Dok. Biro Pers Kepresidenan
Sayangnya, kebijakan tersebut tidak secara luas dibuat oleh pemerintah untuk memasukan juga ABK di kapal-kapal pencari ikan berbendera asing yang beroperasi lintas negara.
Inisiatif ini pun tidak mendapat dukungan signifikan dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan atau BNP2TKI (waktu itu, sekarang menjadi BP2MI). Dalam perkara ini Kementerian Luar Negeri juga mengalami kesulitan dalam penanganan kasus terkait jurisdiksi perkara.
“Bisa dibayangkan jika kasus terjadi di kapal pencari ikan berbendera A, pemiliknya adalah warga negara B dan kasusnya terjadi di lautan dalam otoritas negara C atau di laut bebas. Namun apa pun situasinya seharusnya negara hadir dalam memberikan perlindungan terhadap anak buah kapal Indonesia,” katanya.
Kerentanan para pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan juga dipicu oleh ketiadaan instrumen perlindungan yang memadai sebagai payung perlindungan bagi mereka. Meskipun UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai Pelindungan Pekerja Migran di sektor Kelautan dan Perikanan, namun hingga saat ini aturan turunan tersebut belum juga terbit.
Bahkan, terlihat ada kecenderungan berebut kewenangan antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Politik luar negeri dan diplomasi juga belum maksimal dalam memperjuangkan penegakan hak asasi pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan, terkait dengan implementasi dan komitmen antarnegara dalam pelindungan pekerja di sektor kelautan.