Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf
Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf di acara peluncuran Jurnal Prisma di Perpustakaan Nasional. (IDN Times/Santi Dewi)

Intinya sih...

  • Era Jokowi disebut buka pandora militer masuk sipil. Ada 133 perjanjian kerja sama antara TNI dan lembaga negara di era Jokowi.

  • Pada era Prabowo militer diberikan pintu seluas-luasnya masuk ranah sipil.

  • Reformasi militer dinilai menunjukkan kecenderungan negatif sekarang ini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf, menilai kotak pandora berisi kunci untuk mengembalikan dwifungsi TNI, sudah dibuka sejak kepemimpinan Presiden ke-7 RI, Joko "Jokowi" Widodo. Sebab, pada era Jokowi, militer mulai dibolehkan melakukan tugas dan fungsi di luar pertahanan.

"Memahami dwifungsi (TNI) adalah memahami bagaimana militer keluar dari fungsi pertahanan ke fungsi lainnya. Apa yang terjadi di rezim Jokowi kemarin membuka kotak pandora itu," ujar Al Araf dalam diskusi peluncuran Jurnal Prisma di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).

Justru pada era kepemimpinan Prabowo Subianto, dwifungsi TNI semakin diperkuat dan dibawa lebih jauh dari fungsi pertahanan. Ia memberikan contoh prajurit TNI kini ikut dilibatkan pendistribusian program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Al Araf juga mencermati penggunaan militer untuk melanggengkan kekuasaan dan politik. "Itu sebabnya upaya untuk memberikan ruang-ruang terhadap militer dalam beragam isu nonpertahanan sangat tinggi," katanya.

1. Ada 133 perjanjian kerja sama antara TNI dan lembaga negara di era Jokowi

Presiden ke-7 RI, Joko "Jokowi" Widodo tiba di Gedung MPR/DPR hadiri Sidang Tahunan MPR (IDN Times/Rendy)

Lebih lanjut, dalam tulisannya di Jurnal Prisma, Al Araf memaparkan sejumlah indikasi reformasi militer sudah mulai mundur sejak kepemimpinan Jokowi. Pertama, mantan Wali Kota Solo itu menunjuk sosok dari latar belakang militer untuk mengisi kursi Menteri Pertahanan. Di era kepemimpinan Jokowi, kursi Menhan diisi Ryamizard Ryacudu (2014-2019) dan Prabowo Subianto (2019-2024).

Padahal, di era pendahulunya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Abdurrahman Wahid, sosok sipil yang mengisi kursi Menhan.

"Pengangkatan figur-figur militerr tidak hanya merepresentasikan kembalinya pola impunitas dalam tata kelola sektor pertahanan, tetapi juga memperlemah komitmen penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Al Araf.

Indikasi kedua, peningkatan nota kesepahaman antara TNI dengan berbagai instansi sipil. Dalam catatannya dan Imparsial, ada sekitar 133 perjanjian kerja sama antara TNI dengan berbagai lembaga negara.

"Melalui kerja sama tersebut, militer terlibat aktif dalam beragam sektor kehidupan. Misalnya pada 2015, ketika Jokowi menginstruksikan TNI AD mendukung program ketahanan pangan," kata Al Araf.

Instruksi itu diterjemahkan dengan penandatanganan MoU antara TNI dengan Kementerian Pertanian, untuk melakukan kegiatan seperti perluasan sawah hingga optimalisasi lahan.

2. Jokowi biarkan perwira TNI aktif duduk di jabatan sipil

Ilustrasi prajurit TNI (instagram.com/puspentni)

Indikasi lainnya di era kepemimpinan Jokowi mulai membawa mundur reformasi militer yakni dengan membiarkan penempatan perwira TNI aktif untuk duduk di jabatan sipil. Padahal, jabatan sipil yang dirangkap oleh anggota TNI itu tidak tertulis di dalam UU lama TNI yang disusun pada 2004.

"Praktik pengangkatan perwira TNI aktif itu dilakukan di kementerian, lembaga negara, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Al Araf.

Salah satu yang mencolok terjadi pada 2019 ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ketika itu, Ignasius Jonan melantik perwira menengah TNI Angkatan Udara (AU), sebagai Kepala Bagian Umum dan Hukum Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Energi dan Sumber Daya Mineral (BPSDM ESDM).

Selain itu, ada pula penunjukkan Brigjen Chandra As'Adudin yang juga masih aktif di TNI untuk menjabat posisi penjabat Bupati Seram Bagian Barat.

3. Militer diberi ruang semakin luas di era kepemimpinan Prabowo

Presiden Prabowo Subianto (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Sementara, di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, reformasi militer menunjukkan kecenderungan negatif. Militer, kata Al Araf, diberi ruang semakin luas untuk terlibat dalam kehidupan sosial-politik di luar domain pertahanan. Langkah ini, kata dia, semakin mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil.

"Rekonsilidasi peran militer tampak semakin nyata seiring dengan meluasnya keterlibatan institusi TNI dalam berbagai kepentingan negara maupun program strategis," katanya.

Langkah awalnya, kata Al Araf, dengan memangkas semua hambatan regulasi yang menghambat militer untuk masuk ke ruang-ruang nonpertahanan. Itu sebabnya revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 menjadi prioritas.

"Dari situ, Operasi Militer Selain Perang (OMSP) menjadi lebih luas hingga pelibatan OMSP tanpa melalui keputusan politik negara," tutur dia.

Editorial Team