Ilustrasi hukum (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Setidaknya ada 14 poin yang menjadi substansi perubahan KUHAP melalui revisi tersebut. Antara lain, penyesuaian hukum acara pidana dengan KUHP baru, perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut, penguatan hak-hak tersangka dan terdakwa, hingga penguatan peran advokat.
"RKUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat baik sebagai tersangka, maupun korban tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara," kata Habiburokhman.
Hasil revisi KUHAP ini ditargetkan bisa berlaku pada 1 Januari 2026. Hal ini bersamaan dengan KUHP baru yang sudah lebih dulu disahkan.
RUU KUHAP resmi dibahas pada Juni lalu. Dengan demikian, pembahasan RUU KUHAP memakan waktu sekitar enam bulan. Usai disetujui semua fraksi, RKUHAP akan dibawa ke sidang paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang, sebelum diberikan kepada pemerintah untuk diteken dan resmi berlaku. Dalam rancangan UU ini beberapa hal yang menjadi substansi RUU KUHAP antara lain:
Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional
Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat
Penegasan prinsip diferensi fungsional dalam sistem penilaian pidana yaitu pembagian peran yang proposional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas
Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana
Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum
Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya
Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan
Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak dan lanjut usia diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen keutuhan khusus serta menyediakaan sarana dan prasaran pemeriksaan yang ramah dan accessible
Penguataan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan
Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due process of law, termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum
Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi
Pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi
Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum
Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat sederhana, transparan dan akuntabel.