MK Wajibkan Sekolah Gratis, DPR Usul Reformasi Alokasi Dana Pendidikan

- Ketua Komisi X DPR RI mendukung putusan MK yang mewajibkan pendidikan SD dan SMP swasta gratis
- Reformasi alokasi dana pendidikan melalui optimalisasi 20 persen anggaran pendidikan dan realokasi dana proyek nonurgent
Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan SD dan SMP swasta gratis.
Hetifah mengusulkan reformasi alokasi dana pendidikan melalui optimalisasi 20 persen anggaran pendidikan dan realokasi dana proyek nonurgent.
Skema pendanaan dapat berbentuk sekolah swasta yang berbiaya rendah mendapatkan subsidi penuh dari pemerintah, sedangkan sekolah swasta premium tetap boleh memungut biaya tambahan dengan pengawasan.
Hetifah mendorong perluasan dan peningkatan nilai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah swasta. Penyaluran dana ini harus dilakukan tepat waktu dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta di daerah tertinggal.
“Yang penting dalam pelaksanaan putusan ini adalah konsistensi regulasi dan harmonisasi antara putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan. Selain itu Permendikbud terkait BOS juga harus diperkuat,” kata Hetifah, Jumat (30/5/2025).
1. Putusan MK perkuat amanat konstitusi terkait pendidikan

Ia menyatakan akan berkomitmen mengawal putusan MK tersebut sebagai bukti dukungan untuk menjamin semangat konstitusional dalam rangka menjamin setiap hak warga negara memperoleh pendidikan yang layak dan merata.
Hetifah mengatakan, putusan tersebut memperkuat amanat konstitusi dalam menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dasar yang layak dan merata.
MK mengubah frasa dalam Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi "tanpa memungut biaya."
"Terdapat tiga tantangan terhadap implementasi keputusan ini, yakni pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, dan kemandirian dan kualitas sekolah swasta," kata Hetifah.
Hetifah mengatakan, selama ini sekolah swasta sudah mendapatkan bantuan negara seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, nominalnya belum tentu cukup untuk menopang operasional sekolah.
Akibatnya, alokasi BOS ini harus ditambah secara signifikan. Pemerintah daerah (pemda) melalui APBD perlu menambah alokasi ini.
Dia menegaskan, anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN/APBD perlu dialokasikan sesuai prioritas dan tepat sasaran.
"Ada pula resiko sekolah swasta kehilangan otonomi dalam pengelolaan jika harus bergantung pada negara dan mengurangi inovasi pendidikan," kata dia.
2. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi

Hetifah menegaskan, kunci keberhasilan putusan ini terletak pada koordinasi pusat dan daerah dalam pengalokasian dana. Selain itu, peran pemerintah dalam mengawasi implementasi untuk mengakomodasi kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta juga penting untuk dilakukan.
“Opsinya adalah melaksanakannya secara bertahap. Pada fase awal pemerintah dapat fokus pada sekolah swasta berbiaya rendah dan tertinggal, kemudian baru jangka panjangnya pada perluasan pendaan merata dengan evaluasi berkala,” ucap politisi Partai Golkar itu.
Dalam konteks legislasi, Komisi X saat ini tengah menyusun revisi UU Sisdiknas. Hetifah menegaskan, putusan MK ini akan menjadi masukan utama dalam merancang skema pembiayaan pendidikan ke depan.
“Komisi X berkomitmen mengawal pelaksanaan putusan MK ini agar tidak sekadar menjadi kebijakan populis, melainkan langkah strategis memperkuat SDM bangsa. Karena pendidikan dasar gratis adalah fondasi penting bagi masa depan Indonesia,” kata Hetifah.
3. Kemendagri akan kumpulkan kepala daerah

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan segera melakukan pembahasan tentang keputusan Mahkamah Konstitusi soal Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat gratis baik negeri atau swasta.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mengatakan, Kemendagri akan mengumpulkan pemerintah daerah untuk membahas Keputusan MK tersebut.
"Keputusan MK final dan banding. Maksudnya, putusan tersebut bersifat terakhir dan mengikat dan tentunya keputusan itu harus dilaksanakan," kata Wamendagri, Bima Arya saat diwawancarai di Padang, Kamis (29/5/2025).
Ia mengatakan, pihaknya juga akan meminta masukan dari kementerian lainnya terkait pelaksanaan dari keputusan MK yang sudah diumumkan tersebut.
"Pembahasannya akan kami lakukan dalam waktu dekat ini bersama dengan pemerintah daerah sebagai bentuk tindak lanjut dari putusan tersebut," kata Ketua DPP PAN itu.