Hanya Ada Motor Listrik di Asmat, Klakson pun Dilarang

Bila ada yang menghalami, ucapkan permisi

Asmat, IDN Times - Minggu (19/6/2022), pukul 19.30 WIB saya sudah tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Malam itu saya hendak berangkat ke Kabupaten Asmat, Papua bersama Wahana Visi Indonesia.

Tiket pesawat sudah di tangan. Waktu boarding pass menunjukkan pukul 22.00 WIB. Masih lama, gumamku.

Jeda waktu 2,5 jam itu saya gunakan untuk makan malam. Maklum, dari rumah saya lupa mengisi perut. Setelah mengisi perut dan bercengkrama dengan teman-teman lain yang juga akan berangkat ke Asmat, tibalah waktu kami untuk masuk ke pesawat.

Penerbangannya tak langsung ke Papua. Pesawat terlebih dahulu transit di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Setelah itu, barulah mendarat di Bandara Internasional Mozes Kilangin Timika, Papua.

Saya tiba di Bandara Timika sekitar pukul 07.00 WIT, Senin (20/6/2022). Di sini, kami beristirahat sejenak, meluruskan badan di kursi tunggu bandara yang tak nampak lengang. Satu jam saya tertidur, lumayan pulas.

Saya terbangun, menanyakan kapan pergi ke Asmat. Rupanya, kami harus menggunakan satu pesawat lagi. Itu pun pesawat kecil.

Pesawat kecil yang akan kami gunakan dijadwalkan berangkat pukul 11.40 WIT. Kami pun berangkat menuju Bandara Ewer, Asmat.

Baca Juga: Masalah Pendidikan di Asmat: Tak Ada Dukungan dari Orang Tua

1. Tak ada sinyal internet saya tiba di Bandara Ewer

Hanya Ada Motor Listrik di Asmat, Klakson pun DilarangMotor listrik di Asmat, Papua (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Satu jam perjalanan udara menggunakan pesawat kecil, kami tiba di Bandara Ewer. Setelah turun dari pesawat, saya nyalakan sinyal internet gawai pintar. Namun, tak ada koneksi internet yang didapat. Ya sudah, batinku.

Ketika keluar bandara, saya sedikit kaget. Kondisi tanahnya berlumpur, mirip rawa. Selain itu, tak ada mobil, hanya ada motor yang semuanya digunakan oleh tukang ojek. Mereka semuanya menggunakan motor listrik. Tak ada yang aneh, pikirku saat masih di Bandara Ewer.

Sedikit mengamati, saya tak bertanya mengapa tak ada mobil di sekitar Bandara Ewer. Saya memiliki asumsi mobil tak ada. Hal itu karena semua jalan di sekitar Bandara Ewer menggunakan jembatan kayu. Tak kuat menopang beban berat.

Setelah semua barang-barang tim lain diambil dari bagasi, kami berangkat menuju Distrik Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. Lokasinya pun harus menyeberang sungai.

Dari Bandara Ewer, kami diantar ojek ke dermaga. Harganya Rp20 ribu. Lokasinya tak jauh dari bandara.

Di dermaga, hanya ada speed boat yang bisa kami gunakan untuk menyeberang ke Agats. Satu orang ongkosnya Rp100 ribu untuk perjalanan sekitar 25 menit.

Baca Juga: Sambutan Hangat Warga Damen Asmat, Ada Tradisi Mandikan Anak Berlumpur

2. Hanya ada motor listrik

Hanya Ada Motor Listrik di Asmat, Klakson pun DilarangMotor listrik di Asmat, Papua (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Setelah membelah sungai lebar dan melawan ganasnya sinar matahari yang menusuk wajah, saya akhirnya tiba di dermaga Agats. Barang-barang diturunkan dari speed boat.

Tas ransel langsung saya gendong. Satu tas saja saya bawa, karena ribet kalau harus menenteng barang. Saya kemudian keluar dermaga. Ada banyak tukang ojek. Mereka juga menggunakan motor listrik.

"Di sini semua motor listrik ya pak?" tanya saya ke tukang ojek.

"Iya, semua motor di sini motor listrik," jawab tukang ojek yang membonceng saya menuju tempat penginapan.

Baca Juga: Mengenal Suku Asmat yang Memiliki Kegiatan Peramu

3. Tak boleh klakson

Hanya Ada Motor Listrik di Asmat, Klakson pun DilarangMotor listrik di Asmat, Papua (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Uskup Agats, Mgr. Aloysius Murwito, menjelaskan motor listrik pertama tiba di Asmat saat kabupaten ini pertama kali dimekarkan pada 2002. Namun, kata dia, jumlahnya belum banyak.

"Ini dulu motor hanya satu, dua, belum banyak. Motor listrik ini diproduksi di China," kata Murwito.

Motor listrik di sini tak diperbolehkan klakson. Alasannya mengganggu.

Bila pengguna jalan menghalangi, cukup bilang "permisi". Tak perlu membunyikan klakson.

Terkadang, pejalan kaki tak menyadari ada motor. Sebab, motor listrik ini tak memiliki suara seperti layaknya motor berbahan bakar minyak.

Motor listrik ini memiliki manfaat yang besar. Mempercepat transportasi dari satu lokasi ke tempat lainnya. Meski demikian, jangakauannya terbatas.

Hal itu karena setiap distrik di Asmat dipisahkan oleh sungai. Bila ingin menyeberang sungai, tentu harus menggunakan spead boat atau perahu.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya