Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
RUU Perampasan Aset
(Ilustrasi korupsi (IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya sih...

  • RUU Perampasan Aset menjadi pemanis bagi rakyat yang menantikan keadilan di republik ini

  • RUU Perampasan Aset dinilai hanya gimik dan janji manis untuk meredakan kebisingan di jalanan

  • Mandeknya RUU Perampasan Aset disebabkan kepentingan politik yang besar, dan bolanya kini "diumpan" ke DPR

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Udara panas telah membuka lembaran baru pada Mei 2025. Bagi jutaan buruh di seluruh pelosok negeri ini, bulan Mei selalu istimewa. Ada harapan yang mereka gantung di teras Istana demi keberlangsungan hidup.

Sejak fajar belum sepenuhnya merekah, ribuan buruh dari pelosok daerah sudah memadati Jakarta untuk merayakan peringatan Hari Buruh, Kamis, 1 Mei 2025. Bus-bus hilir mudik berdatangan mengantarkan ribuan buruh dari Bogor, Bekasi, Tangerang, dan sebagainya.

Lapangan Monumen Nasional (Monas) berubah menjadi lautan manusia. Spanduk dan poster warna-warni terbentang meriah. Dalam satu komando, buruh menyuarakan tuntutan mulai dari kenaikan upah minimum, penghapusan outsourcing.

Namun, di balik lantang orasi dan gemuruh yel-yel, terselip wajah-wajah penuh harap, tentang masa depan yang lebih adil bagi mereka yang menggerakkan roda ekonomi.

Presiden Prabowo Subianto hadir di tengah ribuan buruh dan membawa harapan. Ia bicara rasa keadilan yang timpang, ketika koruptor tak mengembalikan miliaran aset yang dicuri dari negara, sementara buruh menghitung hari dengan upah yang nyaris habis sebelum akhir bulan.

Dari atas mimbar bebas, Presiden Prabowo berorasi berapi-api. Ia sesekali meneguk secangkir kopi sebelum merampungkan pidatonya. Di hadapan ribuan buruh, ia berjanji akan mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

"Dalam rangka juga pemberantasan korupsi saya mendukung UU Perampasan Aset, saya mendukung," ujar Prabowo saat berorasi di Hari Buruh Internasional, di Monas, Jakarta.

Prabowo mewanti-wanti, jangan sampai para koruptor tidak mengembalikan aset yang sudah mereka curi ke negara.

"Enak saja sudah nyolong gak mau kembalikan aset, gue tarik saja lah itu. Setuju? Bagaimana kita teruskan? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?" kata dia.

1. Harus menempuh jalan politik yang berliku

DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana sebagai undang-undang (UU) dalam rapat paripurna, Senin (8/12/2025).

Triliunan rupiah kekayaan negara telah digerogoti para koruptor yang hanya mementingan perut mereka. Prabowo seolah-olah membawa angin segar terhadap komitmen pemberantasan korupsi di negeri ini. Sayangnya janji manis itu tak kunjung terwujud.

RUU Perampasan Aset bergulir menjadi bola liar, menjadi pemanis bagi rakyat yang menantikan keadilan di republik ini. RUU Perampasan Aset menandakan telah menjadi ujian nyata keseriusan Pemerintah dan DPR dalam melawan korupsi di negerinya sendiri.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menekankan pentingnya RUU Perampasan Aset untuk segara dituntaskan, karena diyakini bisa memaksimalkan pemulihan keuangan negara. Dalam laporannya, ICW merinci kerugian negara akibat korupsi sepanjang 2019-2023 mencapai Rp234,8 triliun. Namun, hanya Rp32,8 triliun atau 13,9 persen yang berhasil dirampas kembali ke kas negara.

Dalam perjalanannya, RUU Perampasan Aset terakhir kali diajukan pemerintah ke DPR melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023. Presiden ke-7 RI Joko "Jokowi" Widodo bersurat kepada parlemen. Surpres ini sekaligus merespons desakan dari sejumlah anggota parlemen yang menepis mereka jadi penyebab mandeknya RUU Perampasan Aset.

RUU Perampasan Aset melewati jalan terjal politik nan berliku. Nasib rancangan undang-undang ini terus digantung tanpa kepastian nyata, sementara kekuasaan terus berganti.

Naskah RUU Perampasan Aset pertama kali disusun pada 2008. RUU ini sudah melewati proses yang berliku sejak pertama kali muncul pada 2010. RUU ini sempat masuk daftar Prolegnas 2015-2019, tetapi tak pernah dibahas karena tidak termasuk prioritas DPR.

RUU Perampasan Aset muncul sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2003. Pada era Presiden Jokowi, RUU ini sempat masuk Prolegnas DPR, tetapi mendek hingga berganti rezim ke Prabowo. RUU Perampasan Aset mondar-mandir masuk prolegnas prioritas pada pemerintahan Presiden Prabowo.

Memasuki akhir 2024, RUU Perampasan Aset, masuk Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029. Rapat paripurna DPR pada 23 September 2025, menyepakati 41 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025, dan 176 RUU ke dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029. Salah satunya RUU Perampasan Aset.

Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, menegaskan Presiden Prabowo bersama para ketua umum partai politik (parpol) telah sepakat RUU Perampasan Aset menjadi inisiatif DPR.

"Kan Presiden sudah bertemu dengan ketua umum parpol dan yang kedua juga hari ini menandakan ada keputusan yang diambil, itu artinya pembicaraan ini sudah dilakukan secara baik ya. Kita tunggu proses politiknya itu ada di DPR sekarang sama Pak Ketua," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, 9 September 2025.

2. Hanya gimik dan janji manis redam kebisingan

(Ilustrasi korupsi) IDN Times/Sukma Shakti)

Anggota Constitutional and Administrative Law Society, Herdiansyah Hamzah, menilai janji-janji RUU Perampasan Aset dari corong Istana dan DPR tak lebih hanya sekadar gimik. Ia menilai, RUU Perampasan Aset hanya menjadi pemanis untuk meredam kebisingan di jalanan.

RUU Perampasan Aset termasuk salah satu tuntutan jangka panjang dalam inisiatif "17+8 Tuntutan Rakyat" yang diinisiasi sejumlah pegiat media sosial dan masyarakat pada aksi demonstrasi besar-besaran akhir Agustus 2025.

"Apa yang disampaikan Prabowo termasuk DPR sekadar gimik hanya untuk pemanis telinga masyarakat agar meredakan tuntutan kemarin. Seolah olah tuntutan perampasan aset diakomodasi, padahal tidak pernah serius dibahas sama sekali," kata Herdiansyah kepada IDN Times, Selasa (16/12/2025).

Di sisi lain, Herdiansyah menilai, mandeknya RUU Perampasan Aset juga ditengarai tidak adanya komitmen pemerintah dan DPR secara politik (political will). Buktinya, janji untuk menuntaskan RUU Perampasan Aset sampai hari ini hanya menjadi lip of service yang tak pernah tahu ujungnya di mana.

"Makanya kita sering menyebutnya ini lebih sekadar gimik aja terlalu banyak berkampanye. Menjanjikan akan dibahas tapi tak pernah dibahas bahas. Pokoknya ini soal ketiadaan political will," kata dia.

3. RUU Perampasan Aset tebentur politik

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)

Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan penyusunan undang-undang selalu bergantung pada pemerintah dan DPR. Ia menilai siapa pun yang menginisiasi, jika ada komitmen yang kuat pasti akan lolos di parlemen.

Fickar menekankan, produk undang-undang melibatkan banyak pihak, termasuk kepentingan politik dan kelompok masyarakat besar. Sehingga mandeknya RUU Perampasan Aset di parlemen bukan karena hambatan teknis, melainkan terbentur kepentingan politik besar.

"Sepanjang kepentingan-kepentingan tersebut belum terakomodasi, maka pembahasan atau pengesahan itu tidak akan pernah terjadi. Jadi sepenuhnya bukan karena hambatan teknis. Undang-undang itu produk politik, jadi tidak mungkin bebas kepentingan politik," kata dia kepada IDN Times, Selasa (16/12/2025).

4. Bola liarnya kini diumpan ke DPR

Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas. (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Supratman meminta masyatakat mau besabar, karana DPR baru merampungkan UU Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Meskipun ada wacana, pembahasan RUU Perampasan Aset bisa dikebut bersamaan KUHAP. Menurut dia, DPR masih menggodok naskah akademik RUU Perampasan Aset.

"Kan baru KUHAP-nya baru selesai. DPR masih lagi menyusun RUU-nya, naskah akademisnya," kata Supratman Andi Agtas kepada IDN Times di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 8 Desember 2025.

Supratman berujar, DPR dan pemerintah tak cukup waktu menindaklanjuti pembahasan RUU Perampasan Aset hingga akhir tahun ini. Namun, untuk kesekian kali, ia berjanji RUU Perampasan Aset rampung pada 2026.

"Jadi kita tunggu. Pasti di akhir 2025 pasti belum memenuhi apa itu... Nanti kita tinggal tunggu nanti tahun depan," kata dia.

Supratman juga meminta agar publik tidak lagi menagih RUU Perampasan Aset kepada pemerintah, karena bolanya sudah terumpan ke DPR. Karena DPR meminta RUU Perampasan Aset menjadi inisiatif mereka.

"Sekarang pemerintah jangan ditagih. Masalahnya sekarang mungkin usul inisiatifnya di DPR. Masa melempar bola? DPR yang minta ya kami kasih. Yang penting pemerintah... eh, begitu selesai kita bahas," kata politikus Partai Gerindra itu.

5. Janji RUU Perampasan Aset bakal kick off 2026

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan saat memimpin RUU Hak Cipta bersama para musisi tanah air. (IDN Times/Amir Faisol).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan mengatakan, penyusunan undang-undang ini tidak segampang merangkai kalimat di atas kertas. Karena harus tetap sesuai koridor sehingga tidak melenceng dari konstitusi.

Bob Hasan mengatakan, Badan Keahlian DPR (BKD) kini tengah menggodok naskah akademik RUU Perampasan Aset. DPR memang akan memperbaharui naskah akademik RUU ini yang sempat dirancang di era Presiden Jokowi.

"Ya sudah, sudah, sudah semuanya sudah (disusun naskah akademiknya) Tadi saya dipanggil untuk ya tahun depan sudah mulai itu, memulai. Karena posisi kan KUHAP sudah selesai," kata Bob Hasan kepada IDN Times di Gedung DPR, Senin, 8 Desember 2025.

Bob juga memastikan, pembahasan RUU Perampasan Aset bakal kick off pada 2026. Ia juga menegaskan RUU ini telah disejajarkan di antara daftar prolegnas prioritas 2026. Di sisi lain, DPR menginginkan adanya reformasi bagi penegak hukum sebagai instrumen penting yang juga akan menjalankan UU Perampasan Aset.

"Jadi percayakan kita sedang susun reformasinya, aparat reformasi penegak hukum, Kejaksaan, Kepolisian kan, sampai Kehakiman sekarang reformasinya sedang diluruskan. Tahun depan mudah-mudahan. KUHAP kan sudah selesai," kata dia.

Editorial Team