Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kekerasan seksual (Foto: IDN Times)

Intinya sih...

  • Sekitar 11,5 juta anak alami kekerasan sepanjang hidupnya

  • Empat dari 100 remaja alami kekerasan seksual non kontak

  • Anak dipaksa terlibat dalam konten seksual

Jakarta, IDN Times - Tumbuh di tengah kondisi majunya teknologi bukan hanya memudahkan generasi muda, namun bisa jadi pintu baru pada akses terhadap pengalaman buruk berupa kekerasan seksual. Nyatanya, dari layar benderang gadget, sebanyak 0,39 persen anak laki-laki dan 0,74 persen anak perempuan di Indonesia pernah dipaksa menyaksikan konten berupa foto atau video yang bermuatan kegiatan seksual.

Data ini termuat dalam Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengungkapkan 3,64 persen anak laki-laki dan 2,65 persen anak perempuan juga dipaksa menyaksikan kegiatan seksual.

"Kemudian, kalau kita melihat bagaimana bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak itu biasanya dipaksa melakukan kegiatan seksual, terlibat dalam foto, video, kegiatan seksual. Kemudian, diminta untuk mengirim teks gambar. Paling banyak itu dipaksa menyaksikan. Itu hampir 3,64 persen dan 2,65 persen, yang pertama itu anak laki-laki, kedua perempuan," kata dia di Kantor KemenPPPA, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

1. Sekitar 11,5 juta anak pernah alami satu atau lebih kekerasan sepanjang hidupnya

Ilustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

SNPHAR dilakukan di 15.120 sampel di 1.512 blok sensus yang tersebar di 189 Kabupaten/Kota. Dari hasil SNPHAR, diperkirakan 11,5 juta atau 50,78 persen anak usia 13-17 tahun, pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.

Kekerasan yang dimaksud mulai dari fisik, emosional, atau seksual.

2. Sebanyak empat dari 100 remaja laki-laki dan perempuan alami kekerasan seksual non-kontak

Ilustrasi kecanduan gadget (Unsplash/Adrian Swancar)

Pengalaman dipaksa menyaksikan kegiatan seksual masuk dalam kategori kekerasan non-fisik, secara garis besar empat dari 100 remaja laki-laki dan perempuan usia 13–17 tahun di perkotaan maupun pedesaan mengalami kekerasan seksual non kontak seumur hidup.

Data menunjukkan 2,18 persen laki-laki dan 2,17 persen perempuan di rentang usia itu mengalaminya dalam 12 bulan terakhir pada periode 2024. Angka lebih tinggi tercatat pada usia 18–24 tahun, yakni 5,29 persen laki-laki dan 4,40 persen perempuan.

3. Dipaksa terlibat dalam konten seksual

Polres Metro Jakarta Barat menangkap sepasang kekasih berinisial AA dan MM terkait kasus dugaan kasus video porno dan promosi judi online (judol). (Dok. Humas Polres Jakbar)

Bukan hanya menyaksikan atau dipaparkan dengan konten dewasa, anak-anak juga dipaksa terlibat dalam foto-video, angkanya adalah 0,39 anak laki-laki dan 0,74 persen perempuan. Sebanyak 0,40 persen anak laki-laki dan 1,88 persen anak perempuan juga diminta mengirim konten seksual.

"Jadi, anak laki-laki dan anak perempuan punya potensi yang sama untuk menjadi korban bentuk-bentuk kekerasan seksual," kata Pribudiarta.

4. Ancaman kekerasan seksual yang justru datang dari lingkungan terdekat

Deputi Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Pribudiarta N Sitepu dalam rapat Koordinasi Nasional Pencegahan dan Penanganan Pornografi, Rabu (9/10/2024) di Jakarta (dok. KemenPPPA)

Separuh pelaku kekerasan seksual pada remaja usia 13–17 tahun adalah teman sebaya, mencapai 49,61 persen. Selain itu, pacar atau pasangan menyumbang 13,24 persen kasus. Sementara, keluarga tercatat sebagai pelaku pada 7,07 persen kejadian. Pelaku lain berasal dari masyarakat umum (10,70 persen). Bahkan, sebagian korban bahkan tidak mengetahui siapa pelakunya (12,62 persen). Temuan ini menyoroti ancaman kekerasan seksual yang justru datang dari lingkungan terdekat korban, termasuk keluarga.

"Jadi, kita bisa disimpulkan, rumah ternyata juga jadi tempat yang tidak aman gitu, berdasarkan informasi ini. Karena itu, penting sekali kita meningkatkan kapasitas dari orang tua dalam pengasuhan," kata dia.

Editorial Team