Infografis new normal (IDN Times/Arief Rahmat)
Mengamini pandangan Kang Emil, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan sejumlah perusahaan e-commerce di Tanah Air memang naik daun akibat pandemik COVID-19 ini. Berbeda dengan industri lainnya, sektor usaha ini banyak dibutuhkan masyarakat karena bisa melakukan berbagai macam transaksi untuk kebutuhan mereka hanya melalui aplikasi.
Hal tersebut tentunya sesuai dengan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah untuk menghindari kerumunan orang di satu tempat, seperti belanja kebutuhan rumah tangga dan lain sebagainya. “E-commerce justru naik daun sekarang dengan adanya Tokopedia, Shopee justru doing very well,” kata Shinta.
Selain e-commerce, lanjut dia, bisnis kesehatan juga tumbuh subur di era pandemik ini. Misalnya produksi alat kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pihak Rumah Sakit.
“Dari segi bisnis kesehatan, alat kesehatan jadi bisnis yang sangat cukup visibel. Dan juga disatukan dengan hal-hal kesehatan lainnya. Tapi dari tatanan new normal mungkin pada saat ini kita mesti melihat dari segi ekonomi, kebutuhan atau riset kebijakan sangat penting,” tuturnya.
Shinta menjelaskan, sektor usaha lain seperti perhotelan adalah yang paling terdampak akibat pandemik ini. Para pengusaha hotel harus sabar karena bisnis ini membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk bisa bangkit kembali.
“Contohnya saya yang bisnis hotel, untuk bangkit akan sangat sulit sekali atau mungkin butuh lebih satu tahun. Siapa yang mau turis asing mau datang, turis domestik aja mikir-mikir,” ujarnya.
Shinta lantas memaparkan, ada tiga cara yang harus dilakukan pengusaha untuk bisa bangkit dari keterpurukan di era new normal atau normal baru. Pertama, mereka harus mengubah pola bisnis yang sebelumnya dilakukan, mengingat kebiasaan masyarakat banyak berubah saat pandemik COVID-19 ini terjadi pada bulan maret lalu.
“Kita gak bisa liat business as usual, kondisi pademik ini agilitas dalam bekerja sangat dibutuhkan. Jadi dengan tingkat uncertainty yang tinggi sangat penting bagi pengusaha dan pekerja untuk cepat menghadapi perubahan, inovatif ini kuncinya,” kata Shinta.
Dengan agilitas yang tinggi, lanjut dia, perusahaan didorong untuk lebih fleksibel dan cepat untuk mengambil keputusan strategis. Misalnya penerapan jam kerja bagi karyawan di era normal baru ini.
“Contoh yang kecil seperti fleksibel working hours yang selama ini mengatakan sulit banget diterapkan untuk pekerja-pekerja kita. Tapi kita gak punya pilihan, kita juga akan mulai work from home yang mungkin selama ini akan sulit untuk bisa kita adopsi. Saat ini saya rasa penting,” ujarnya.
Kedua, pengusaha harus bisa mengubah pelayanan dengan basis teknologi di era normal baru ini. Sebab, perilaku konsumen banyak bergeser ke arah tersebut selama pandemik ini terjadi.
“Jadi saat ini masyarakat lebih aware terhadap kesehatan, lebih adaptif dengan digital. Jadi ini operasi bisnisnya harus didorong ke arah situ,” jelasnya.
Ketiga, komunikasi dengan pemerintah menjadi sangat penting dalam hal ini. Pemerintah harus melakukan riset terkait pertumbuhan ekonomi dan persaingan agar seluruh pelaku usaha bisa menjadi lebih kompetitif lagi.
“Terakhir komunikasi, bagaimana pun juga kita perlu berkomunikasi dengan clear dan efektif. Ini saya rasa dengan jalur yang ada pada saat ini kita harus punya, harus bisa membangun kepercayaan dengan semua pemangku kebijakan,” tuturnya.
Namun demikian, selain restrukturisasi kredit yang diberikan pemerintah, kata Shinta, saat ini pengusaha juga membutuhkan bantuan dari segi operasional untuk kembali membuka usahanya.
Shinta menuturkan, permintaan pasar dalam dan luar negeri mengalami penurunan secara signifikan. Baik itu dari sektor usaha bawah, menengah, hingga atas. Untuk nilai ekspor, kapasitasnya penurunannya bisa mencapai 70 persen. Bahkan, Industri besar seperti otomotif yang mampu melakukan ekspor hingga 1.100 unit, saat ini hanya mampu mencapai 600 unit saja per bulan.
“Ini harus jadi perhatian bahwa stimulus dan intensif yang kita butuhkan dari pemerintah itu bukan hanya merekstrukturisasi kredit. Kita perlu bantuan dari segi stimulus operating. Baik itu dari isu energi, ketenagakerjaan, semua cost tapi juga recovery of ekonominya,” kata Shinta
Selain itu, untuk meningkatkan ekonomi di dalam negeri, pemerintah juga harus memastikan daya beli masyarakat dapat bergeliat untuk mendukung sektor usaha agar dapat kembali bergerak dan pendapat negara kembali meningkat.
"Dan kalau pun di luar negeri, kita juga harus pastikan produk-produk Indonesia menjadi yang awal bisa diambil oleh konsumen,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus bisa melangkah lebih jauh terkait persiapan restrukturisasi ekonomi menuju era new normal atau normal baru ini. Persaingan yang ketat antar negara menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk kedepannya.
"Ini yang saya rasa harus menjadi perhatian, bahwa kesiapan tidak hanya dari kita masing-masing, tapi juga dari banyak dukungan pemerintah,” katanya menegaskan.
Lebih lanjut Shinta menjelaskan, masyarakat terpaksa harus hidup berdampingan dengan virus corona di era new normal atau normal baru ini. Oleh sebab itu, mitigasi risiko menjadi sangat penting bagi pelaku usaha agar tidak menimbulkan gelombang baru penyebaran virus bagi para tenaga kerja yang telah kembali beraktivitas seperti biasanya.
Menurut Shinta, konsekuensi itu perlu diambil pemerintah agar tidak terjadi dampak krisis ekonomi berkepanjangan yang dapat menimbulkan tingginya gelombang angka pengangguran.
"Kembali lagi untuk memitigasi, kita harus punya yang namanya protokol kesehatan. Paling tidak dengan harapan kita bisa lebih disiplin dan masing-masing industri bisa punya tanggung jawab melaksanakan hal tersebut, kita bisa meminimalkan,” kata Shinta.
Shinta menegaskan, saat ini Indonesia harus bangkit dan menang melawan pandemik ini, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Oleh sebab itu masyarakat harus bisa beradaptasi di masa transisi normal baru dengan kembali beraktivitas serta mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Kalau kita seperti Singapura gak masalah dia (usahanya) tutup terus karena semua dikasih. Sama seperti Amerika dikasih stimulus uang cash semua, even semua industri dikasih langsung cash money, (sektor usaha) besar, kecil menengah semua dikasih,” ujarnya.
Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi saat ini, dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan bagi setiap pekerja yang telah memulai kembali kegiatannya di lapangan.
“Kita mulai buka itu gak langsung 100 persen, perlahan dan bertahap dan kita akan evaluasi terus dengan kata lain apa yang jalan dan apa yang tidak jalan. Ini ada proses yang harus kita lalui,” tuturnya.