Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PAN Setuju Usulan Koalisi Permanen Golkar, Tapi Harus Masuk RUU Pemilu

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga (IDN Times/Amir Faisol)
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • PAN sepakat dengan usulan koalisi permanen, tetapi menekankan perlunya diatur dalam RUU Pemilu.
  • Viva Yoga menjelaskan bahwa koalisi permanen tidak diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan memiliki konsekuensi politik besar.
  • Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya komitmen bersama untuk meletakkan kerangka koalisi yang benar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, menanggapi usulan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia terkait pembentukan koalisi permanen. Ia menyatakan partainya sepakat dengan gagasan tersebut, tetapi menegaskan aturannya harus dituangkan dalam klausul RUU Pemilu.

Menurut Viva, usulan Bahlil patut diapresiasi karena dianggap dapat memperkuat fondasi sistem presidensial Indonesia di tengah realitas politik multi partai.

Namun, PAN menunggu proses revisi UU Pemilu melalui sistem kodifikasi—meliputi UU Pilpres, UU Penyelenggara Pemilu, dan UU Pemilihan Anggota DPRD.

"Jika koalisi permanen menjadi keputusan politik seluruh partai, maka harus masuk di pasal di UU Pemilu. Jika itu terjadi, maka PAN satu pemikiran dengan Golkar," ujar Viva Yoga, Sabtu (6/12/2025).

1. Koalisi permanen belum diatur di UU Pemilu

Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi mengajak anak muda ikut program transmigrasi. (Dok. Humas Kementerian Transmigrasi).
Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi mengajak anak muda ikut program transmigrasi. (Dok. Humas Kementerian Transmigrasi).

Viva menjelaskan, isu koalisi permanen selalu muncul dalam pembahasan revisi UU Pemilu. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menjadi dasar pemilu 2019 dan 2024, tidak ada satu pun pasal yang mengatur pembentukan koalisi permanen, baik sebelum maupun sesudah pilpres.

"Sewaktu di DPR (2009–2019), saya pernah dua kali menjadi anggota Pansus RUU Pemilu. Isu koalisi permanen selalu muncul dalam setiap pembahasan Undang-Undang tentang Pemilu," kata dia.

2. Koalisi permanen harus dipertimbangkan secara matang

Viva Yoga hadir di kediaman Prabowo pada Selasa (15/10/2024). (IDN Times/Amir Faisol)
Viva Yoga hadir di kediaman Prabowo pada Selasa (15/10/2024). (IDN Times/Amir Faisol)

Meski mendukung ide tersebut, Viva menilai koalisi permanen memiliki konsekuensi politik besar dan harus dipertimbangkan hati-hati. Menurutnya, penataan koalisi dalam sistem presidensial tidak hanya memperkuat pemerintahan, tetapi juga menjaga hubungan eksekutif–legislatif tetap stabil.

Ia menyebut risiko yang muncul jika pasangan calon presiden terpilih hanya didukung partai dengan kursi minoritas di DPR.

"Besar kemungkinan presiden terpilih akan mengalami sandera politik oleh DPR karena hanya memiliki kekuatan minoritas. Jika hal itu terjadi maka pemerintah tidak akan dapat bekerja maksimal untuk merealisasikan visi dan janji-janji politik saat kampanye," ujarnya.

Namun, kondisi tersebut tidak berlaku jika pasangan calon terpilih didukung partai mayoritas. Viva menambahkan, setelah Mahkamah Konstitusi menghapus presidential threshold, Pilpres 2029 diprediksi menghadirkan banyak pasangan calon.

"Sejak pemilu 1999, siapapun presidennya dipastikan akan berusaha membangun kekuatan mayoritas di DPR," kata Wakil Menteri Transmigrasi itu.

3. Bahlil kembali usulkan koalisi permanen

Bahlil Lahadalia
Bahlil Lahadalia (Dok. Youtube/DPP Partai Golkar Official)

Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia kembali mewacanakan koalisi permanen dalam pidatonya pada puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Senayan, yang turut dihadiri Presiden Prabowo Subianto dan Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani.

"Partai Golkar berpandangan bahwa pemerintahan yang kuat butuh stabilitas. Lewat mimbar terhormat ini, izinkan kami menyampaikan saran, perlu dibuatkan koalisi permanen. Jangan koalisi on off on off, jangan koalisi in out, jangan koalisi di sana senang, di sini senang, di mana-mana hati ku senang," ujar Bahlil, Jumat (5/12).

Ia menambahkan pentingnya komitmen bersama:

"Sudah harus kita memiliki prinsip yang kuat untuk meletakkan kerangka koalisi yang benar. Kalau mau menderita bareng-bareng, kalau mau senang, senang bareng-bareng. Ini butuh gentlemen yang kuat."

Bahlil menilai politik nasional perlu didesain ulang agar sejalan dengan UUD 1945.

"Oleh karena itu sistem kepartaian, sistem pemilu harus yang kompatibel dan mendukung sistem pemerintahan presidensial," ucapnya.

Share
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us

Latest in News

See More

CEK FAKTA: Zulhas Izinkan 1,64 juta Hektare Hutan untuk Konsesi Sawit?

06 Des 2025, 22:33 WIBNews