Kapolri Listyo Sigit (Dok. Humas Polri)
MK menilai frasa tersebut membuka pilihan bebas dan tanpa batas: apakah polisi harus mundur atau tidak, bahkan ketika penugasannya dilakukan oleh Kapolri. Ruang penafsiran inilah yang dianggap bertentangan dengan asas kepastian hukum.
“Poin kunci putusan itu adalah bahwa norma ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ itu dianggap justru mengaburkan atau tidak memperjelas norma pada Pasal 28 ayat 3 sehingga menimbulkan multitafsir,” ujar Julius.
Julius menguraikan pendapat berbeda para hakim MK dalam putusan tersebut. Hakim Arsul Sani menyampaikan concurring opinion bahwa paradigma Polri sebagai alat negara memungkinkan menduduki jabatan fungsional maupun struktural di luar institusi, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU TNI.
Tetapi, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan Kapolri” dinilai Arsul memperluas penafsiran sehingga menimbulkan ketidakjelasan batas jabatan yang sangkut pautnya dengan kepolisian.
Sementara dissenting opinion disampaikan Hakim Daniel Yusmic dan Guntur Hamzah. Menurut mereka, norma pada pasal dan penjelasan merupakan satu kesatuan.
“Mereka mengatakan bahwa dia menduduki jabatan di luar institusi kepolisian harus mengundurkan diri apabila dia tidak ada sangkut pautnya sama sekali atau tidak dengan penugasan Kapolri,” terang Julius.
Keduanya menilai bahwa sepanjang jabatan itu masih memiliki sangkut paut dengan tugas Polri dan merupakan penugasan Kapolri, maka tetap diperbolehkan.