Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi partai politik peserta pemilihan umum (pemilu) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi partai politik peserta pemilihan umum (pemilu) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal membuka ruang bagi partai politik untuk menyiapkan kandidat secara optimal.

  • Revisi UU Parpol disarankan untuk menguatkan kelembagaan partai politik dan memperbaiki sistem presidensial serta penguatan pemilih.

Jakarta, IDN Times – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal dipandang memberikan angin segar bagi partai politik. Peneliti senior dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heriok M Pratama, mengatakan, pemisahan ini membuka ruang lebih luas bagi partai dalam menyiapkan kandidat yang akan maju dalam kontestasi politik, terutama di level daerah.

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 memerintahkan agar pemilu nasional dan daerah/lokal dipisah. MK menginstruksikan agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal digelar dengan jeda paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan pemenang pemilu nasional.

Pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian, pemilu daerah baru bisa diselenggarakan paling lambat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.

Heriok menilai, adanya masa jeda antara pemilu nasional dan daerah sangat krusial untuk proses rekrutmen yang lebih berkualitas.

"Karena kita tahu bahwa MK juga menyebutkan di dalam keputusan ini ketika pemilu serentak lima surat suara dengan pemilu kepala daerah serentak dilaksanakan dalam satu tahun yang bersamaan, ini juga menyulitkan partai," kata Heriok dalam diskusi daring yang digelar Perludem pada Jumat (27/6/2025).

1. Bisa meminimalisir calon tunggal di pilkada

ilustrasi pilkada (IDN Times)

Heriok mengatakan, pemisahan waktu ini salah satu dampaknya, bisa mengurangi dominasi politik kartel yang selama ini menjadi penyebab munculnya calon tunggal dalam pilkada. Menurut dia, keterbatasan waktu yang dialami partai karena tumpang tindih agenda pemilu menjadi salah satu alasan sulitnya mereka menjaring dan menyiapkan kandidat secara optimal.

"Sehingga jeda waktu ini dapat memberikan insentif bagi pelembagaan partai dalam konteks rekrutmen pencalonannya yang jauh lebih siap seperti itu, termasuk juga bagi pemilih yang bisa memberikan evaluasi terhadap kinerja pemerintah nasional yang kemudian diaktualisasikan dalam konteks pemilu lokal," kata Heriok.

2. Diusulkan UU Parpol ikut direvisi

Hurriyah Diriketor Eksekutif Puskapol UI di Program Gen Z memilih (IDN Times/Youtube.com)

Sementara, Direktur Eksekutif Puskapol UI, Hurriyah, mendorong agar pembentuk undang-undang (UU) dalam hal ini pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol).

Hal tersebut disampaikan saat membahas Putusan MK Nomor 135 Tahun 2024 yang berdampak pada revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Menurut Hurriyah, UU Parpol juga perlu direvisi untuk menguatkan kelembagaan partai politik.

"Kalau kita bicara dalam konteks kelembagaan politik ini juga menyebut saya menjadi PR besar kita bahwa yang perlu diperbaiki dalam rangka penguatan itu sistem presidensial, penguatan lembaga partai politik, penguatan pemilih itu harus dibarengi dengan reformasi kepartaian. Jadi agenda ke depannya pasca putusan ini memang kita perlu mendorong tidak hanya revisi uu pemilu, tapi juga revisi uu pemilu," kata dia dalam diskusi yang sama.

Hurriyah menilai, jika pemerintah dan DPR hanya berfokus pada revisi UU Pemilu saja, maka masalah lainnya tidak terselesaikan. Terutama yang berkaitan dengan demokrasi di internal parpol.

Meski Putusan MK 135/2024 membawa angin segar terhadap demokrasi karena pemilih bisa mengenal luas kontestan yang akan berlaga dalam pemilu. Namun, kader masih tersandera kepentingan politis parpol yang lebih kuat.

"Karena kalau revisi UU Pemilu saja tetapi UU Parpol-nya tidak direvisi, saya kira persoalan klasik terkait dengan misalnya minimnya demokrasi internal di parpol termasuk di dalam pencalonan anggota legislatif ini akan tetap berdampak merugikan, terhadap kompetisi yang demokratis di antara parpol, termasuk keterwakilan perempuan," ucap dia.

Hurriyah mengatakan, UU Parpol yang berlaku saat ini justru membuat parpol semakin elitis dan cenderung mengedepankan politik dinasti. Ia menilai, fenomena ini mempersempit kesempatan yang adil bagi kelompok tertentu untuk ikut kontestasi pemilu. Salah satu contohnya, bagi perempuan untuk bisa memasuki ruang kompetisi yang adil dan setara.

UU Parpol ini juga menghasilkan pemerintahan koalisi gemuk. Dampaknya, mekanisme pengawasan dan keseimbangan (check and balance) pemerintahan tidak berjalan ideal.

"Lalu juga yang lain adalah partai politik juga menjadi sangat penting untuk didorong melakukan reformasi kelembagaan karena dampaknya terlihat dalam ketika kemudian Pemilu 2019 dan 2024 menghasilkan koalisi besar ada upaya untuk menguasai parlemen menguasai DPR dan melakukan intervensi lebih jauh," ucap dia.

3. Jadi momen tepat bahas segera revisi UU Pemilu-Pilkada

Tangakapan Layar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk PERLUDEM Khoirunnisa Nur Agustyati Diskusi Publik secara daring (21/4) bertema Masa Depan Demokrasi Indonesia di Masa Kepemimpinan Baru (IDN Times/Irsan Rufai)

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, mendorong DPR maupun pemerintah segera membahas Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.

"Putusan MK ini jadi momentum ya untuk segera dibahas revisi undang-undang pemilu dan pilkadanya," kata dia dalam diskusi yang digelar secara daring pada Jumat.

Khoirunnisa juga mendorong agar pembahasan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada bisa dibahas secara bersamaan dengan metode kodifikasi.

"Jadi kan kemarin sempat ada wacana undang-undang pilkadanya mau dibahas terpisah. Dengan putusan MK kemarin, mau gak mau, ini harus jadi satu dalam metode kodifikasi, bahasnya harus segera, harus digabung," ucap dia.

Editorial Team