Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Wa Gesuti korban pengeroyokan dan pembakaran, IDN Times/ Istimewa
Wa Gesuti korban pengeroyokan dan pembakaran, IDN Times/ Istimewa

Jakarta, IDN Times - Seorang perempuan di Sorong, Papua meninggal dunia usai dibakar hidup-hidup lantaran dituduh menculik anak. Korban diduga memiliki gangguan kejiwaan atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Komnas Perempuan melihat bahwa peristiwa ini sebagai salah satu tindakan yang masuk kategori femisida.

Kejadian tersebut terjadi di kompleks Kokoda KM 8, Lorong 2, Kelurahan Klasabi, Distrik Sorong Manoi, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (24/1/2023) sekitar pukul 06.30 WIB.

Dalam laporan bertajuk Lenyap dalam Senyap: Korban Femisida dan Keluarganya Berhak atas Keadilan Komnas Perempuan menunjukkan kondisi perempuan yang dibunuh karena dia perempuan.

1. Femisida didorong superioritas hingga ketimpangan relasi

Ilustrasi penondongan pistol. (IDN Times/Aditya Pratama)

Komnas Perempuan merumuskan definisi femisida, dengan merangkum
definisi-definisi yang telah disusun oleh Pelapor Khusus Anti Kekerasan
terhadap Perempuan PBB, OHCHR, UN Women, dan WHO.

"Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik," seperti dikutip dalam laporan Komnas Perempuan, Rabu (2/1/2023).

2. Femisida adalah kekerasan pada perempuan yang paling ekstrem

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Komnas Perempuan mengungkapkan, kasus femisida adalah bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang paling ekstrem, berupa sadisme dan umumnya dengan kekerasan berlapis dan kerap senyap. 

Selain itu, pengaduan kasus femisida ke Komnas Perempuan
dan pengada layanan nyaris tidak ada, sementara data terpilah Bareskrim
Polri juga disebut tidak tersedia.

Dalam pengolahan data Komnas Perempuan pada 2016-2020 total terdata 421 kasus pembunuhan terhadap perempuan berdasar pantauan media. dimana 42,3 persen pelaku oleh suami, dan 19,2 persen oleh pacar.

3. Femisida langsung dan tidak langsung

Potret gerakan menolak femisida di Guatemala (aljazeera.com)

Kemudian, Komnas Perempuan juga membagi jenis femisida pada dua jenis. Pertama adalah femisida langsung, merujuk pada pembunuhan yang didasari niat membunuh sejak awal. Kemudian femisida tidak langsung yakni pembunuhan diakibatkan tindak kekerasan berbasis gender serta tidak diniatkan untuk membunuh sejak awal.

Kemudian ada sejumlah kategori femisida menurut Komnas Perempuan:

  • Femisida pasangan Intim
  • Femisida budaya
  • Femisida di penjara
  • Femisida non intim atau pembunuhan sistemantis
  • Femisida pada perempuan pembela HAM
  • Femisida pada orientasi seksual dan identitas gender
  • Femisida peempuan dengan  disabilitas
  • Femisida dalam konteks industri seks komersial
  • Femisida dalam konteks konflik sosial bersenjata dan perang

4. Produk hukum nasional belum kenal istilah femisida

dokumentasi - Orangtua korban pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto (19), Elisabeth (tengah) dan Suroto (kanan) memegang foto anaknya saat mengikuti persidangan kasus pembunuhan Ade Sara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/9). Mereka berharap kedua terdakwa dapat dihukum yang setimpal sesuai dengan perbuatan mereka. (ANTARA FOTO/OJT/Zabur Karuru)

Sejauh ini undang-undang di Indonesia belum mengenal tindak pidana femisida. Femisida, dalam payung hukum nasional masih masuk dalam keranjang pembunuhan pada umumnya. Produk hukum yang ada, tak satupun menyinggung soal istilah femisida.

Dari pengamatan Komnas Perempuan, produk hukum yang digunakan dalam kasus femisida adalah Undang Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), kemudian KUHP Pasal 338 atau Pasal 340 tentang pembunuhan disengaja atau pembunuhan berencana.

Editorial Team