Suasana tenda-tenda jemaah haji di Mina, Makkah, Arab Saudi. (Media Center Haji/Rochmanudin)
Kolonel Harun yang juga Kepala Satuan Operasional (Kasatops) Armuzna mengatakan gladi ini diikuti petugas Daerah Kerja Madinah dari unsur layanan Perlindungan Jemaah (Linjam), Media Center Haji (MCH), layanan Jemaah Haji Lansia dan Disabilitas, serta Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP2JH).
Mereka tergabung dalam pos MCR (Mobile Crisis Rescue) yang akan ditempatkan pada pos 1 sampai pos 5 di sepanjang jalur lantai 3 Mina-Jamarat. Di lantai ini, PPIH akan menempatkan kurang lebih 60 personel yang terbagi menjadi 5 pos, dengan pengaturan pergantian 2 atau 3 shift.
Khusus untuk malam 10 Zulhijah, semua petugas dikondisikan berjaga tanpa ada pergantian shift. Menurut rencana, pergantian shift akan diterapkan pada 11, 12, 13 Zulhijah.
Gladi petugas di lantai tiga jalur terowongan Mina ini bertujuan untuk melihat bagaimana situasi dan kondisi lapangan serta penempatan pos, saat jemaah haji setelah mabit atau bermalam di Muzdalifah pada 9 Zulhijah, melanjutkan mabit ke Mina, kemudian bergerak ke Jamarah melalui jalur lantai tiga untuk melontar jumrah.
“Tujuan dari gladi posko atau gladi orientasi ini adalah untuk memberikan pengenalan langsung, gambaran yang sebenarnya, ketika tim akan menempati pos-pos di MCR lantai atas ini, agar bisa melaksanakan tugas dengan baik, memberikan pantauan dengan baik, dan bisa langsung menindaklanjuti ketika ada hal-hal yang dibutuhkan oleh jemaah haji sebagai pertolongan,” kata Harun.
Menurut Harun, setiap jalur lokasi penempatan di Mina memiliki tantangannya masing-masing. Karena itu, antisipasi dilakukan untuk situasi dan kondisi pada tanggal 10 Zulhijah, di mana gelombang jemaah haji dari arah Mina menuju ke jamarat diperkirakan sangat padat.
“Karena di tanggal 10 Zulhijah itu, jemaah haji semua menuju jumrah Aqabah, sehingga gelombang jemaah haji begitu besar. Antisipasi dilakukan untuk gelombang jemaah haji yang banyak masuk ke sini, jemaah haji yang membutuhkan pertolongan, atau juga terlepas dari rombongannya. Kita bisa langsung memberikan pertolongan dan bantuan, terutama bagi yang sakit, kita langsung bisa evakuasi dengan baik. Dengan adanya gladi ini, kita harapkan rekan-rekan semua bisa mengantisipasi dan bisa memitigasi,” jelasnya.
Harun juga menjelaskan skenario evakuasi jemaah, terutama bagi yang kelelahan selepas melontar jumrah atau sakit. Menurutnya, ambulans KKHI siaga di tempat, selain pelayanan kesehatan dari Kementerian Haji Arab Saudi.
Tahun ini akan ada 95 kloter yang mengambil skema tanazul, kembali lebih awal dari Mina dan menginap di hotel Makkah. Mereka akan mengambil jumrah di lantai bawah saat bergerak dari Makkah menuju Mina. Untuk itu, pengawasan dan penjagaan juga diperkuat di lantai atas maupun bawah.
“Di bawah akan kami tambah perkuatan tujuh pos, yaitu Pos Pantau Tanazul namanya, karena ada program tanazul yang tahun ini resmi diterapkan. Dan ini baru kita berlakukan sekarang. Di samping kita perkuat juga pengawasan di atas, mengantisipasi kerawanannya. Posisi 7 Pos Pantau Tanazul ini dari arah Syisyah hingga ke sektor 1 sampai sektor 5,” katanya.
Kurang lebih sepekan menjelang wukuf ini, Harun bersama tim juga melakukan sosialisasi kepada petugas, baik Satgas Arafah, Satgas Muzdalifah, maupun juga Satgas Mina, selain kepada seluruh ketua kloter.
“Agar setelah nanti menerima secara teori paparan dari Satuan Operasional Armuzna, teman-teman kita yang di kloter bisa langsung sosialisasikan juga kepada jemaah-nya. Sehingga jemaah-nya akan lebih mudah nanti bisa melaksanakan kegiatan dalam proses Armuzna, Arafah, Muzdalifah, dan Mina ini,” kata Harun.
Sementara, Tim Lansia, Disabilitas, dan Penanganan Krisis Pertolongan Pertama pada Jamaah Haji (PKP2JH) juga telah mematangkan kesiapan, terutama menghadapi potensi padatnya pergerakan di kawasan Mina dan Jamarat.
Kepala Seksi Lansia, Disabilitas, dan PKP2JH, Didit Sigit Kurniawan, mengatakan seluruh tim sudah siap siaga dengan skema khusus untuk melayani jamaah berisiko tinggi.
“Pada saat nanti Armuzna, terutama di Jamarat, Tim PKP2JH akan berkolaborasi dengan unit-unit terkait seperti Linjam, Lansia, MCH serta rumah sakit di Arab Saudi, terutama di (sekitar) Mina,” ujarnya, di Makkah, Kamis, 29 Mei 2025.
Didit menjelaskan, skema utama yang diterapkan adalah evakuasi estafet. Jemaah yang mengalami kelelahan atau butuh bantuan akan didorong dari satu pos ke pos lainnya, mulai titik 1, 2, 3, 4 dan 5.
“Di setiap pos itu nanti akan ada anggota PKP2JH, Linjam, Lansia serta MCH yang standby,” katanya.
Bagi jemaah yang masih mampu duduk, tim akan mengevakuasi menggunakan kursi roda. Namun, jika jemaah tidak bisa duduk atau kondisinya berat, mereka akan langsung diangkat dengan tandu atau ambulans jika kondisi tidak memungkinkan.
“Jika kasusnya terjadi di tengah-tengah kerumunan, kita akan sampaikan ke Askar (pasukan keamanan) setempat yang standby, untuk meminta ambulans ke rumah sakit terdekat,” kata Didit.
Didit menegaskan, ada dua rumah sakit rujukan utama bagi jemaah Indonesia adalah Rumah Sakit Mina Al Wadi. Ambulans yang digunakan sudah dilengkapi fasilitas mini-ICU, siap menangani pasien gawat darurat.
“Ambulans ini akan memecah massa dengan sirine dan didampingi Askar supaya bisa melewati jalur padat,” ungkapnya.
Meski demikian, untuk kasus kelelahan ringan, jemaah biasanya cukup dibawa ke tenda teduh untuk istirahat dan pemulihan.
“Kalau jamaahnya hanya kelelahan, biasanya kami bawa ke tempat yang teduh dulu, disiapkan di pos-pos karena di sana sangat panas,” kata Didit.
Pemerintah berharap, seluruh persiapan ini dapat memastikan jemaah haji, khususnya lansia dan disabilitas, bisa melewati puncak haji dengan aman dan nyaman.