Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

MK Tolak Gugatan Eks Ketua TKN Fanta Prabowo-Gibran soal UU BPJS

Komandan TKN Fanta, Arief Rosyid (dok. IDN Times)
Komandan TKN Fanta, Arief Rosyid (dok. IDN Times)
Intinya sih...
  • Mahkamah Konstitusi menolak gugatan eks Ketua TKN Fanta Prabowo-Gibran terkait UU BPJS.
  • Pasal UU BPJS dianggap sudah berkepastian hukum, dan syarat usia menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
  • Pemohon nilai ketentuan usia bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perkara nomor 89/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh eks Ketua TKN Fanta (Pemilih Muda) Prabowo-Gibran, Muh Arief Rosyid Hasan. Permohonan tersebut menguji konstitusionalitas Pasal 25 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), khususnya mengenai ketentuan usia minimal dan maksimal untuk menjadi anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh 9 Hakim Konstitusi, yaitu Suhartoyo selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Daniel Yusmic P Foekh, M Guntur Hamzah, Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Ridwan Mansyur dan Arsul Sani, masing-masing sebagai anggota pada hari Kamis, tanggal 19 bulan Juni tahun 2025 yang diucapkan dalam Sidang Pleno MK terbuka untuk umum Kamis, tanggal 17 Juli tahun 2025," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).

1. Pasal UU BPJS yang digugat dianggap sudah berkepastian hukum

Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Fanta, Arief Rosyid Hasan (dok. Istimewa)
Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Fanta, Arief Rosyid Hasan (dok. Istimewa)

Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh membacakan berbagai pertimbangan menolak permohonan tersebut. MK secara khusus menimbang, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum, ketentuan norma Pasal 25 ayat 1 huruf f UU BPJS dianggap sudah berkepastian hukum yang adil dan persamaan kesempatan dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1, Pasal 28D ayat 1, Pasal 28D ayat 3 UUD NRI Tahun 1945.

Dengan demikian MK berpandangan, dalil permohonan yang disampaikan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

2. Soal syarat usia merupakan kebijakan hukum terbuka dan jadi kewenangan pembentuk undang-undang

Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh (dok. MK RI)
Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh (dok. MK RI)

Sementara, Daniel menjelaskan, berkenaan dengan penentuan syarat usia untuk menduduki jabatan tertentu sebenarnya sering menjadi objek pengujian di MK dan sudah dipertimbangkan MK dalam beberapa putusan sebelumnya, di antaranya Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007, 37-39/PUU-VIII/2010, 49/PUU-IX/2011, dan 102/PUU-XIV/2016.

Dalam putusan-putusan tersebut, berkenaan dengan syarat usia paling rendah dan paling tinggi dalam jabatan tertentu telah diatur dalam undang-undang, dan MK telah berpendirian bahwa hal tersebut menjadi kewenangan sepenuhnya pembentuk undang-undang yang lazim disebut sebagai kebijakan hukum terbuka.

Lebih dari itu, UUD NRI Tahun 1945 sebagai norma yang menjadi dasar pengujian dalam pengujian undang-undang tidak mengatur secara spesifik terkait dengan usia paling rendah ataupun paling tinggi bagi seseorang untuk mendaftarkan diri sebagai calon dan/atau menduduki jabatan tertentu, in casu sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi BPJS.

"Oleh karena itu, dengan tidak adanya pengaturan dan pedoman dalam UUD NRI Tahun 1945 yang berkaitan dengan syarat usia sebagaimana yang dimohonkan pemohon, hal tersebut dapat menjadi dasar pertimbangan Mahkamah bahwa berkenaan dengan isu konstitusionalitas syarat usia paling rendah dan paling tinggi untuk menjadi anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi BPJS menjadi kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengaturnya, sebagai bagian bentuk pelimpahan kewenangan oleh UUD NRI Tahun 1945," tutur dia.

3. Pemohon nilai bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum pemohon, Sirajuddin menyampaikan, ketentuan usia yang membatasi calon anggota berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 60 tahun bertentangan dengan prinsip keadilan, persamaan di hadapan hukum (equality before the law), dan perlindungan hak asasi manusia.

“Pembatasan tersebut tidak sejalan dengan prinsip negara hukum yang menjamin kesetaraan hak setiap warga negara,” ujar Sirajuddin di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.

Pemohon menyadari ketentuan syarat usia merupakan bagian dari kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. Namun pemohon menilai bahwa dalam perkara ini, ketentuan tersebut justru menimbulkan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara.

Untuk itu, pemohon meminta agar MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup individu yang memiliki pengalaman manajerial pada institusi atau entitas yang menyelenggarakan pelayanan publik atau berkontribusi terhadap kepentingan umum.

Saat ini, pemohon yang berusia 39 tahun mengklaim telah memiliki pengalaman manajerial, antara lain sebagai komisaris di PT Bank Syariah Mandiri, PT Merial Insan Medika, dan PT Merial Media Utama.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us