Jakarta, IDN Times - Perwakilan Yayasan Kesehatan Perempuan, Nanda Dwinta Sari, menyoroti dampak kesehatan baik fisik dan mental terhadap anak.
Apalagi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Hal itu diperkuat lagi dengan UU Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Perkawinan yang menyebutkan, perkawinan hanya diizinkan apabila perempuan dan laki-laki yang sudah berusia 19 tahun.
“Jadi kalau kita bicara perkawinan anak, pasti memberikan dampak secara fisik dan mental, kemudian memberikan dampak secara sosial,” kata dia dalam Webinar: Bahaya Perkawinan Anak dan Perkawinan Anak menurut UU TPKS, Rabu (17/7/2024).
Indonesia sendiri telah mencapai target penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,06 persen pada tahun 2022. Jumlah ini lebih cepat dari target 8,74 persen untuk tahun 2024 sesuai RPJMN 2020-2024.
Meskipun demikian, ancaman tingginya angka perkawinan anak tetap ada, terutama lewat peningkatan permohonan dispensasi nikah yang meningkat dari 23.100 pada tahun 2019 menjadi 50.673 pada 2022.