Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ahli Hukum Soroti Dampak Larangan Polri Duduki Jabatan Sipil

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Larangan Polri duduki jabatan sipil dinilai akan berdampak kekosongan jabatan di lembaga dan kementerian yang membutuhkan keahlian teknis dari kepolisian.
  • MK seharusnya tidak mencabut keseluruhan penjelasan pasal, tetapi memperbaikinya agar anggota Polri tetap bisa mengisi jabatan tertentu di luar struktur Polri.
  • Pembatasan total seperti diputuskan MK dianggap berpotensi melemahkan efektivitas lembaga yang bergantung pada kompetensi kepolisian, sehingga perlu revisi regulasi untuk menjaga prinsip konstitusi tanpa mengganggu kebutuhan operasional negara.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ahli Hukum Universitas Dirgantara, Sukoco, mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil.

Ia menilai putusan tersebut berpotensi menimbulkan persoalan serius bagi banyak kementerian dan lembaga, yang selama ini membutuhkan keahlian teknis dari kepolisian.

1. Soroti posisi di kementerian dan lembaga yang butuh dijabat polisi

Ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sukoco menilai, dampak dari putusan MK tersebut ialah terjadinya kekosongan jabatan di lembaga dan kementerian yang idealnya dijabat polisi aktif. Seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), yang dalam praktiknya sangat membutuhkan keahlian penyidikan dan operasional yang umumnya dimiliki anggota Polri.

“Dengan putusan MK tersebut penjelasan Pasal 28 ayat 3 dinyatakan tidak berkekuatan hukum tetap, sehingga anggota Polri yang menduduki jabatan di luar Polri apapun alasannya harus berhenti dari Polri, dampaknya kementerian atau badan yang memerlukan penugasan dari Kepolisian tidak bisa kecuali berhenti dari Polri atau tetap harus mundur, kelemahannya bagaimana dengan BNN dan lain-lain yang memerlukan Polri?" kata Sukoco saat dihubungi, Jumat (14/11/2025).

2. MK harusnya tidak cabut keseluruhan penjelasan pasal

Polisi jabat di jabatan sipil
ilustrasi polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Menurut Sukoco, seharusnya MK tidak mencabut keseluruhan penjelasan pasal. Ia menilai, MK seharusnya memperbaikinya agar tetap memberi ruang bagi anggota Polri mengisi jabatan tertentu di luar struktur Polri.

“Lain hal ya kalau ayat 3 penjelasanya disempurnakan, menjadi ‘kecuali kementerian di luar Polri namun masih ada sangkut pautnya dengan tupoksi Polri, dengan penugasan Presiden’,” jelasnya.

Sukoco mengatakan, rumusan seperti itu tetap menjaga prinsip konstitusional terkait pemisahan Polri dari jabatan sipil, tetapi tidak menghambat penugasan yang memang diperlukan untuk kepentingan negara.

“Frasa tersebut masih memungkinkan Polri bisa menduduki jabatan di luar Polri dengan sarat, pertama, tupoksi berkaitan. Kedua, penugasan presiden," ucap dia.

3. Berpotensi melemahkan efektivitas lembaga yang bergantung pada kompetensi kepolisian

Polisi jabat di jabatan sipil
Ilustrasi polisi pelaku pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan di kantor polisi. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Sukoco menyatakan, pembatasan total seperti diputuskan MK justru berisiko melemahkan efektivitas lembaga yang sangat bergantung pada kompetensi kepolisian.

Oleh sebab itu, ia mendorong agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan revisi regulasi, agar ada kejelasan mekanisme penugasan yang tetap sesuai dengan prinsip konstitusi, tetapi tidak mengganggu kebutuhan operasional negara.

Sebelumnya, MK mengabulkan secara keseluruhan permohonan uji materiil Pasal 28 ayat 3 dan Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri. Permohonan yang teregister dengan nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu berkaitan dengan penugasan anggota Polri di luar kepolisian. Putusan ini menegaskan, Kapolri tak bisa arahkan polisi aktif duduki jabatan sipil.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Utama, MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan, Hakim MK, Ridwan Mansyur menjelaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat 3.

“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” kata Ridwan.

MK berpandangan, hal tersebut berdampak pada ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.

Adapun, perkara ini dimohonkan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite. Syamsul Jahidin merupakan mahasiswa doktoral sekaligus advokat. Sedangkan Christian Adrianus Sihite adalah lulusan sarjana ilmu hukum yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak.

Pasal 28 ayat 3 UU Polri menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian." Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."

Dalam persidangan sebelumnya di MK pada Selasa (29/7/2025), Syamsul mengatakan, terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. Hal demikian sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional para Pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.

Menurutnya, tidak adanya pembatasan yang pasti terkait dengan penjelasan dalam aturan hukum tersebut memberikan celah bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya secara definitif.

Pasal 28 ayat 3 UU Polri telah menciptakan ketidaksetaraan dalam hukum dan pemerintahan, sehingga melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum dan mengabaikan hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Norma tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.

Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Pakar: Penugasan Polisi Aktif di Sipil Tetap Sah Selama Sesuai UU ASN

15 Nov 2025, 07:00 WIBNews