Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Perempuan Soroti Pelaksanaan Astacita Setahun Prabowo-Gibran

IMG-20251013-WA0005.jpg
Presiden Prabowo Subianto diagendakan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza, di Shamr El-Sheikh, Mesir (dok. Sekretariat Presiden)
Intinya sih...
  • Perlu refleksi terhadap pelaksanaan agenda pembangunan pada tahun pertama pemerintahan Prabowo dan Gibran
  • Isu kekerasan terhadap perempuan belum mendapatkan penguatan serupa dengan prioritas pembangunan lainnya
  • Pentingnya memperluas literasi hukum dan layanan di daerah untuk mengatasi minimnya layanan di daerah kepulauan, terluar, dan tertinggal
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Ketua Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Maria Ulfah Anshor, menilai komitmen pemerintah dalam menempatkan pendekatan hak asasi manusia (HAM) di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 patut diapresiasi. Namun, dia menekankan pelaksanaan di lapangan masih memerlukan refleksi serius, terutama terkait perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan terhadap perempuan. Hal ini juga berkenaan jelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober mendatang.

“Yang pertama kita lihat textbook-nya ya di RPJMN-nya kami mengapresiasi. Di situ dari delapan astacita ya istilahnya ya, astacita yang pertama itu adalah tentang pendekatan HAM,” ujar Maria. Menurutnya, hal itu menunjukkan adanya kepedulian pemerintah untuk mengangkat isu HAM ke tingkat strategis. “Itu menjadi satu eksplisit disebutkan astacita, yang pertama bahkan disebutkan. Jadi moga-moga harapannya astacita satu itu menjadi landasan, menjadi fondasi yang mewarnai seluruh perspektif pembangunan negeri ini,” kata dala wawancara khusus bersama IDN Times, di kantor Komnas Perempuan, Rabu (15/10/2025).

1. Akui beberapa prioritas pembangunan memang logis dan mendesak

Screenshot 2025-10-17 194156.png
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah Maria Ulfah Anshor (Dok/IDN Times)

Meski begitu, Maria menilai perlu ada peninjauan terhadap pelaksanaan agenda tersebut pada tahun pertama pemerintahan Prabowo dan Gibran.

“Nah ini yang saya kira memang kita penting juga melakukan refleksi bersama,” ujarnya.

Dia mengakui beberapa prioritas pembangunan memang logis dan mendesak, seperti penanganan stunting, gizi anak, serta penurunan angka kematian ibu dan bayi.

“Kelihatan itu yang jadi prioritas ya. Misalnya tiga bulan pertama kan digeber MBG gitu kan, karena ada data tentang stunting. Nah sehingga di ininya sangat mendasar memang tentang gizi ya masuk pada anak-anak supaya menjadi anak yang tumbuh sehat,” katanya.

2. Isu kekerasan perempuan belum dapatkan penguatan serupa

photo2924-660x330.jpg
Kampanye Aliansi Laki-Laki Baru (ALB) tentang laki-laki harus dilibatkan dalam memerangi kekerasan perempuan. (lakilakibaru.or.id)

Namun, Maria menegaskan perhatian pada isu kekerasan terhadap perempuan belum mendapatkan penguatan serupa.

“Yang terkait dengan penghentian kekerasan layanan, terutama layanan untuk pendampingan dan pemulihan korban kekerasan seksual khususnya, ini yang saya kira butuh sinergi bersama ya. Butuh sinergi dan masih butuh penguatan,” tegasnya.

Dia juga menyoroti minimnya layanan di daerah kepulauan, terluar, dan tertinggal. Menurutnya, ketiadaan data bukan berarti ketiadaan kekerasan.

“Ini daerah-daerah ini nggak terlihat gitu. Sepertinya tidak masuk itu bukan berarti nggak ada kekerasan. Kami meyakini bahwa tidak ada data itu bukan berarti tidak ada kekerasan. Boleh jadi mereka nggak tahu bahwa kekerasan itu apa,” kata Maria.

3. Pentingnya memperluas literasi hukum dan layanan di daerah

AJI Denpasar kampanye akhiri kekerasan perempuan. (IDN Times/Yuko Utami)
AJI Denpasar kampanye akhiri kekerasan perempuan. (IDN Times/Yuko Utami)

Dia juga mengungkapkan soal rendahnya literasi masyarakat tentang kekerasan seksual dan domestik membuat situasi semakin parah.

“Kalau perempuan dipukul, ah biasa lah itu mah, kami setiap hari-hari gitu. Kan kita kaget begitu kita sudah mengaku, ini kekerasan, ini bisa dilaporkan. Tapi mereka bilang, nggak kok kita biasa aja,” katanya.

Maria menegaskan pentingnya memperluas literasi hukum dan memastikan ketersediaan layanan di daerah.

“Kita punya Undang-Undang PKDRT, kita punya Undang-Undang TPKS, apalagi ini tegas banget. Tapi kalau lembaga layanannya tidak ada, mereka mau lari kemana kalau jadi korban? Kita berikan pengetahuannya, tapi tidak tersedia layanannya. Kan juga menghambat untuk mendapatkan akses keadilan,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in News

See More

Halte Bernilai Ratusan Juta di Bekasi yang Rusak Akhirnya Diperbaiki

17 Okt 2025, 23:32 WIBNews