu itu.

Masyarakat China yang berkunjung ke kuil, acap menyempatkan diri naik ke batu tersebut untuk berdoa. Mereka meyakini, saat berdoa di atas batu, para dewa langsung mendengarnya.

Menuju altar itu, pengunjung juga akan melihat beberapa pohon yang sudah berusia ratusan tahun. Pohon siprus atau cemara yang identik dengan pohon Natal di Indonesia, banyak di temukan di kompleks Temple of Heaven.

Masing-masing pohon diberikan penanda dengan papan berwarna merah dan hijau. Pengunjung bisa mengetahui jenis pohon itu melalui barcode yang berada di sebuah tanda pohon tersebut. Di cabang-cabang pohon cemara tampak melilit seperti sembilan naga.

3. Temple of Heaven menjadi situs warisan dunia yang dilindungi

Temple of Heaven di Beijing China masih berdiri kokoh selama ratusan tahun. (IDN Times/Amir Faisol)

Altar juga dibangun untuk keperluan keagamaan, terutama untuk upacara doa memohon hujan oleh kaisar di masa kemarau. Selama Dinasti Ming dan Qing, kaisar akan mempersembahkan kurban ke Surga pada hari Solstis Musim Dingin setiap tahun. Hewan kurban dan persembahan lainnya dibakar di sini untuk memastikan panen yang baik.

The Temple of Heaven dan bangunan-bangunan kunonya kini masih terpelihara dengan baik. Lanskap taman dan jalur-jalurnya mempertahankan tata letak historisnya.

Semua elemen yang diperlukan untuk mengekspresikan nilai properti ini tercakup dalam batas-batas area properti. Hal ini memastikan representasi dari keunikan lanskap budaya tradisional China.

Dilansir laman resmi UNESCO, The Temple of Heaven dilindungi Undang-Undang Republik Rakyat Tiongkok tentang Perlindungan Peninggalan Budaya. Pada tahun 1961, bangunan ini dimasukkan Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok ke dalam kelompok pertama situs prioritas negara yang dilindungi.

Pepohonan yang rimbun di kompleks The Temple of Heaven mengingatkan orang-orang akan masa kejayaan situs tersebut. Perjalanan kami untuk menelusuri kompleks The Temple of Heaven berakhir sekitar pukul 16.30 waktu setempat.

Napak tilas kali ini telah mengajarkan betapa hebatnya kekaisaran kuno China, membanguan mahakarya arsitektur dan desain lanskap yang secara sederhana dan grafis menggambarkan kosmogoni yang penting bagi evolusi salah satu peradaban besar dunia.

Editorial Team