Jakarta, IDN Times - Semburat jingga mulai merambat dari arah barat di langit Senayan, Jakarta, pada Jumat, 5 Desember 2025. Malam pesta perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-61 Partai Golkar mulai dipenuhi sorot lampu dan warna kuning yang mendominasi di tengah riuh malam itu.
Presiden Prabowo Subianto, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Ketua DPR RI Puan Maharani, hingga deretan tokoh politik lain duduk berdampingan malam itu, mewakili tiga simbol kekuasaan di republik ini.
Di atas mimbar bebas, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia berorasi lebih dari dua puluh menit, membawa sebuah gagasan tentang arah politik nasional. Di hadapan Kepala Negara, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, ia menyatakan, sudah saatnya sistem politik nasional ditata ulang kembali. Sebuah sistem yang tidak hanya rapi dalam teori, tetapi kokoh.
"Partai Golkar berpandangan bahwa pemerintahan yang kuat butuh stabilitas. Lewat mimbar terhormat ini, izinkan kami menyampaikan saran, perlu dibuatkan koalisi permanen. Jangan koalisi on off on off, jangan koalisi in out, jangan koalisi di sana senang, di sini senang, di mana-mana hati ku senang," ujar Bahlil disambut riuh dan gemuruh tepuk tangan ribuan kader yang hadir di pesta malam itu.
Bagi Bahlil, sistem kepartaian dan pemilu harus menopang pemerintahan presidensial, bukan membuatnya terus-terusan berjalan di atas tali yang rapuh. Indonesia harus punya prinsip yang kuat untuk meletakkan kerangka koalisi yang benar.
"Kalau mau menderita bareng-bareng, kalau mau senang, senang bareng-bareng. Ini butuh gentlemen yang kuat," ujar dia.
Bahlil menilai, sudah saatnya politik nasional didesain ulang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu ingin sistem pemerintahan bangsa sesuai dengan UUD 1945.
"Oleh karena itu, sistem kepartaian, sistem pemilu, harus yang kompatibel dan mendukung sistem pemerintahan presidensial," ujarnya.
