Mantan Ketua MK Nilai Perlu Ada Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, menilai perlunya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Hamdan mengatakan, revisi itu diperlukan agar memberikan gambaran yang jelas terhadap tugas dan fungsi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Sebab, kata Hamdan, masyarakat selama ini belum mengetahui secara rinci mengenai tugas dan fungsi BPKH. Selain itu, ada sejumlah istilah yang sulit dipahami, seperti Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dalam biaya haji.
"Sangat penting karena ada banyak masalah mengenai tugas dan fungsi BPKH ini yang harus diperbaiki," ujar Hamdan dalam keterangannya di acara Seminar NasionalAspek Hukum Kelembagaan Pengelolaan Keuangan Haji, Univesitas Syiah Kuala, Aceh yang dibagikan BPKH, Senin (18/9/2023).
Baca Juga: BPKH Ajak Gen Z dan Millennial Haji Muda
1. Alasan perlu adanya revisi undang-undang
Hamdan kemudian membeberkan alasan perlu adanya revisi UU Nomor 34 Tahun 2014. Menurutnya, ada dua paradigma berdasarkan undang-undang tersebut.
Pertama, UU Nomor 34 Tahun 2014 seolah membuat BPKH sebagai lembaga independen untuk mengelola keuangan haji dan meningkatkan nilai manfaat dana kelola haji.
"Ketika Kemenag membutuhkan dana haji, maka seakan-akan BPKH sebagai kasir haji," kata dia.
Editor’s picks
Baca Juga: Menteri Agama Ingatkan BPKH Hati-hati Kelola Dana Haji Rp158,3 T
2. Paradigma BPKH sebagai kasir harus diubah
Oleh karena itu, Hamdan berharap paradigma BPKH sebagai kasir dana haji pun harus diubah.
"Saya kira pandangan ini harus diubah, BPKH harus dilibatkan dalam seluruh proses ekosistem haji termausk penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)," ucap dia.
Baca Juga: Puncak Haji 2023 Selesai, Total Jemaah Haji Lampung Meninggal 12 Orang
3. UU Nomor 34 Tahun 2014 dinilai rigid
Kedua, aturan yang ada di UU Nomor 34 Tahun 2024 juga dinilai sangat rigid. Hamdan mengatakan, aturan rigid itu merupakan bentuk ketakutan pemerintah terhadap penyalahgunaan tata kelola keuangan haji.
"Saya kira kekhawatiran itu perlu, tapi membuat sangat rigid itu akan menyulitkan BPKH. Ada mekanisme lain yang tidak harus serigid itu dalam rangka menghindari salah kelola. Dua hal ini menjadi konsen dalam perbaikan per UU mengenai keuangan haji," ucap dia.
Baca Juga: Kemenag Imbau Salat Gaib bagi Korban Gempa Maroko dan Banjir di Libya