Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi gender (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi gender (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Kemajuan ekonomi belum sepenuhnya hapus kekerasan dan diskriminasi perempuan

  • Nyatanya kekerasan perempuan di ranah publik masih tinggi

  • Perkuat komitmen mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat perempuan masih menghadapi stereotipe gender di tengah momen peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ke-97 tahun pada 2025.

Perempuan masih menanggung beban ganda bekerja di ruang publik, sekaligus menanggung tanggung jawab domestik yang tidak terbagi secara adil. Maka ketimpangan ini menunjukkan semangat Sumpah Pemuda, yakni semangat persatuan dan kesetaraan, masih perlu diterjemahkan dalam kehidupan sosial yang lebih adil gender.

“Kini, hampir satu abad setelah Sumpah Pemuda dan Pemudi perempuan Indonesia berada pada situasi yang berpeluang memberikan kemajuan. Perempuan mengenyam pendidikan, bekerja, berinovasi, memimpin, dan berkontribusi di berbagai bidang kehidupan. Perempuan menjadi ilmuwan, petani, buruh, seniman, pejabat publik, aktivis, dan pengusaha. Semangat Sumpah Pemuda hidup dalam diri perempuan Indonesia yang terus berjuang untuk mandiri dan setara,” ujar komisioner Komnas Perempuab Chatarina Pancer Istiyani, Rabu (29/10/2025).

1. Kemajuan ekonomi belum sepenuhnya hapus kekerasan dan diskriminasi perempuan

Kampanye Aliansi Laki-Laki Baru (ALB) tentang laki-laki harus dilibatkan dalam memerangi kekerasan perempuan. (lakilakibaru.or.id)

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan kemajuan kesetaraan gender. Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia pada 2024 mencapai 0,421 atau turun 0,026 poin dibandingkan sebelumnya. Namun, Komnas Perempuan menilai kemajuan di sektor ekonomi belum sepenuhnya menghapus bentuk-bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.

2. Nyatanya kekerasan perempuan di ranah publik masih tinggi

Ilustrasi kekerasan perempuan dan anak (IDN Times)

Pasalnya, dari Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 Komnas Perempuan, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di ranah publik masih tinggi. Data menunjukkan kekerasan di tempat publik mendominasi dengan 4.627 kasus, disusul kekerasan di tempat kerja sebanyak 2.060 kasus, dan kekerasan di wilayah tempat tinggal sebanyak 1.884 kasus.

”Angka ini menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi situasi yang tidak aman, bahkan di ruang-ruang publik dan produktif. Kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga terus meningkat, menandakan tantangan baru bagi perlindungan perempuan di era digital,” ujar Chatarina.

3. Perkuat komitmen mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender

Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Komnas Perempuan menyerukan agar negara, masyarakat, dan semua elemen bangsa memperkuat komitmen mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini adalah sebagai bagian dari semangat kebangsaan.

Sumpah Pemuda disebut bukan hanya simbol persatuan, tetapi juga panggilan moral untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.

"Perempuan Indonesia telah dan akan terus menjadi kekuatan utama dalam merawat bangsa," kata Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor.

Editorial Team