Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami Perundungan

Seharusnya korban dapat perlindungan dan dukungan

Banda Aceh, IDN Times - Bocah perempuan yang merupakan korban rudapaksa Ayah dan Paman kandung di Kabupaten Aceh Besar, kabarnya mulai dikucilkan lingkungan tempat tinggalnya. Mirisnya lagi, korban yang masih berusia 11 tahun tersebut bahkan kerap dirundung atas kejadian menimpanya.

"Kita dapat kabar bahwa si anak kemudian dikucilkan oleh lingkungannya," kata Kepala Program dan Internal Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Aulianda Wafisa, kepada IDN Times, Sabtu (26/6/2021).

1. Stigma di masyarakat kepada korban kekerasan seksual

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami PerundunganIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Tindakan yang dialami korban dikatakan Aulianda, tidak terlepas dari stigma di masyarakat mengenai korban kekerasan seksual. Padahal, seharusnya korban mendapatkan perlindungan dan dukungan dari lingkungan sekitarnya.

"Karena stigma korban kekerasan seksual di masyarakat kita ini masih dianggap aib. Mirisnya yang aib bukan bagi pelaku melainkan si korban. Ini menjadi persoalan juga," ujarnya.

2. Pengawasan dan perlindungan terhadap anak korban rudapaksa minim

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami PerundunganIlustrasi kekerasan pada anak (IDN Times/Sukma Shakti)

LBH Banda Aceh menilai, perlindungan serta pengawasan terhadap anak korban rudapaksa ayah dan paman kandung di Aceh Besar, minim. Itu diketahui usai lembaga ini memantau kasus yang dialami korban.

Korban dikatakan, selama ini tinggal bersama neneknya tanpa adanya pendampingan maupun pengawasan.

"Yang kami tahu, anak korban itu tinggal bersama neneknya. Nah, bersama neneknya ini juga timbul masalah," kata Aulianda.

3. Ketika proses hukum berjalan, korban masih bisa diakses pihak terdakwa

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami PerundunganIlustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Masalah yang dimaksud Aulianda, yakni korban dapat dengan mudah diakses oleh orang-orang di pihak terdakwa. Itu terbukti ketika korban dihadirkan pada proses persidangan kedua di Mahkamah Syariah Jantho, di Aceh Besar.

Aulianda menyampaikan, kehadiran korban di waktu itu yang kemudian mempengaruhi putusan hakim terhadap terdakwa MAR, ayah korban.

"Buktinya dia dihadirkan ke persidangan untuk diberikan keterangan yang kedua kalinya, itu justru oleh perwakilan terdakwa. Di saat itulah dia mencabut keterangan untuk ayahnya, makanya ayahnya bebas," jelasnya.

Baca Juga: Ayah Rudapaksa Anak, MA Batalkan Vonis Bebas Jadi 200 Bulan Bui

4. LBH nilai ada kekeliruan dalam persidangan

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami Perundungan(Ilustrasi persidangan) IDN Times/Sukma Shakti

Seharusnya dalam persidangan kedua tersebut, korban yang dihadirkan harus didampingi pekerja sosial (peksos).

Selain itu, materi yang ditanyakan kepada korban tidak diperbolehkan sama dengan pertanyaan di persidangan sebelumnya.

"Seharusnya ketika dihadirkan untuk kedua kalinya dan dengan materi pertanyaan yang sama, menurut kami jaksa harus menolak," ungkap Aulianda.

"Pertama, menolak karena keterangan yang pertama sudah dianggap cukup. Kedua, dia harus ditolak keterangannya karena dia tidak didampingi oleh peksos," tambahnya.

LBH Banda Aceh menilai ada kekeliruan yang terjadi dalam persidangan kedua tersebut. Dalam hal ini, jaksa dan hakim seharusnya bisa menolak, tetapi malah sebaliknya.

"Hakim memilih tetap mendengar kesaksiannya. Di situlah dicabut keterangannya. Itu yang kita sayangkan," kata Aulianda.

5. Penegak hukum diminta tingkatkan pengawasan terhadap terdakwa

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami PerundunganIlustrasi penjara (IDN Times/Sukma Shakti)

Sehubungan dengan itu, Banda Aceh juga meminta kepada semua pihak kejaksaan maupun kepolisian untuk lebih waspada melakukan pengawasan terhadap terdakwa yang proses hukumnya masih berjalan.

Hal itu disampaikan dalam mengkritisi kaburnya MAR, terpidana kasus rudapaksa anak kandung di Aceh Besar yang akan dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar.

“Perlu menjadi perhatian serius penegak hukum, agar hal yang sama tidak terulang lagi pada terdakwa lainnya,” kata Aulianda.

Seperti diberitakan sebelumnya, MAR divonis hukuman 200 bulan atau 16,5 bulan penjara berdasarkan putusan kasasi yang diputuskan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) di Jakarta, pada Kamis (10/6/2021) lalu.

Diduga, pria warga Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar itu telah mengetahui hasil putusan sehingga saat akan dieksekusi petugas dari Kejari Aceh Besar, terpidana sudah dua hari tidak berada di kediamannya.

MAR akhirnya ditangkap pada Kamis (24/6/2021) di kawasan Lamteumen Timur, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.

 

6. Kejaksaan dinilai tak gunakan wewenang penahanan terdakwa

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami PerundunganIlustrasi persidangan (IDN Times/Sukma Shakti)

Menanggapi kejadian itu, satu sisi LBH Banda Aceh mengapresiasi tindakan cepat pihak kejaksaan yang berhasil menangkap terpidana. Namun di sisi lainnya, Aulianda menyayangan pihak kejaksaan yang tidak menggunakan wewenangnya untuk menahan terdakwa selama proses hukum masih berjalan.

“Syukur terdakwa tertangkap, kalau tidak ini bisa membahayakan korban di kemudian hari,” ujarnya.

“Ketika jaksa melakukan kasasi, proses hukum itu belum berhenti. Seharusnya jaksa dan mahkamah melakukan penahanan sementara sampai putusan kasasi turun. Agar kejadian seperti yang dilakukan ayah kandung korban tidak terulang lagi,” imbuh Aulianda.

7. Kejaksaan harus pro aktif mengawal proses hingga hingga tingkat kasasi

Miris! Bocah Korban Rudapaksa di Aceh Besar Alami PerundunganIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara itu, terkait terdakwa lain, berinsial DP, paman korban, yang masih menunggu putusan kasasi dar Mahkamah Agung, dikatakan Staf Bantuan Hukum LBH Banda Aceh, Puteri Aliya berharap, pihak kejaksaan berperan pro aktif dalam proses pemeriksaan di tingkat kasasi.

Mengingat informasi putusan kasasi dapat diakses oleh siapa saja termasuk penasehat hukum terdakwa melalui laman website Mahkamah Agung sebelum salinan putusan diterima Jaksa Penuntu Umum (JPU).

“Agar proses eksekusi tidak terkendala di kemudian hari jika permohonan kasasi penuntut umum dikabulkan oleh Mahkamah Agung,” kata Puteri.

Selain menyinggung mengenai kasus di atas. LBH Banda Aceh juga berharap agar JPU menggunakan peluang yang dimungkinkan oleh Pasal 191 ayat 3 KHUP maupun Pasal 191 ayat 4 Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.

Pemerintah Aceh juga diminta untuk melakukan pengawasan, perlindungan, dan pemulihan terhadap anak selaku korban selama proses hukum sedang berjalan, termasuk dalam proses hukum tingkat kasasi.

Ini ditujukan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA).

Baca Juga: Dihukum Penjara 200 Bulan, Ayah Perudapaksa Anak Kandung Kabur

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya